Pos Belitung Hari Ini
Kejati Babel Usut Perusakan Hutan Lindung di Pantai Bubus, Aliran Sungai Pantai Jadi Hamparan Pasir
Di area yang telah diperiksa oleh Kejati Bangka Belitung dugaan aktivitas tambang timah tersebut sudah berjalan selama lima bulan.
POSBELITUNG.CO, BANGKA - Deru suara mesin dongfeng atau diesel terdengar dari jarak sekitar 200 meter, tepatnya dari sebuah perkampungan non permanen di kawasan Pantai Bubus, Dusun Bantam, Kelurahan Bukit Ketok, Belinyu, Kabupaten Bangka, Jumat (15/12/2023) siang.
Suara mesin itu berasal dari ponton tambang inkonvensional (TI) yang terparkir di aliran sungai yang tampak tidak seperti aliran sungai pada umumnya.
Aliran sungai ini berasal dari kawasan Bukit Besar di Kelurahan Bukit Ketok, mengalir hingga ke Pantai Bubus.
Aliran sungai di tepi Pantai Bubus itu kini lebih mirip hamparan pasir putih. Selain itu terdapat lubang-lubang besar yang disebut bekas aktivitas tambang.
Sekitar 200 meter dari aliran sungai itu terdapat kawasan permukiman yang kebanyakan penghuninya adalah penambang.
Namun mereka tidak berani beraktivitas di kawasan aliran sungai yang sudah rusak itu. Warga beralasan kawasan itu termasuk Hutan Lindung.
"Kalau orang-orang kami enggak berani (nambang-red) di situ. Karena itu masuk hutan lindung. Cuma bos-bos lah (yang berani), karena pasti ada bekingannya," ujar Budi, warga yang menetap di kawasan Pantai Bubus kepada Bangka Pos Group, Jumat (15/12/2023).
Kawasan hutan lindung di Pantai Bubus saat ini menjadi sorotan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung. Asintel Kejati Babel Fadil Regan menyampaikan pihaknya melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dengan cara merusak hutan lindung untuk pertambangan timah di Pantai Bubus Desa Bantam Kelurahan Bukit Ketok Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka tahun 2023.
Penyelidikan yang dilakukan Kejati Babel itupun kini ditingkatkan menjadi penyidikan sejak Kamis (14/12/2023) lalu.
"Skala pertambangannya cukup besar, nanti kerugian keuangan negara kita hitung di penyidikan, estimasi kalau hutan kurang lebih 10 hektare hancur bagaimana," kata Fadil Regan, Kamis (14/12/2023).
"Ini untuk sementara diduga (perbuatan) perseorangan, bukan korporasi, tapi kita lihat ke depan kalau ditemukan korporasi akan kita kejar korporasinya," lanjutnya.
Di area yang telah diperiksa oleh Kejati Bangka Belitung dugaan aktivitas tambang timah tersebut sudah berjalan selama lima bulan dengan mengakibatkan kerusakan lingkungan tanpa adanya reklamasi.
Kegiatan tambang tersebut menggunakan alat berat yang pada ditemukan ada sekitar tiga unit, namun langkah lebih lanjut akan dilakukan pada tahap penyidikan.
"Jadi hutan lindung yang ditambang itu 6 hektare tapi perkembangan kerusakan sampai dengan 12 hektare," ujarnya.
Terkait dengan letak kerugian keuangan negara, hutan lindung tersebut dinilai Kejati Bangka Belitung berada dalam kekuasaan negara dan tanah-tanah yang tidak bertuan tentu dikuasai negara.
"Kekuasaan negara itu ada pengaturannya, yang secara ilegal itu tidak sesuai dengan pengaturannya, maka harusnya ada hak-hak yang didapat oleh negara kalau itu dikuasai negara, tapi ini tidak ada, berapa pun nilai yang dikeluarkan itu hak negara," jelasnya.
"Pelanggarannya di undang-undang korupsi lah, kami tidak menyidik undang-undang minerba, korupsi di bidang sumberdaya alam," tambahnya.
Menetap sejak 2010
Budi mengaku menetap di kawasan Pantai Bubus sejak tahun 2010. Awalnya, laki-laki ini datang dari Sumatera Selatan pada tahun 2002 dan bekerja sebagai penambang di Jebus, Kabupaten Bangka Barat.
Berselang tiga tahun, Budi pindah ke sekitaran Pantai Batu Atap yang bersebelahan dengan Pantai Bubus. Di Pantai Batu Atap, Budi juga bekerja sebagai penambang timah di ponton laut.
"Lalu, terhitung sejak tahun 2010, saya sudah mulai menetap dan pindah jiwa ke Belinyu dan tinggal di sekitaran Pantai Bubus," kata Budi.
Setidaknya terdapat 60 bangunan non permanen yang satu di antaranya adalah tempat tinggal Budi di Pantai Bubus. Menurut Budi, sebagian besar dari mereka berasal dari Sumatera Selatan, Buton, dan Pulau Jawa.
Kawasan ini menjadi ramai saat musim angin laut Timur tiba. Di saat itu, banyak pekerja dari perantauan yang datang.
"Sekarang aja ini agak sepi, soalnya banyak yang pulang kampung karena enggak kerja. Kalau musim (angin) Timur, sekitar bulan 3 (bulan Maret) itu baru banyak lagi yang datang," ujarnya.
Budi menyebut, aktivitas pertambangan laut menggunakan ponton di kawasan Pantai Bubus itu sudah ada sejak bertahun-tahun lamanya oleh warga setempat dan para pendatang.
Selain bekerja di ponton, ada juga warga yang ngelimbang timah timah.
"Itu memang sudah lama, buat cari makan sehari-hari, bukan buat jadi kaya," kata Budi.
Tempat parkir ponton
Budi mengatakan, adanya aktivitas pertambangan di daratan Pantai Bubus itu baru terjadi belum lama ini atau sekitar dua tahun.
Aktivitas penambangan itu menyebabkan daratan Pantai Bubus itu banyak dipenuhi lubang-
lubang besar menganga.
"Dulunya itu sungai, ujungnya sampai ke Bukit Besar (bukit tak jauh dari Pantai Bubus), lumayan lebar lah, tempat orang parkir ponton. Sekarang mana, sungainya udah mati, enggak ada lagi alirannya," ungkapnya.
Padahal kata dia, sebelumnya sungai tersebut airnya cukup jernih dan banyak hutan bakau di sekitarnya.
"Sekarang ini lihat lah, udah mau menggulung laut. Udah mau nyatu daratan sama lautnya. Jadi ini bukan lagi melanggar hukum, tapi melawan hukum," tuturnya.
Senada disampaikan warga Dusun Stasiun Dua, Kelurahan Remodong Indah, Belinyu yang rumahnya tak jauh dari Pantai Bubus. Kata dia, dirinya sudah bekerja sebagai penambang timah menggunakan ponton laut sejak tahun 2005 untuk menghidupi keluarganya.
"Orang-orang di sini cuma buat cari makan. Ada royalti juga ke kampung-kampung, misalnya untuk bangun mushola, memperbaiki jalan rusak, ada panitianya," terangnya.
Lanjut dia, ketika sungai di dekat Pantai Bubus tersebut masih ada, para penambang lebih mudah untuk memarkirkan ponton dan keluar masuk ke laut. Berbeda dengan sekarang di mana mereka hanya bisa mengeluarkan pontonnya dalam kondisi-kondisi tertentu.
"Dulu itu kalau parkir rapi di pinggir-pinggir sungai. Sekarang liat lah sungainya udah hilang, udah bercabang-cabang alirannya, jadi parkir ponton pun misah-misah," sambungnya.
Tak hanya itu, aktivitas tambang di daratan menggunakan escavator juga membuat hutan bakau di sungai tersebut menjadi habis tak tersisa.
"Habis sekarang ini, dulu banyak bakau. Kalau aparat mau nyari buktinya, banyak sisa-sisa kayu bakau di dalam lubang bekas tambang itu," imbuhnya.
Masuk hutan lindung
Terpisah, Lurah Bukit Ketok, Kecamatan Belinyu Nurcahyaningsih mengakui kawasan Pantai Bubus merupakan kawasan hutan lindung.
Namun dia tidak bisa memastikan luas kawasan tersebut.
"Kalau masalah luas saya kurang paham, luas Kelurahan Bukit Ketok kurang lebih 5.000 hektare," kata Nurcahyaningsih melalui pesan WhatsApp, Sabtu (16/12/2023).
"Untuk luas kawasan pantai Bubus mungkin bisa komunikasi sama pihak kehutanan atau lingkungan hidup Provinsi, karena terkait hutan lindung itu kewenangan kehutanan," tambahnya.
Hanya 15 menit dari pusat kota
Pantai Bubus, Dusun Bantam, Kelurahan Bukit Ketok, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Babel) merupakan satu di antara pantai yang berada di sisi utara Pulau Bangka.
Perjalanan ke pantai ini hanya memakan waktu 15 menit berkendara dengan kendaraan bermotor roda dua. Perjalanan ke Pantai Bubus lebih mudah menggunakan kendaraan roda dua mengingat kondisi jalan yang sebagian besar masih tanah kuning bercampur pasir.
Lebar jalan juga menjadi pertimbangan lain untuk memilih kendaraan roda dua untuk menjelajahi pantai tersebut. Setidaknya demikian saat Bangka Pos Group mengunjungi Pantai Bubus pada Jumat (15/12/2023) lalu.
Menggunakan sepeda motor, Bangka Pos Group melewati jalan yang sebagian besar masih dikelilingi hutan-hutan dengan berbagai macam tumbuhan.
Di beberapa titik di perjalanan terdapat kolong bekas galian tambang timah. Ada juga pekerja sedang melakukan aktivitas pertambangan baik skala kecil. Di titik lainnya, ada satu alat berat berwarna oranye sedang mengobrak-abrik tanah untuk digali.
Tiba di kawasan pantai, ada puluhan bangunan non permanen yang dibuat dari kayu, menggunakan atap plastik atau daun rumbia. Sebagian bangunan juga berdinding triplek atau papan.
Bangunan ini banyak dihuni penambang yang bekerja di ponton laut. Kawasan inipun disebut ramai apabila sedang musim angin laut Timur atau bulan Maret. Pasalnya di saat itulah para pekerja ponton laut bisa beraktivitas di perairan pantai.
Jack (62), warga Kelurahan Bukit Ketok yang dulu kerap keluar-masuk Pantai Bubus mengatakan kawasan Pantai Bubus termasuk Hutan Lindung.
Di kawasan hutannya, kata Jack, terdapat pohon seru. Sedangkan Kawasan pantai banyak ditumbuhi pohon akasia.
"Sekarang sudah banyak orang nambang timah, kurang lebih 5 tahun lamanya," ujar pria yang sudah 25 tahun menetap di Kelurahan Bukit Ketok itu.
(u2/v1)
| Tim Gabungan Gerebek Sarang Narkoba di Sukamadai Bangka Selatan, 11 Warga Pesta Narkoba |
|
|---|
| KPK Tetapkan Gubernur Riau Tersangka Kasus Pemerasan, Kode '7 Batang' untuk Fee Proyek |
|
|---|
| Gubernur Bangka Belitung Cabut Laporan, Sudahi Polemik Dana Mengendap Rp2,1 Triliun |
|
|---|
| Tambang Ilegal di Merbuk-Kenari-Pungguk Bangka Tengah Kembali Marak, Tower SUTT Terancam Roboh |
|
|---|
| Salah Input Rp2,1 Triliun, Pemprov Bangka Belitung Laporkan BSB ke Polda |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/belitung/foto/bank/originals/20231218-Pos-Belitung-Hari-Ini-Senin-18-Desember-2023.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.