Ini 5 Hal Menarik Sidang Kopi Sianida, dari Celana Misterius Hingga Paranormal

Namun, selama sidang itu setidaknya ada lima hal menarik yang mewarnai persidangan yang banyak diliput secara langsung oleh beberapa stasiun televisi

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Terdakwa Jessica Kumala Wongso mendengar kesaksian saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016). 

POSBELITUNG.COM - Sidang perkara dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wangsa bak mini seri drama televisi saja.

Setelah menjalani 32 kali persidangan, hari ini (27/10/2016), kasus itu memasuki babak akhir.

Majelis Hakim yang menangani Sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa tunggal Jessica Kumala Wongso akhirnya memvonis Jessica sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yakni 20 tahun penjara.

Jessica dinyatakan bersalah atas kematian putri Edi Darmawan Salihin dan menolak seluruh pembelaan dari Jessica dan Kuasa Hukumnya.

Dalam sidang vonis yang digelar mulai pukul 13:00 WIB itu, hadir suami Alm Mirna, Arief Soemarko, begitu juga dengan Edi Darmawan Salihin.

Namun, selama sidang itu setidaknya ada lima hal menarik yang mewarnai persidangan yang banyak diliput secara langsung oleh beberapa stasiun televisi nasional.

Berikut lima hal itu.

1. Sianida naik daun

Racun sianida langsung menjadi bahan pembicaraan ketika disebut sebagai penyebab kematian perempuan 27 tahun itu.

Ahli racun versi jaksa, Nursamran Subandi, menyebut "sianida berasal dari kopi es Vietnam," yang diminum Mirna dan dipesan oleh Jessica.

Pihak jaksa menyatakan kadar sianida yang terminum oleh Mirna mencapai 171,42 mg. "Dalam literatur, dosis sianida terendah yang bisa menewaskan manusia adalah 2,85 mg," tutur Nursamran dalam persidangan.

Dokter forensik versi jaksa, Slamet Purnomo, juga menegaskan Mirna meninggal karena sianida, sebab "Mirna kejang-kejang dan sulit bernapas, jasad lebam, serta bibir menghitam."

Bantahan datang dari Beng Beng Ong, ahli racun forensik versi pengacara Jessica, "Mengapa sianida tidak ditemukan di hati dan empedu Mirna?"

Pihak Jessica menyebut dokter forensik yang memeriksa cairan lambung Mirna setelah tiga hari kematian, menemukan kandungan sianida 'hanya' 0,2 mg.

Kandungan sianida itu dinilai "terlalu kecil untuk menyebabkan kematian. Beng Beng Ong bahkan mengklaim 0,2 mg sianida itu terbentuk secara alamiah seusai kematian Mirna.

2. Celana jin misterius

Celana yang digunakan Jessica saat bertemu Mirna, menjadi salah satu hal yang ramai diperbincangkan. Pasalnya celana tersebut kemudian dibuang setelah Mirna tewas.

Tidak jelas siapa yang membuang. Jessica bilang asisten rumah tangganya yang membuang atas izin dia. Namun polisi berpendapat justru Jessica sendiri yang langsung membuangnya.

Pascakejadian itu, polisi menjadikan asisten rumah tangga Jessica sebagai saksi kunci. Dia pun tidak lagi bekerja di rumah tersebut dan diinapkan di safe house atau rumah aman.

Polisi mencari celana itu di tempat sampah. Bahkan sampai ke poll tempat sampah. Hasilnya nihil.

Dalam persidangan, Jessica menyebut celana jinnya dibuang karena sobek saat naik ke mobil Arief, suami Mirna, ketika mereka mau ke RS Abdi Waluyo.

Hingga kini keberadaan celana jin Jessica itu masih misterius.

3. Ajang kredibilitas pakar

Yang sangat menarik dari persidangan kasus Mirna adalah banyaknya pakar atau ahli yang dihadirkan, baik dari kubu pengacara maupun jaksa. Menariknya, tentu karena mereka memberikan penafsiran yang berbeda.

Bahkan saling bertolak belakang terhadap suatu topik. Ruang sidang jadi seperti ajang adu kredibilitas.

Misalnya saja “perang” antara psikolog klinis dari kubu jaksa, Antonia Ratih Andjayani, dengan psikolog kubu pengacara Jessica, Dewi Taviana Walida Haroen, terkait kecurigaan mengapa Jessica menaruh tas kertasnya di atas meja di kafe Olivier, seperti menutupi sesuatu.

Menurut Ratih - yang juga memeriksa kejiwaan Jessica dan menuangkan hasilnya ke dalam berita acara pemeriksaan (BAP) - berdasar perilaku lazim orang yang bertamu di restoran, umumnya akan meletakkan barang bawaannya di samping tubuhnya, jika masih ada ruang kosong. Saat itu Jessica masih sendiri di mejanya di kafe tersebut.

Dewi Taviana Walida Haroen yang merupakan psikolog Universitas Indonesia berpendapat lain. Apa yang dilakukan Jessica itu wajar. Sebab kebiasaan seseorang tidak bisa disamaratakan dengan orang lain secara umum.

Dewi lalu mencontohkan dirinya yang menaruh tasnya di atas meja dalam persidangan, di PN Jakarta Pusat. Menurutnya, beberapa orang memiliki kebiasaan meletakkan tas atau barangnya di atas meja, sekali pun ada tempat lain.

Perilaku itu didasari sejumlah alasan, antara lain, agar bisa dilihat orang lain alias pamer, takut hilang atau diambil orang, dan sebagainya.

4. Wartawan misterius dan paranormal

Soal Amir Papalia, wartawan tabloid Bhayangkara Indonesia (Barindo) milik Mabes Polri, juga memantik kegaduhan di media sosial.

Dalam sidang dupliknya 20 Oktober 2016 silam, Jessica menyatakan bahwa seorang bernama Amir Papalia melihat Arief memberikan bungkusan hitam kepada Rangga (barista Kafe Olivier) di parkiran Sarinah sehari sebelum Mirna meninggal, yakni pada 5 Januari 2016 pukul 15.50.

Informasi itu diperoleh dari salah satu penasihat hukumnya.

Dalam sidang ke-31 itu, penasehat hukum Jessica juga membacakan transkrip pembicaraan dengan Amir. Amir menyebut sempat datang ke kafe Olivier untuk menanyakan keberadaan Rangga, tetapi dia dilarang masuk.

Salah satu kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, bahkan mengungkapkan Amir menduga Rangga menerima uang Rp 140 juta dari Arief untuk membunuh Mirna.

Namun, sanggahan datang dari pengakuan rekan-rekan Amir yang dihadirkan keluarga Mirna. Amir mengaku mendapatkan bukti dari seseorang yang ia sebut "orang tua" yang diketahui merupakan seorang paranormal.

Rekan Amir juga menyebut, dia tidak sepenuhnya bekerja untuk Bharindo, "Tetapi punya pekerjaan lainnya, contohnya calo penerimaan pegawai."

5. Pelanggaran asas praduga tak bersalah

Seperti yang sudah disinggung di atas, sidang ini sangat menyita perhatian publik lebih dari lima bulan terakhir.

Sejumlah stasiun televisi menayangkan sidang kematian Mirna dalam durasi cukup panjang, bahkan hingga 12 jam.

Pembicaraan di media sosial pun selalu tinggi, bahkan tagar #SidangJessica pernah dicuit lebih dari 24.000 kali saat salah satu sidang berlangsung.

Tak pelak banyak pihak yang menyebut tayangan itu sebagai 'sirkus' media.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyebutkan liputan media terkait sidang Jessica dengan dakwaan membunuh rekannya, Mirna, mempengaruhi asas praduga tak bersalah.

Hardly Stefano, koordinator bidang isi siaran KPI, mengatakan durasi penyiaran sidang Jessica serta proporsi ulasan untuk keluarga korban yang lebih banyak "pasti ada pengaruhnya" terhadap asas praduga tak bersalah.

Sementara itu, pengamat dari pusat studi media dan komunikasi, Remotivi, Wisnu Prasetya Utomo, mengatakan banyak liputan media yang tidak berkaitan langsung dengan kasus pembunuhan ini.

"Yang membuat asas praduga tak bersalah hilang, karena diarahkan, misalnya mencari yang tak berkaitan. Misalnya ada TV yang menyiarkan pendapat tetangga-tetangga Jessica, yang tak berhubungan, tapi itu diulang dan didramatisir," pungkas Wisnu. (INTISARI ONLINE/Agus Surono)

Sumber: Tribun Solo
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved