Peneliti Australia Temukan Tes yang Bisa Deteksi Covid-19 dalam 20 Menit

kata para peneliti, hasil tes ini juga dapat menentukan apakah seseorang sudah pernah terinfeksi virus corona atau belum....

WILLIAM WEST / AFP
Para peneliti Australia berhasil menemukan suatu tes yang dapat mendeteksi keberadaan virus corona di tubuh hanya dalam waktu 20 menit. Foto: Seorang tenaga medis berbicara pada orang-orang yang mengantre di luar tempat pengetesan Covid-19 yang berada di The Royal Melbourne Hospital, Melbourne, Australia, pada Kamis, 16 July 2020. 

Hasil tes ini juga dapat menentukan apakah seseorang sudah pernah terinfeksi virus corona atau belum

POSBELITUNG.CO -- Sampai saat ini, para peneliti di dunia terus melakukan upaya untuk memerangi virus corona atau covid-19.  

Tak terkecuali dengan para peneliti di Monash University, Australia.

Adapun kabar terbaru dari penelitian tersebut, para peneliti telah menemukan suatu tes yang dapat mendeteksi keberadaan infeksi virus corona di tubuh hanya dalam waktu 20 menit.

Dilansir dari Reuters (17/7/2020) tes ini menggunakan sampel darah dan mereka mengatakannya sebagai sebuah terobosan pertama di dunia.

Bahkan, kata para peneliti, hasil tes ini juga dapat menentukan apakah seseorang sudah pernah terinfeksi virus corona atau belum.

Nikita Mirzani Ogah Beri Doa, Malah Prediksi Hubungan Billy & Amanda Manopo: Setahun Dua Tahun Putus

"Penerapan jangka pendek termasuk identifikasi kasus dan pelacakan kontak secara cepat untuk membatasi penyebaran virus, sementara skrining penduduk untuk menentukan jangkauan infeksi virus di masyarakat adalah keperluan jangka panjang," kata peneliti itu dalam hasil studi yang diterbikan di jurnal ACS Sensors, Jumat (17/7/2020), dikutip dari Reuters.

Tim dalam penelitian itu dipimpin oleh BioPRIA dan Departemen Teknik Kimia Monash University, termasuk para peneliti dari ARC Centre of Excellence di Convergent BioNano Science and Technology (CBNS).

Dalam tes itu, mereka menggunakan 25 mikroliter plasma dari sampel darah, mencari aglutinasi, atau pengelompokan sel darah merah, yang disebabkan oleh virus corona.

Jika tes swab saat ini digunakan untuk mengidentifikasi orang yang terinfeksi virus corona, maka pengujian aglutinasi (analisis untuk mendeteksi keberadaan dan jumlah suatu substansi dalam darah) juga dapat  menentukan apakah seseorang pernah terinfeksi (sudah sembuh).

Ratusan sampel, kata mereka, dapat dites setiap jam.

Mereka berharap tes itu juga dapat digunakan untuk mendeteksi kemunculan antibodi sebagai respons terhadap vaksinasi sehingga membantu uji klinis.

Paten untuk inovasi tersebut telah diajukan dan para peneliti saat ini mencari dukungan pemerintah dan komersial agar dapat meningkatkan produksi.

Lihat Millen Datang Pakai Baju Seksi, Anak Ashanty Tanya Jenis Kelaminnya: Itu Cewek apa Cowok Sih?

Ada Tambahan 77.300 Kasus Covid-19 di AS dalam Sehari

Amerika Serikat (AS)  melaporkan ada tambahan 77.300 kasus Covid-19 pada Kamis (16/7/2020).

Ini merupakan rekor tertinggi tambahan kasus Covid-19 di sebuah negara dalam sehari.

Dilansir dari The Guardian (17/7/2020), AS terus membuat rekor kasus harian Covid-19 dalam beberapa hari belakangan.

Hingga saat ini, Jumat (17/7/2020), AS adalah negara yang terdampak pandemi virus corona paling parah.

Ada lebih dari 3,5 juta kasus Covid-19 dan 138 ribu kematian di Negara Paman Sam itu.

Meski kasus Covid-19 melonjak di AS, pemerintahan Donald Trump terus menganjurkan agar sekolah dibuka kembali.

Pada Kamis, sekretaris pers Gedung Putih, Kayleigh McEnany, membela anjuran Trump untuk membuka sekolah, meski khawatir mengenai penyebaran virus corona di ruang kelas.

Malam Ini Siaran Langsung Kualifikasi MotoGP 2020, Live Trans 7 Akses di Sini

Sejumlah pejabat sekolah juga mengkhawatirkan siswa dan staf sekolah karena berpotensi tertular Covid-19 jika pengajaran tatap muka langsung kembali dilakukan.

"Ilmu pengetahuan seharusnya tidak menghentikan ini," kata McEnany.

"Ilmu pengetahuan berada di pihak kita di sini." kata dia menambahkan.

Inggris, AS, dan Kanada Tuduh Rusia Berusaha Mencuri Data Vaksin Covid-19

Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris (NCSC) pada Kamis (16/7/2020) mengatakan para hacker yang didukung pemerintah Rusia berusaha mencuri data vaksin Covid-19.

Tidak hanya itu, kata NCSC, mereka juga mencuri hasil riset pengobatan Covid-19 dari institusi farmasi dan akademik di seluruh dunia.

Dilansir dari Reuters (17/7/2020), Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada menyatakan serangan siber itu berasal dari kelompok APT29 yang dikenal sebagai "Cozy Bear".

Ketiganya meyakini operasi kelompok itu merupakan bagian dari aktivitas intelejen Rusia.

Direktur Operasi NCSC, Paul Chichester, mengutuk serangan para hacker tersebut.

Kasus Editor Metro TV Tewas, Rekan Sekantor Diduga Terlibat, Ada Barang Bukti Baru Ditemukan

"Kami mengutuk serangan keji ini, serangan kepada mereka yang melakukan pekerjaan penting untuk melawan pandemi virus," kata Chichester seperti dikutip dari Reuters.

Hasil studi awal para ilmuwan Kings's College di Inggris menunjukkan kekebalan yang dimiliki pasien sembuh dari Covid-19 hanya bertahan beberapa bulan. Foto: Perusahaan farmasi Zydus Cadila pada 3 Juli 2020 merilis foto seorang pekerja farmasi yang memperlihatkan vaksin yang dikembangkan perusahaan itu untuk mencegah infeksi virus corona. (HANDOUT / ZYDUS CADILA / AFP)
Hasil studi awal para ilmuwan Kings's College di Inggris menunjukkan kekebalan yang dimiliki pasien sembuh dari Covid-19 hanya bertahan beberapa bulan. Foto: Perusahaan farmasi Zydus Cadila pada 3 Juli 2020 merilis foto seorang pekerja farmasi yang memperlihatkan vaksin yang dikembangkan perusahaan itu untuk mencegah infeksi virus corona. (HANDOUT / ZYDUS CADILA / AFP)

Kantor berita Rusia, RIA, mengabarkan bahwa Rusia, melalui juru bicara Dmitry Peskov, menolak tudingan Inggris itu.

Tudingan itu, kata Peskov, tidak didukung oleh bukti yang layak.

Rusia dituduh egois

Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, mengatakan aksi intelejen Rusia yang menggunakan hasil kerja penanganan pandemi sebagai targetnya "benar-benar tidak dapat diterima"

"Saat yang lain mengejar kepentingan pribadinya dengan perilaku sembrono, Inggris dan sekutunya meneruskan kerja kerasnya menemukan vaksin dan melindungi kesehatan global," kata Raab.

NCSC mengatakan serangan APT29 masih berlanjut dan menggunakan berbagai peralatan dan teknik, termasuk spear-phising dan custom malware.

Selain itu, NCSC menyatakan APT29 terus menargetkan organisasi yang terlibat dalam pengembangan dan riset vaksin Covid-19.

Sementara itu, pihak berwenang Kanada mengatakan serangan-serangan tersebut menghalangi upaya tanggap dan dengan demikian risiko dalam organisasi kesehatan meningkat.

Sebelumnya, pada bulan Mei, Inggris dan Amerika Serikat mengatakan bahwa jaringan peretas menargetkan organisasi nasional dan internasional yang merespons pandemi virus corona.

Namun, serangan-serangan seperti itu belum secara tegas dihubungkan ke pemerintah Rusia.

(TribunnewsWiki/Tyo)

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul 

Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved