Desa Stunting Belitung Bertambah, Pola Asuh Orang Tua Penentu Status Gizi Anak

Desa yang masuk dalam kategori desa stunting di Belitung bertambah. Per Februari 2021 mencapai delapan desa, enam di antaranya di Kecamatan Sijuk.

Penulis: Adelina Nurmalitasari | Editor: M Ismunadi
Pos Belitung/dokumentasi
Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung Nita Merzalia. 

POSBELITUNG.CO, BELITUNG - Desa yang masuk dalam kategori desa stunting di Belitung bertambah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung pada Agustus 2020, ada satu desa yang memiliki prevalensi stunting di atas 20 persen.

Jumlahnya mengalami peningkatan per Februari 2021 mencapai delapan desa, enam di antaranya di Kecamatan Sijuk.

Prevalensi stunting juga mengalami peningkatan, dari 6,99 persen menjadi 7,33 persen. 

Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung Nita Merzalia mengatakan meningkatnya prevalensi stunting bisa saja berhubungan dengan pandemi.

Lantaran aktivitas yang dibatasi, sehingga ada anak yang tidak terpantau status gizinya. 

"Sehingga yang tadinya biasa datang (ke Posyandu) jadi tidak datang. Kalau tidak, didatangi petugas, itupun ada keluarga yang menolak, sehingga balita yang diukur tidak sebanyak tahun sebelumnya, sehingga pembaginya kecil dan persentase prevalensi besar," katanya, Rabu (21/7/2021). 

Ia menjelaskan, risiko stunting bisa dikurangi dengan pola asuh orang tua.

Misalnya bayi yang saat lahir panjang badannya kurang dari 48 sentimeter, memiliki risiko stunting, namun dengan pemberian nutrisi yang cukup maka stunting bisa dicegah. 

"Kami hanya bisa mengedukasi, bagaimana penerapan dikeluarga harus dilakukan sendiri. Masa maksimal mengoreksi supaya stunting tidak berlanjut sampai usia anak dua tahun. Bagaimana ibu memberikan nutrisi dengan menyiapkan menu seimbang, serta mengontrol pertumbuhan dan perkembangan," jelasnya.

Koreksi gizi pada anak berusia di atas dua tahun yang berisiko stunting juga masih bisa dilakukan meskipun tidak maksimal.

Caranya dengan membuat anak melakukan aktivitas fisik seperti melompat dan berenang, serta banyak minum air putih.

Juga tetap didukung dengan pemberian nutrisi dengan menyiapkan menu seimbang.

Nita menyebutkan, langkah pencegahan paling pentingpada kasus stunting.

Tindakan pencegahan bukan hanya dilakukan dinas kesehatan saja, namun perlu kerjasama lintas sektor. 

"Ada inisiasi dari PKK dari Balita dengan memberikan makan tambahan berbasis komoditas lokal dengan memanfaatkan pekarangan rumah keluarga dengan menanam sayur dan diolah menjadi menu seimbang. Terutama di Kecamatan Sijuk, ada desa menganggarkan makan tambahan selama satu bulan pada balita dan ibu hamil," jelasnya. 

Dari masa kehamilan, ibu hamil harus cukup gizinya, tidak anemia, tidak kurang energi kronis (KEK) ditandai lingkar lengan lebih dari 23,5 sentimeter.

Kalau ibu hamil mengalami itu maka risikonya lebih besar mengalami bayi yang nantinya akan menjadi stunting.

Selain itu, jauh sebelumnya dimulai dari remaja putri.

Makanya Kementerian Kesehatan membuat program memberikan tablet tambah darah bagi remaja putri, setiap pekan minum tablet tambah darah.

Ketika sudah menstruasi, darah yang keluar harus diganti, sehingga mereka tidak anemia.

Kami juga mengedukasi menu seimbang sehingga tidak kekurangan zat besi. 

"Ada kendala pemberian tablet tambah darah dimasa pandemi, karena remaja perempuan tidak sekolah, sehingga kami kesulitan memberikan tablet tambah darah. Makanya diperlukan dukungan dari keluarga," tuturnya. 

Data Desa Stunting per Februari 2021

- Desa Kacang Butor: 23,20
- Desa Pulau Gersik: 26,76
- Desa Air Selumar: 21,76
- Desa Sungai Padang: 20,71
- Desa Batu Itam: 21,60
- Desa Tanjung Binga: 22,27
- Desa Keciput: 21,13
- Desa Tanjung Tinggi: 25,00

Data Desa Stunting per Agustus 2020
- Desa Tanjung Binga: 22,75

(Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari) 

Sumber: Pos Belitung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved