Pos Belitung Hari Ini

Triliunan ‘Uang Kotor' Jadi Modal Pemilu, PPATK Endus Indikasi Praktik Uang dalam Proses Pemilu 2024

Sebut saja salah satunya yakni Green Financial Crime (GFC) atau tindak pidana yang berkaitan dengan sumber daya alam.

Istimewa
Pos Belitung Hari Ini, Rabu (15/2/2023) 

POSBELITUNG.CO, JAKARTA - Triliunan rupiah 'uang kotor' yang berasal dari hasil korupsi dan sumber ilegal lainnya diduga dijadikan sumber pembiayaan di kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu).

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kini tengah berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengungkap hal tersebut.

"Kita menemukan ada beberapa memang indikasi ke situ dan faktanya memang ada, nah itu kita koordinasikan terus dengan teman-teman dari KPU-Bawaslu," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana saat rapat dengan Komisi III DPR RI, Selasa (14/2/2023).

Ivan menyebut 'uang kotor' itu berasal dari sejumlah transaksi ilegal dan digunakan oleh para politikus secara personal. Namun, dia enggan mengungkap angka pasti dan tokoh politikus yang dimaksud.

"Jumlah agregatnya, nggak bisa saya sampaikan di sini. Pokoknya besar, triliunan lah angkanya," sambungnya.

Adapun jumlah sebesar ini diasumsikannya berdasarkan beragam sumber tindak pidana. Sebut saja salah satunya yakni Green Financial Crime (GFC) atau tindak pidana yang berkaitan dengan sumber daya alam.

Menurut data PPATK sendiri selama 2022 aliran dana menyangkut GFC menyentuh hingga Rp4,8 triliun.

"Kalau masuk ke orang-orang tertentu yang kita duga sebagai political person itu ya ada, banyak juga. Saya tidak bisa sebutkan," tambahnya.

Anggota Parpol

Dugaan pembiayaan pemilu dari hasil korupsi dan sumber ilegal lain itu disampaikan Ivan menjawab pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman.

Mulanya, Benny mengungkapkan kekecewaannya karena PPATK tidak membeberkan laporan secara detail terkait aliran dana kasus korupsi dan perjudian.

"Kami ingin menggunakan penjelasan narasi yang bapak pakai data untuk menjalankan tugas pengawasan anggota dewan, kalau begini apa yang kami lakukan," kata Benny.

"Korupsi bagaimana ini, perjudian di mana, siapa judi ini, bagaimana bapak tahu judi. Enggak ada gambaran kita," sambungnya.

Menurut dia, aliran dana dari dugaan kasus korupsi dan perjudian itu perlu ditelusuri. Apalagi, ia mendengar menjelang tahun politik, ada dana besar yang digunakan untuk persiapan agenda penundaan Pemilu.

"Saya dengar dananya banyak sekali untuk penundaan pemilu, pakai dana untuk menunda pemilu banyak sekali dana-dana itu, yang enggak nampung lewat bank bisa langsung," beber Benny.

Oleh karena itu, Benny meminta Kepala PPATK menjelaskan lebih detail terkait aliran dana untuk kasus korupsi. Dia meminta Kepala PPATK tak hanya membacakan paparan saja. Menurut dia, masih banyak hal yang perlu dijelaskan dari paparan tersebut.

"Korupsi bagaimana ini, perjudian di mana, siapa judi ini, bagaimana Bapak tahu judi. Enggak ada gambaran kita," ujar Benny.

"Korupsi yang jahat itu kok disembunyikan, narkotika jahat juga. Korupsi mana? Tadi hanya ditayangkan teroris itu pun ditayangkan seperti itu, jelaskan kepada kita dari mana masuk siapa yang uang bawa siapa yang terima di sini," ujarnya.

Tak hanya Benny menyinggung dugaan 'uang kotor' untuk pembiayaan pemilu itu. Sebelumnya anggota Komisi III DPR RI Supriansyah juga menyoroti hal tersebut.

Ia menyinggung kasus beberapa waktu lalu mengenai adanya aliran dana tak lazim yang cukup besar masuk ke kantong salah seorang anggota parpol yang diduga digunakan dalam aktivitas Pemilu.

"Ada dugaan aliran dana tak lazim sebesar Rp1 triliun ke kantong oknum anggota parpol. Yang disinyalir, itu adalah kerugian global dan seterusnya," ujarnya.

Menjawab hal itu, Ivan kemudian menyebut bahwa PPATK memang telah menemukan aliran uang dari hasil tindak pidana korupsi digunakan untuk pendanaan pemilu.

Pihaknya terus bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu untuk menindaklanjuti temuan tersebut. "Dan alhamdulillah hasilnya memang kita melihat ya potensi itu ada. Dan faktanya memang kita melihat potensi itu ada," kata Ivan.

Indikasi TPPU itu kata Ivan terjadi di berbagai tingkatan proses pemilu. Mulai dari pemilihan legislatif (Pileg) hingga pemilihan kepala daerah (Pilkada).

"Ya di semua kita ikuti, tidak di dalam satu segmen tertentu, ya mau kepala daerah tingkat 1 tingkat 2 sampai seterusnya," ungkap dia.

Lebih jauh, Ivan menyebutkan bahwa PPATK sudah menelusuri dugaan aliran dana itu pada dua periode pemilu sebelumnya. Namun, dia enggan mengungkap dengan tegas apakah aliran dana tersebut beredar di Pemilu nasional atau daerah.

"Kita sudah ngikutin dari sejak lama ya, karena kan PPATK sudah sekitar dua kali periode pemilu ini kita melakukan riset terus kan setiap pemilu," katanya.

Gandeng Bawaslu

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU).

Langkah ini merupakan salah satu bagian penting dari upaya PPATK untuk meningkatkan sinergi dan kerja sama dalam rangka pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta pencegahan dan penindakan pelanggaran dan pengawasan dana kampanye pada penyelenggaraan pemilu dan pemilihan presiden tahun 2024.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan pentingnya pengawasan sejak dini guna mencegah tindakan politik uang yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

ôProses awal Pemilu 2024 tengah berlangsung. Kita sama-sama ciptakan Pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas, demi kepemimpinan yang amanah,ö ujar Ivan dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Rabu (8/2/2023) lalu.

Manfaat dari penyusunan perjanjian dengan Bawaslu yang dapat diperoleh PPATK terkait pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan PPATK antara lain kata Ivan, pihaknya dapat melakukan kerja sama dengan Bawaslu dalam pertukaran informasi yang terdiri namun tidak terbatas pada peserta pemilihan umum, penyelenggara pemilihan umum, pihak terkait, dan hasil kajian baik yang dilakukan sendiri maupun bersama-sama.

Ke depannya, kebutuhan riset oleh PPATK akan semakin meningkat mengingat kemajuan zaman dan modus kejahatan TPPU semakin bervariasi.

"Selain itu adanya kebutuhan untuk melakukan pengkinian National Risk Assessment (NRA) berdasarkan rekomendasi FATF, menuntut PPATK harus bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan strategis dalam melakukan penelitian antara lain dengan lembaga yang memiliki spesialisasi pada isu tertentu guna menghasilkan penelitian yang tepat sasaran, tak terkecuali Bawaslu," kata Ivan.

Fungsi Pengawasan

Sementara Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menganggap kerja sama ini penting mengingat Bawaslu merupakan penyelenggara pemilu yang bertugas menjalani fungsi pengawasan.

"Diharapkan dengan adanya penandatanganan ini, potensi pelanggaran dapat diantisipasi sejak dini," harap Bagja.

Dia mengatakan beberapa klausul lingkup kerja sama ini, akan digunakan sebagai pedoman pengawasan di lapangan seperti pertukaran informasi, penelitian, dan sosialisasi.

"Dengan penandatangan kerja sama oleh Bawaslu dan PPATK ini adalah bentuk konkret untuk mewujudkan pemilu yang adil, transparan, akuntabel, dan berintegritas," terang aktifis gerakan mahasiswa untuk era reformasi itu.

(tribun network/mam/dod)

Sumber: Pos Belitung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved