Profil Artis

Biodata dr Djaja Surya Atmadja, Ahli Forensik yang Bantah Mirna Tewas Karena Sianida

dr Djaja Surya Atmadja mengungkapkan bahwa penyebab kematian Mirna bukanlah sianida....

YouTube
dr Djaja Surya Atmadja, dokter ahli patologi forensik sekaligus dosen senior di UI. Ia juga merupakan dokter forensik DNA pertama di Indonesia. 

POSBELITUNG.CO -- Nama dokter Djaja Surya Atmadja baru-baru ini muncul dan menjadi sorotan.

Dokter sekaligus ahli forensik dr Djaja Surya Atmadja jadi sorotan lantaran dirinya meyakini Mirna Salihin bukan tewas karena sianida.

Seperti diketahui, kasus kontroversial pembunuhan Mirna Salihin, yang dikenal dengan julukan 'Kopi Sianida,' kembali menjadi perbincangan setelah dirilisnya film dokumenter berjudul 'Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.'

Film dokumenter ini mengulas sejumlah tahapan dalam proses hukum yang terkait dengan kematian Mirna Salihin.

Kasus ini menarik perhatian luas karena dianggap memiliki banyak kejanggalan.

Salah satu permasalahan yang terungkap dalam film tersebut adalah penemuan sianida sebesar 0,2 mg/liter di dalam lambung Mirna Salihin.

Hal ini disampaikan oleh dr. Djaja Surya Atmaja saat menjadi bintang tamu di saluran YouTube dr. Richard Lee.

Baca juga: Heboh Film Dokumenter Kasus Kopi Sianida, Hotman Sorot Bukti Kasus dan Ungkap Cara Bebaskan Jessica

Baca juga: Biodata Irjen Krishna Murti, Medsos Sang Jenderal Diserbu Netizen usai Heboh Dokumenter Ice Cold

Baca juga: Jokowi Sebut Harga Beras Masih Murah Dibanding Brunei - Singapura, di Belitung Warga Beli Beras SPHP

dr Djaja Surya Atmadja mengungkapkan bahwa penyebab kematian Mirna bukanlah sianida. ( tonton videonya di sini)

Sosok dr Djaja Surya Atmadja, Dokter yang Sebut Tak Temukan Sianida di Jenazah Mirna, Karir Mentereng
Sosok dr Djaja Surya Atmadja, Dokter yang Sebut Tak Temukan Sianida di Jenazah Mirna, Karir Mentereng (pddikti.kemdikbud.go.id / youtube/dr. Richard Lee, MARS)

Menurut hasil pemeriksaan dari beberapa sampel organ Mirna, tidak ditemukan adanya sianida.

dr Djaja Surya Atmadja adalah dosen senior di Departemen Kedokteran Forensik dan Medico-legal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Dikutip dari halaman Linkdn miliknya, sebagai Ahli Patologi Forensik, dr Djaja terlibat dalam berbagai investigasi kematian mediko-legal, termasuk investigasi pembunuhan serta kematian di tempat kerja dan kematian dalam lingkungan perawatan medis dan perawatan kesehatan.

Sebagai Penyelidik Forensik Klinis, ia juga terlibat dalam berbagai penyelidikan forensik klinis, termasuk masalah kriminal seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan dan penelantaran anak, pemerkosaan dan penyerangan seksual, pembunuhan tidak disengaja, penyelidikan malpraktik, dan kasus asuransi.

Bahkan dia satu satunya ahli forensik yang handal di Indonesia.

Lantas seperti apa sosok dr Djaja Surya Atmadja?

Dokter Djaja Surya Atmadja bekerja sebagai seorang ahli forensik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Djaja Surya Atmadja lahir di Jakarta pada 19 Mei 1960.

Dokter Djaja Surya Atmadja
Dokter Djaja Surya Atmadja (YOUTUBE)

dr. Djaja Surya Atmadja merupakan salah satu dokter ahli forensik sekaligus dokter forensik DNA pertama di Indonesia.

Baca juga: Biodata Ernie Meike, Istri Rafael Alun yang Terima Gaji Rp30 Juta di Perusahaan Konsultan Pajak

Baca juga: Harga Oppo A78 4G Varian 8/256GB dan Oppo A78 5G Varian 8/128Gb di Oktober 2023 Selisih Rp400 Ribuan

Baca juga: Bacaan Doa Meminta Hujan Sesuai Ajaran Rasulullah, Lengkap dengan Arab, Latin dan Arti

Dia juga merupakan dosen senior di Departemen Kedokteran Forensik dan Medico-legal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Kariernya sebagai ahli forensik pun sudah dijajakinya sejak lama.

dr. Djaja Surya Atmadja merupakan alumni fakultas kedokteran Universitas Indonesia tahun 1986, yang akhirnya mendalami soal studi forensik.

Ia melanjutkan studi magister dengan mengambil jurusan Spesialis Forensik Medikolegal di UI selama 3 tahun.

Bukan hanya bergelar sarjana kedokteran, Djaja juga menyelesaikan studi sarjananya di jurusan Ilmu Hukum Universitas Indonesia.

Pendidikan studi forensik kembali dilanjutkan Djaja usai lulus dari National School of Public Health, Utrect, Belanda dan studi Forensic Pathologist di Universitas Indonesia. Ia juga berhasil meraih gelar doktor dari Kobe University.

Ia meraih gelar S3 di Jepang dan menjadi dokter DNA pertama di Indonesia pada tahun 1995.

Dikutip dari halaman Linkdn miliknya, sebagai Ahli Patologi Forensik, dr Djaja terlibat dalam berbagai investigasi kematian mediko-legal, termasuk investigasi pembunuhan serta kematian di tempat kerja dan kematian dalam lingkungan perawatan medis dan perawatan kesehatan.

Sebagai Penyelidik Forensik Klinis, ia juga terlibat dalam berbagai penyelidikan forensik klinis, termasuk masalah kriminal seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan dan penelantaran anak, pemerkosaan dan penyerangan seksual, pembunuhan tidak disengaja, penyelidikan malpraktik, dan kasus asuransi.

Ia telah menghabiskan waktu 3 dekade untuk menekuni dunia akademik dan penelitian.

Baca juga: Cara Menemukan Letak Nomor Ijazah SMA, SMK, D3, S1 untuk Daftar CPNS dan PPPK 2023

Baca juga: Biodata Hana Hanifah, Artis Cantik yang Pernah jadi Presenter Hingga Miliki Bisnis Sepatu

Baca juga: HP OPPO A78 5G Dilengkapi NFC, Harganya di Awal Oktober 2023 Rp 3 Jutaan, Cek Spesifikasi Kerennya

Saat ini, Djaja Surya Atmadja masih aktif sebagai dosen di Universitas Indonesia prodi Spesialis Ilmu Kedokteran Forensdik dan Studi Medikolegal.

Selain itu, Djaja juga bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai ahli forensik yang kerap dilibatkan dalam penyelidikan kasus kriminal.

Berikut capaiannya :

- Gelar lanjutan dalam ilmu kedokteran (MD) dan ahli patologi forensik (Forensic Pathologist) dari Universitas Indonesia (Indonesia)

- Ph.D dalam bidang aplikasi DNA (biologi molekuler) dalam kedokteran forensik dari Kobe University School of Medicine (Jepang)

- gelar sarjana hukum ( Judicial Doctor) dari Universitas Indonesia (Indonesia) dan Diplome in Forensic Medicine (DFM) dari National School of Public Health, Utrecht (Belanda).

- Keterampilan dan kompetensi di bidang pendidikan dan penelitian kedokteran khususnya di bidang Patologi, Antropologi, Pembalseman dan DNA

- Keterampilan dan kompetensi di bidang konsultasi mediko-legal dan hukum kesehatan/kedokteran

- Keterampilan dan kompetensi di bidang pengawetan jenazah khususnya estetika

- Mengikuti pelatihan Patologi Neuro Forensik dan polimorfisme DNA di Kobe University School of Medicine, Kobe, Jepang 1989-1990

- Mengikuti pelatihan database DNA di laboratorium DNA Biro Investigasi Kementerian Kehakiman, Taipei, Taiwan (Republik Tiongkok) 2005 dan 2006,

- Bersama bersama dr Evi Untoro membangun database DNA penduduk Indonesia CODIS 13 (Kedokteran Hukum 2009; 9: S203-5)

Keahlian:

- Pendidikan dan penelitian kedokteran

- Patologi Forensik

- Antropologi Forensik

- Kedokteran Forensik Klinik

- Biologi Molekuler Forensik

- Kesehatan/Hukum Kedokteran

Tewas Bukan karena Sianida

Pada kasus kopi sianida, dr Djaja adalah satu di antara dokter yang menangani jenazah Mirna dan juga menjadi saksi ahli dari pihak Jessica Wongso.

Pada kasus Jessica Wongso, dr Djaja menyebut bahwa Mirna Salihin bukan tewas karena sianida.

dr Djaja Surya Atmadja, dokter ahli patologi forensik sekaligus dosen senior di UI. Ia juga merupakan dokter forensik DNA pertama di Indonesia.
dr Djaja Surya Atmadja, dokter ahli patologi forensik sekaligus dosen senior di UI. Ia juga merupakan dokter forensik DNA pertama di Indonesia. (YouTube)

Pendapat atas keahliannya ini sudah ia kemukakan sejak 2016 silam.

Kini, setelah film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tayang, dr Djaja kembali jadi sorotan dan tampil di YouTube dr Richard Lee.

Di acara itu, dr Djaja kembali menegaskan bahwa Mirna Salihin bukan tewas karena sianida.

"Waktu itu dibuka perutnya doang, diambil isi lambungnya, ambil jaringan hatinya, ambil darah, ambil urine.

Yang pertama dikirim ke Puslabfor, hasilnya sianida negatif.

Tadi yang diambil darah, hati, isi lambung, urine, semuanya negatif sianida, kecuali di lambung.

Di lambung ketemu sianida 0,2 mg/liter," ungkap dr Djaja.

Dokter Djaja Surya Atmadja kemudian mempertanyakan asal usul sianida tersebut.

Ia juga menyebut 0,2 mg/liter sianida merupakan kadar yang kecil, yang bisa saja berasal dari pembusukan.

"0,2 itu kecil banget dan logikanya kalau dia ada sianida, besar kemudian jadi kecil itu masuk akal.

Tapi kalau tidak ada kemudian jadi ada, itu kan tanda tanya, dari mana?

Bisa juga karena pembusukan, pembusukan bisa menghasilkan sianida walaupun kecil," lanjutnya.

Dokter Djaja turut menjelaskan mekanisme sianida jika masuk ke dalam tubuh.

Salah satu tandanya adalah adanya Tiosianat di dalam hati, darah, hingga urine.

Namun hal itu tidak ditemukan dalam tubuh Mirna.

"Sianida itu bisa bikin orang mati kalau dia udah masuk ke darah. Nah dari lambung, pembuluh darah masuknya ke hati kan, nah di hati itu tubuh kita punya mekanisme detoksifikasi.

Dirubahlah CN- ditambah S dari Tiosianat di badan kita menjadi CNS, CNS itu Tiosianat Maka salah satu tanda bahwa dia udah kemasukan sianida adalah ada Tiosianat di dalam hati, darah, urine, kalau diperiksa di liur ada.

Dan itu (kasus Mirna) tidak ada," jelas dr Djaja.

"Itu tidak ada? Berarti bukan karena sianida dong," sahut dr Richard kaget.

Jessica sempat ajukan PK, tetapi ditolak

Sebagai informasi, pada 27 Oktober 2016, Jessica divonis 20 tahun penjara atas kasus pembunuhan berencana dengan memasukkan racun sianida ke dalam es kopi korban.

dikutip dari Kompas.com, Minggu (1/10/2023), Wayan Mirna meninggal dunia setelah menyeruput es kopi vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.

Kejadian tersebut berlangsung pada 6 Januari 2016, saat Mirna tengah reuni bersama Jessica dan Hani Boon Juwita.

Sempat dibawa ke sebuah klinik di Grand Indonesia, Mirna mengembuskan napas terakhirnya dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Abdi Waluyo.

Hasil penyelidikan polisi mengungkapkan, terdapat zat sianida dalam kopi Mirna. Racun mematikan ini juga ditemukan di lambung korban.

Usai penyelidikan lebih dalam terhadap para saksi dan bukti, serta melakukan gelar perkara, polisi akhirnya menetapkan Jessica sebagai tersangka pada akhir Januari 2016.

Setelah 32 kali persidangan, hakim menyatakan Jessica membunuh Mirna dengan motif sakit hati karena dinasihati soal asmara.

Diberitakan Kompas.com, Rabu (2/1/2019), Jessica telah mengajukan upaya hukum hingga kasasi, tetapi ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

Tak menyerah, dia pun menempuh upaya hukum luar biasa dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) lantaran merasa tidak membunuh temannya.

Namun, pada 3 Desember 2018, MA memutuskan untuk menolak permohonan PK, sehingga Jessica tetap dihukum 20 tahun penjara.

(*/BangkaPos.com/TribunSumsel.com/ )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved