Berita Belitung
Pernikahan di Bawah Umur Rawan Sebabkan Nikah Secara Siri
Tibroni mengatakan, kasus pernikahan di bawah umur yang tercatat di kantor urusan agama masih terjadi.
Penulis: Adelina Nurmalitasari |
POSBELITUNG.CO, BELITUNG -- Kasi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Belitung Ahmad Tibroni mengatakan, kasus pernikahan di bawah umur yang tercatat di kantor urusan agama masih terjadi.
Berdasarkan data, tak terjadi perubahan jumlah pernikahan di bawah umur pada 2019 dan 2020 yakni ada 61 kasus.
"Data ini yang sudah melalui isbat nikah untuk dispensasi. Kalau tidak mengikuti isbat nikah, mereka nikah siri lebih banyak. Yang tidak melapor ke kemenag, tidak mendapat rekomendasi, akhirnya nikah secara siri," ungkap Tibroni saat dikonfirmasi Posbelitung.co, Kamis (29/07/2021).
Tidak hanya itu, pernikahan di bawah umur juga kerap diikuti pernikahan secara siri yang menyebabkan pernikahannya tidak tercatat di kantor urusan agama.
Permasalahan berikutnya, akan sulit mencatatkan dokumen kependudukan meski kini sudah diperbolehkan dengan menggunakan nama ibu.
Ia menjelaskan, pasangan yang menikah di bawah umur tetap akan mendapat penolakan dari KUA berupa dokumen F9.
Prosedurnya, setelah ditolak, pasangan harus mendapatkan rekomendasi berupa dispensasi nikah dari pengadilan agama. Jika sudah mendapatkan dispensasi, barulah pernikahan bisa dicatat sesuai prosedur.
Pernikahan di bawah umur umumnya masih terjadi di Kecamatan Membalong.
Faktor penyebab pernikahan di bawah umur yang terjadi karena kurangnya peran orang tua dalam pengawasan pergaulan anak.
"Kemudian dari pendidikan serta faktor lingkungan yang mendukung. Kalau anak ini tidak ada kegiatan, akhirnya tidak membatasi pergaulan sehingga mengarah ke pergaulan bebas sehingga berakhir nikah dini. Dari segi teknologi, mereka rata-rata walau tidak punya uang, tapi punya hape hingga nonton yang tidak seharusnya," jelas Tibroni.
Di samping itu, pernikahan dini juga masih terjadi karena ada stigma di tengah masyarakat kalau punya anak perempuan, dapur, sumur, dan kasur, sehingga banyak orang tua yang cenderung menikahkan anaknya ketika tak lagi melanjutkan ke pendidikan tinggi.
"Orang tua ini mereka menganggap daripada anak tidak sekolah, kerja tidak, akhirnya dorongan kuat untuk menikahkan anak. Semestinya anak tidak lagi sekolah, banyak kegiatan yang patut diikuti anak semisal pelatihan menjahit atau mengelas yang dapat diikuti," ungkapTibroni.
Ditambah, ada anggapan yang menganggap pernikahan di bawah umur sebagai hal lumrah, bukan lagi hal yang memalukan. Makanya, peran mengatasi pernikahan di bawah umur ini harus digalakkan bersama dari orang tua, masyarakat, termasuk pemerintah.
Padahal imbas pernikahan di bawah umur bisa menyebabkan permasalahan dari segi kesehatan akibat kondisi fisik yang belum siap. Kemudian belum siapnya secara psikologis menyebabkan rawannya terjadi perceraian.
Berikut data pernikahan di bawah umur lima tahun terakhir
2016: 45
2017: 57
2018: 57
2019: 61
2020: 61
