Dosen UBB Sebut Kenaikan Harga Elpiji Non Subsidi Berikan Efek Berantai
Naiknya gas non subsidi hampir sebagian pelaku usaha maupun rumah tangga melakukan peralihan penggunaan kemasan isi ulang tabung gas 3 kilogram.
Penulis: Cepi Marlianto |
POSBELITUNG.CO, BANGKA - Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung (UBB) Dr Devi Valeriani mengatakan, kondisi peningkatan harga isi ulang Liquefied Petroleum Gas (LPG) pada kemasan 5,5 dan 12 kilogram memberi dampak yang berantai bagi pelaku usaha dan rumah tangga.
Menurutnya, jika dilihat dari sisi rumah tangga terjadi peningkatan pengeluaran dengan adanya kenaikan tersebut, sedangkan pendapatan yang diterima setiap bulannya belum tentu meningkat.
Sehingga langkah yang dilakukan oleh rumah tangga adalah berupaya mengurangi pengeluaran sekundernya, yang berimplikasi dengan mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.
"Pada sisi pelaku usaha, otomatis akan terjadi efek sebab akibat, di mana penyebab meningkatnya harga gas elpiji maka akan berakibat kepada peningkatan harga produksi dari produk yang akan dihasilkan, sehingga berujung kepada meningkatnya harga jual produk," kata dia kepada Bangkapos.com, Kamis (3/2/2022).
Devi berujar, dengan naiknya gas non subsidi hampir sebagian pelaku usaha maupun rumah tangga melakukan peralihan penggunaan kemasan isi ulang tabung gas 3 kilogram. Alasannya sederhana karena isi tabung gas melon lebih murah, subsidi dan tidak mengalami kenaikan.
Belum lagi prosedur untuk mendapatkan tabung elpiji melon tersebut harus mengikuti ketentuan seperti hanya boleh membeli dengan pembatasan satu tabung dan disarankan untuk membawa Kartu Keluarga.
"Langkah-langkah tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah membatu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan akan tabung gas isi 3 kilogram tersebut, benar-benar tepat sasaran dan tepat manfaatnya," jelas Devi.
Di samping itu lanjut dia, kenaikan harga tersebut disinyalir karena seiring dengan harga elpiji yang naik sehingga membuat pemerintah ditempatkan dalam posisi yang penuh dilema, pada satu sisi membuat pemerintah menanggung selisih harga penjualan semakin besar, dan beban.
Ditambah pilihan untuk meningkatkan harga jual elpiji tentu akan berdampak luas. Dilema tersebut terasa dikarenakan daya beli masyarakat akan semakin menurun, dikarenakan tidak berimbangnya dengan pendapatan rumah tangga.
"Efeknya akan terjadi peningkatan inflasi yang akan dirasakan oleh rumah tangga, terutama kelompok menengah bawah," ungkapnya.
Kendati demikian kata Devi, kenaikan harga gas elpiji non subsidi kemasan 5,5 dan 12 kilogram merupakan aturan dari pemerintah pusat, sehingga para stakeholder di daerah tidak bisa menjalankan aturan di luar yang sudah ditetapkan tersebut.
Dengan kondisi ini, setiap kenaikan harga komoditas yang merupakan kebutuhan masyarakat akan ditanggapi dengan berbagai kontra oleh masyarakat, namun pemerintah tetap memberikan solusi dengan memperhatikan masyarakat kelas menengah ke bawah dengan skema yang berbeda berupa bantuan subsidi.
"Namun untuk harga gas elpiji kemasan 3 kilogram tidak mengalami kenaikan, dengan Harga Eceran Tertinggi (HET-red) saat ini berada pada Rp18 ribu per tabung. Bahkan pemerintah sudah menjamin tidak akan ada kenaikan harga untuk gas subsidi tersebut," kata Devi.
(Bangkapos.com/Cepi Marlianto)
