TAJUK RENCANA

Ketika UU Pers Tak Kuasa Hadapi Gerusan Zaman

Insan pers adalah mereka yang setiap ucapannya adalah kebenaran, tatap matanya tajam merekam fakta dan hela nafasnya selalu menghembuskan kejujuran

pos belitung
IBNU TAUFIK Jr - Pemimpin Redaksi Bangka Pos Grup 

Coba kita simak kembali, pasal per pasal di UU tersebut yang memiliki paksaan atau ancaman hukuman badan terhadap insan pers dalam pekerjaannya. Satu-satunya ancaman hukuman badan yang diatur dalam UU tersebut justru diterapkan kepada pihak luar yang menghalang-halangi pekerjaan insan pers.

Kalaupun ada ancaman terhadap insan pers, hal tersebut dialamatkan kepada organisasi media. Dan ancamannya bukanlah hukuman badan, melainkan hukuman denda. Sakti betul memang posisi wartawan sesuai yang diatur di UU tersebut. Wartawan adalah profesi yang nyaris tak tersentuh.

Segala khilaf, tidak profesionalnya jurnalis, atau bahkan barangkali kesengajaan insan pers yang merugikan pihak lain lewat produk jurnalistiknya harus diselesaikan lewat mediasi. Jika menggunakan azas equality before the law, tentu tidaklah berlebihan jika status istimewa yang disandang oleh jurnalis ini perlu untuk didiskusikan ulang.

Namun lagi-lagi ketika kita kembali pada sejarah lahirnya undang-undang ini, maka kita akan sangat paham. Sebab undang-undang tersebut lahir untuk menjawab tantangan zaman kala itu. UU No.40/1999 lahir saat suasana kebatinan insan pers traumatis atas penindasan pemerintahan yang otoritarian.

Saat kita mengambil posisi dari sudut pandang pers yang ideal, tentu kita akan menentang keras ide mempertanyakan relevansi UU Pers ini. Sebab seyogyanya pers memang hadir untuk mengemban misi-misi mulia yang di dalamnya adalah orang-orang berintegritas.

Insan pers adalah mereka yang setiap ucapannya adalah kebenaran, tatapan matanya tajam merekam fakta dan hela nafasnya selalu menghembuskan kejujuran.

Kita paham betul, pers yang ideal adalah pers yang mengedepankan fungsi kontrol sosial, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta meneguhkan kebhinekaan.

Kini, pertanyaan berikutnya adalah, apakah semua dari kita masih mengemban misi-misi tersebut? Bukankah kita juga semakin kentara melihat pragmatisme dalam kehidupan pers kita?

Boleh jadi kita masih berada di jalur yang mengutamakan akurasi, berkata benar demi terwujudnya fungsi pers sebagai pengawasan, kritik, koreksi untuk terwujudnya keadilan dan kebenaran.

Mungkin sejauh ini kaki kita masih berpijak pada prinsip-prinsip idiologis yang menjaga kehormatan dan marwah pers. Namun bukankah kita juga dengan nyata melihat bagaimana nadi kita makin lemah menghadapi kekuatan dahsyat bernama kapital. Tekanan yang kita hadapi untuk mempertahankan eksistensi kita terus terdesak oleh nafas kita sendiri yang mulai sesak.

‘Pembredelan’ yang dulu kita takutkan dari penguasa otoriter kini justru hadir dalam bentuk lain yang lebih mematikan. ‘Pembredelan’ bentuk baru ini bahkan tidak menyerang dari luar, namun menjadi virus endemik yang tanpa kita sadari singgah di diri kita.

Pembredelan yang berubah ujud menjadi virus pragmatisme dan bertahan hidup ini muncul benar-benar di saat pertahanan tubuh kita dalam kondisi yang sangat lemah.

Coba kembali kita hitung, berapa banyak media cetak yang tumbang belakangan ini lantaran desakan kapital. Kalaupun masih bertahan, bisa dipastikan media utamanya cetak kondisinya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Sekali lagi, gambaran ini barangkali bukan untuk kita. Namun saat kita sedang berusaha mencari sejuta argumen bahwa kita bukan dalam posisi itu, maka saat itu pula banyak media dan insan pers mermazab pragmatisme yang tengah menikmati keadaan yang sedang kita perdebatkan ini.

Dan pertanyaan terakhir yang harus dijawab adalah, apakah UU No.40/1999 tentang Pers yang menjadi nafas kita masih relevan saat ini? Kita percaya, pers yang independen masih dibutuhkan untuk mengiringi kehidupan berbangsa dan bernegara kita menjadi semakin beradab.

Kebebasan pers tetap harus ditegakkan, namun kita butuh semacam vaksin baru untuk menangkal virus internal yang kini bersarang di dalam tubuh kita sendiri. Selamat Hari Pers Nasional. (*)

Sumber: Pos Belitung
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved