Kakek Ini Mengakui Ais Sebagai Cucunya Tapi Tak Akui Anaknya Korban Bom di Polresrabes

Pihak Kepolisian menghadapi kesulitan untuk melakukan chross check data sekunder ketika keluarga pelaku bom

Surya/ Ahmad Zainul Haq
Polisi mengevakuasi jenazah pelaku bom di Polrestabes Surabaya menuju kamar mayat RS Bhayangkara Polda Jatim, Senin (14/5). Total korban bom di Surabaya, di 3 Gereja dan Polrestabes Surabaya adalah 22 korbam meninggal dunia. 

POSBELITUNG.CO -- Pihak Kepolisian menghadapi kesulitan untuk melakukan chross check data sekunder ketika keluarga pelaku bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya tak diakui pihak keluarga.

Keluarga pelaku, yang diwakili kakek dan sang paman hanya mengakui Ais, 7 tahun, korban selamat aksi bunuh diri, sebagai cucunya.

Namun ibu dari Ais tak diakui anak oleh kakeknya Ais tersebut.

Apa alasannya? 

Tak dijelaskan mengapa sang kakek tak mengakui.

Baca: Viral Hanya Bersama Keris, Wanita Ini Menuju Pelaminan Baju Pengantin Dipakai di Rumah Sakit

Tapi polis menghadapi kesulitan pembanding data sekunder ketika pihak keluarga pelaku bom tidak mengakui mereka sebagai keluarga atau anak. 

Kisah berawal dari dua orang anggota keluarga pelaku bom bunuh diri yang mendatangi Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim, Rabu (16/5/2018).

Namun keduanya tidak mengakui telah memiliki anggota keluarga yang terlibat aksi bom bunuh diri.

Kedua anggota keluarga tersebut hanya mengakui Ais, bocah 7 tahun yang selamat saat bom bunuh diri terjadi di pintu gerbang Polrestabes Surabaya.

Dua orang anggota keluarga tersebut menjenguk Ais di rumah sakit.

"Yang datang adalah kakek dan Paman Ais. Tapi tidak mengakui bahwa ibunya Ais adalah anaknya," kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Frans Barung Mangera, seperti TribunStyle.com lansir dari Kompas.com . 

Padahal, dia sangat membutuhkan kehadiran keluarga jenazah sebagai pembanding data sekunder.

"Tapi karena anggota keluarga tersebut tidak mengakui, kita tidak bisa memaksa," kata Barung.

Ais adalah bocah 7 tahun yang selamat dari ledakan bom bunuh diri yang dilakukan ayah, ibu, dan kedua kakaknya.

Baca: Pasukan Elit TNI Sudah Bantu Berantas Teroris, Keberadaan dan Persenjataan Mereka Misterius

Bom bunuh diri juga dilakukan oleh keluarga Dita Supriyanto di 3 gereja di Surabaya.

Lima anggota keluarga Dita tewas dalam aksi bom bunuh diri itu.

Hingga 3 hari setelah peristiwa bom bunuh diri, memang tidak ada satupun keluarga yang datang untuk melihat jenazah pelaku bom bunuh diri.

Tubuh mereka kini disimpan dalam kontainer khusus penyimpanan jenazah.

Tiga bekas jasad tersebut adalah keluarga Dita Supriyanto, keluarga Anton Febrianto, dan keluarga Tri Murtono.

Suasana rumah orangtua pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya.(KOMPAS.com/Achmad Faizal)
Suasana rumah orangtua pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya.(KOMPAS.com/Achmad Faizal) (KOMPAS.com/Achmad Faizal)

Si Kecil Selamat, Tapi Menyedihkan 

Sehari sebelumnya, kondisi Ais, gadis delapan tahun yang selamat pascaledakan bom di Polrestabes Surabaya, mulai stabil pada Selasa (15/5/2018).

Dia adalah putri bungsu dari keluarga pelaku ledakan bom di depan markas polisi di Jalan Sikatan di Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur, itu.

Ais terlempar saat bom yang dibawa keluarganya dengan dua sepeda motor itu meledak di depan para polisi yang berjaga.

Ayah, ibu, dan dua saudaranya dinyatakan tewas di tempat.

Dalam kondisi terluka, dia buru-buru digendong oleh Kasatresnarkoba Polrestabes Surabaya AKBP Roni Faisal Saiful Faton dan dibawa ke rumah sakit.

Hingga kemarin, dia menjalani perawatan intensif di RS Bhayangkara.

"Secara fisik sudah baik, cuma tangannya yang bekas dioperasi, sedangkan yang lain-lainnya sudah stabil," ungkap Lita Machfud, istri Kapolda Jatim Irjen Machfud Arifin, seusai menjenguk korban ledakan bom yang dirawat di RS Bhayangkara bersama ibu-ibu Bhayangkari, Selasa (15/5/2018), seperti dilansir TribunJatim.com . 

Baca: Ayu Ting Ting Minta Faffi Ahmad Baca Tulisan di Kaosnya Buaya Begini Reaksi Nagita Slavina

Lita menuturkan, selama dirawat, tidak ada satu pun keluarga yang mendampingi Ais.

"Ada rasa dalam hati kita miris ya, enggak ada keluarga lainnya yang mau mendampingi. Kalaupun tahu pasti tidak berani mendampingi karena dia anaknya siapa gitu ya. Jadi ada rasa kasihan dan kita juga takut anak-anak sempat diwawancara juga tercuci otaknya," tutur Lita.

"Kita agak sedikit ngeri dan tentu butuh perjuangan yang sangat berat untuk mengembalikan menjadi anak normal yang tidak memiliki pemikiran yang radikal," tambahnya.

Kemarin, Ais baru saja menjalani operasi pada tangannya. Ais juga disebut tidak mudah diajak berbicara, kecuali dengan orang tertentu seperti suster yang menjaganya. (posbelitung/ismed hs) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved