Lipsus Tambang Timah Beltim
Open Pit Nam Salu, Jejak Tambang Timah Terbuka yang Kini Menuju Geopark Dunia
Di masanya Open Pit merupakan tambang timah terbesar di Asia Tenggara.
POSBELITUNG.CO, BELITUNG TIMUR - Open Pit Nam Salu Gunung Kik Karak di Kecamatan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur (Beltim) merupakan jejak sejarah penambangan yang kini sudah menjadi destinasi wisata.
Di masanya Open Pit merupakan tambang timah terbesar di Asia Tenggara.
Menilik sejarah ke belakang tambang Open Pit dilansir dari posbelitung.co, cadangan timah di Nam Salu pertama kali ditemukan melalui ekplorasi dikelola oleh perusahaan asal Australia, PT Broken Hill Propriety Indonesia (BHPI).
Baca: Ada Tambang Terbuka PT Timah, Tokoh Pemuda: Rekrut Pekerja Lokal
BHPI tahun 1975 menemukan melalui pengeboran diamond drill hole (ddh) nomor 22 yang dipimpin oleh Ir Mulyadi N Lutis Norman.
Kemudian dilanjutkan pembangunan tambang bawah tanah membuktikan telah ditemukan cadangan besar-Nam Salu.
Selanjutnya pada awal 1980 tambang terbuka atau Open Pit Nam Salu mulai dikerjakan.
BHPI beroperasi hingga tahun 1983. Hingga tahun 1979, PT BHPI sedikitnya telah menggelontorkan investasinya senilai US$ 14,5 juta.
PT BHPI kesulitan mencari penambahan dana sebesar US$ 10 juta untuk meneruskan usaha pengeringan. Akhirnya pada tanggal 30 Juni 1983, PT BHPI memutuskan untuk menutup tambangnya.
Atas persetujuan pemerintah, terhitung tanggal 1 Mei 1985, perusahaan asal Jerman Barat Preussag Metal AG mengambil alih saham PT BHPI.
Usaha tambang dalam Kelapa Kampit kemudian dilanjutkan dengan menggunakan bendera PT Preussag Kelapa Kampit.
Penambangan PT Preussag Kelapa Kampit dilakukan di dua wilayah, yakni tambang terbuka (open pit) yakni pada daerah geologi yang disebut Nam Salu West, Lacet East Indocation VI, dan tambang dalam (underground).
Namun keberlangsungan PT Preussag Kelapa Kampit tak berlangsung lama. Pada tahun 1989 tambang dalam Kelapa Kampit dikelola oleh PT Gunung Kikara (GKM).
Selanjutnya pada 1990, secara resmi Preussag Metal AG menjual PT Preussag Kelapa Kampit kepada perusahaan Indonesia PT GKM.
Sayang, produksi PT GKM juga berusia pendek. Catatan dalam buku Sejarah Timah Indonesia, perusahaan ini hanya berproduksi selama tiga tahun.
Tempat wisata
Menjadi tempat wisata awalnya cikal bakal, eks Open Pit adalah dari ide sekelompok masyarakat sekitar Open Pit Nam Salu.
Yang kemudian dikembangkan masyarakat yang mengatas namakan Komunitas Pencinta Alam Kampit (Kompak).
Satu di antara pencentus tempat wisata Open Pit, adalah Tino Christian. Ia menjelaskan ide berawal dari kunjungannya bersama teman-temannya ke Open Pit.
Baca: Dosen Teknik Pertambangan UBB: Penambangan Ramah Lingkungan
Mereka ditanyai oleh penambang sekitar alasan mengunjungi tempat tersebut. Tino pun hanya menjawab, "Nganyau (jalan-jalan, red) be, bagus lokasinye dijadikan tempat wisata ini sih," ujarnya kepada penambang yang ada di sekitar lokasi Nam Salu.
Sontak saja penambang tersebut pun menertawai jawaban Tino saat itu. Dari wacana tersebut, Tino bersama teman-temannya berinisiatif mendirikan Komunitas Pencinta Alam Kampit (Kompak) yang nanti aktif mempromosikan lokasi wisata Open Pit.
"Masih banyak selintangan wisatawan yang tidak tahu, saat menemani mereka mengunjungi Open Pit, dikira mereka Open Pit peninggalan Belanda. Padahal bukan, ini dikerjakan PT BHPI Australia," jelas Tino.
Ia juga menjelaskan open pit berarti tambang terbuka dan Nam Salu yang berarti timah selatan.
"Jadi dulunya urat timah putih di Kelapa Kampit letaknya di utara, kebetulan Open Pit ini letaknya di selatan, jadi katakan Open Pit Nam Salu.
Kepala Desa Senyubuk Annasrul Hakim mengatakan, Open Pit Nam Salu berlokasi di Desa Senyubuk. Tempat wisata ini dikembangkan oleh masyarakat Desa Senyubuk dan Desa Mentawak.
Anas menjelaskan pada September 2016 lalu, tim pengelola geopark Nasional, yakni ITB 81 pernah mengunjungi tempat ini.
"Mereka datang ke sini melihat Open Pit. Mereka ini kebanyakan dari geologis melihat potensi Open Pit ini sangat baik untuk dijadikan geopark.
Mereka pun menghadap Bupati Beltim dan dijelaskan ini untuk memajukan pariwisata yang ada di Beltim. Bupati pun mendukung," ujar Anas.
Open Pit saat ini dalam proses UNESCO Global Geopark (UGG).
"Kita berupaya potensi pariwisata yang ada di Open Pit ke depannya bisa menjadi pendapatan untuk masyarakat sekitar," ujar Anas
Desa Senyubuk juga berupaya mendorong masyarakat sekitar Open Pit melalui pelatihan-pelatihan sadar wisata, dan pelatihan Bahasa Inggris melalui Disbudpar Kabupaten Beltim.
Tak hanya wisatawan lokal yang pernah berkunjung ke Open Pit, wisatawan mancanegara juga pernah singgah ke kawasan ini. Seperti dari Korea, Jepang, Perancis, German, Amerika, dan Belanda.
Ada juga yang mengadakan FGD di Desa Senyubuk, seperti wisatawan dari Vietnam, Myanmar, Malaysia, Filipina, dan Australia yang dibawah oleh rekan-rekan dari UGM.
Eks Sekretaris Badan Pengelola Geopark, Yuspian menjelaskan Open Pit merupakan satu diantara geo site dalam geopark Pulau Belitung berstatus nasional pada 2017 lalu.
Menurut Yuspian, Pulau Belitung memiliki warisan sejarah tambang timah terbuka dan terbesar di Asia Tenggara.
Haji Abdul Rivai Latif, mantan Kepala Produksi PT BHPI Autralia (Melbourne), menjelaskan PT BHP memiliki banyak cabang di negara luar Australia.
PT BHP di Indonesia hanya membuka tambang pertama kali di Pulau Belitung. Ia mengaku bekerja pada PT BHPI sejak 1972 hingga 1994 (22 tahun).
"Dulu kalau setop sehari saja, kami kehilangan sekitar hampir 15.000 US Dollar. Dulu waktu dolar sekitar Rp 400 lebih, jadi memang dijaga benar lah. Jadi mill operasi satu hari full jam 6 pagi sampai jam 6 sore. Ada istilah full servis produksi," kata Rivai ditemui Selasa (9/10/2018).
Pada saat itu peleburan timah terpaksa dikirim ke Pulau Penang di Malaysia.
"Grade-nya timah ada dua dulunya. Kalau low grade di bawah 30 persen dikirim ke kapal PAS ke Inggris. Dari Pulau Penang ada yang lewat Singapura untuk ke Inggris, high grade dari Penang langsung ke Malaysia," ujar Rivai. (q5)
