Biodata

Biodata M Riza Pahlevi Tabrani, Dirut PT Timah yang Lengser di Periode Kedua, Kini Jadi Tersangka

Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) adalah Direktur Utama PT Timah Tbk dua periode.

Penulis: Alza | Editor: Alza
Bangka Pos / Sepri
Mantan Dirut PT Timah Tbk M Riza Pahlevi ketika keluar dari ruang pemeriksaan sebagai saksi perkara dugaan korupsi WP dan CSD. 

POSBELITUNG.CO - Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) adalah Direktur Utama PT Timah Tbk dua periode.

Pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Kamis 7 April 2016, dia terpilih sebagai dirut di Hotel Aryaduta Jakarta.

Lalu, terpilih lagi pada RUPS Selasa 6 April 2021 di Ritz Carlton Jakarta.

Jabatan periode kedua Riza Pahlevi tak bertahan lama.

Melalui RUPS Luar Biasa, dia dilengserkan dan digantikan Achmad Ardianto, Kamis (23/12/2021). 

Achmad Ardianto pernah jadi Dirut PT Garam dan Executive Vice President PT Freeport Indonesia. 

Berikut biodata singkat Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

Dia lahir di Jakarta pada 25 Juli 1968.

Pendidikan sarjana di Departemen Geologi di Universitas Trisakti.

Lalu meraih MBA dari Negara Cleveland Universitas di Amerika Serikat.

Riza Pahlevi pernah menjabat Direktur Keuangan di Perusahaan Gas Negara (PGN), Komisaris PT Gas Energi Indonesia, dan Head of Corporate Finance dan Investor Relations PGN.

Tersangka korupsi

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetap Riza Pahlevi sebagai tersangka, Jumat (16/2/2024).

Dia terjerat kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

"Untuk kepentingan penyidikan, Tersangka MRPT alias RZ, Tersangka HT alias ASN, dan Tersangka MBG dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat," kata Kapuspenkum Kejagung RI Ketut Sumedana, Jumat (16/2/2024).

Pasal yang disangkakan kepada kelima tersangka adalah Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Berikut nama 5 orang tersangka yang baru ditetapkan tersebut adalah: 

1. Suwito Gunawan,  selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP),

2. MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa,

3. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk Tahun 2016-2021,

4. Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah tbk Tahun 2017-2018

5. Hasan Tjhie Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa.

Untuk tersangka SG dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Tersangka EE alias EML di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan.

Peran Tersangka

Kapuspenkum Kejagung RI Ketut Sumedana mengatakan tersangka Hasan Tjhie merupakan pengembangan penyidikan dari tersangka sebelumnya yang sudah dilakukan penahanan yakni Tamron alias Aon dan Achmad Albani.

Kemudian mengenai tersangka Suwito Gunawan dan tersangka MB Gunawan ini memiliki perusahaan yang melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada tahun 2018 tentang sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Adapun perjanjian tersebut ditandatangani oleh tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk.

Pada saat itu, tersangka Suwito Gunawan memerintahkan tersangka MB Gunawan untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyuruh untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk yang seluruhnya dikendalikan oleh MB Gunawan.

Bijih timah yang diproduksi oleh tersangka MB Gunawan tersebut perolehannya berasal dari IUP PT Timah Tbk atas persetujuan dari PT Timah Tbk

"Kemudian, baik bijih maupun logam timahnya dijual ke PT Timah Tbk," kata Ketut Sumedana, Jumat (16/2/2024).

Untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal, tersangka MB Gunawan atas persetujuan tersangka Suwito Gunawan membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).

"Total biaya yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk terkait biaya pelogaman di PT SIP selama tahun 2019-2022 yaitu senilai Rp975.581.982.776, sedangkan total pembayaran bijih timah yakni senilai Rp1.729.090.391.448," katanya.

Untuk melegalkan kegiatan perusahaan-perusahaan boneka tersebut, PT Timah Tbk menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah dan keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah tersebut dinikmati oleh tersangka MB Gunawan dan Suwito Gunawan.

Selain membentuk perusahaan boneka, tersangka MB Gunawan atas persetujuan Suwito Gunawan juga mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk

Nantinya, mineral biji timah yang diperoleh dikirimkan ke smelter milik tersangka Suwito Gunawan.

"Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam proses penghitungannya melebihi kerugian negara dari perkara korupsi lain seperti PT Asabri dan Duta Palma," ungkap Ketut Sumedana.

Selain itu, terdapat kerugian kerusakan lingkungan akibat adanya aktivitas penambangan ilegal timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Bos Timah Bangka

Tamron alias Aon yang dikenal merupakan bos timah terbesar di Bangka Belitung dan anak buahnya Achmad Albani telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata niaga timah di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, Selasa (6/2/2024).

Aon merupakan pemilik atau Beneficial Ownership CV VIP dan PT MCM. Sedangkan Achmad Albani selaku Manager Operasional Tambang CV VIP dan PT MCM.

Dari hasil penyelidikan Tim Penyidik Jampidsus Kejagung RI, Aon diketahui memerintahkan Achmad Albani untuk mendirikan Aon mendirikan sejumlah perusahaan boneka untuk mengumpulkan bijih timah secara ilegal dari IUP PT Timah, Tbk.

Perusahaan boneka yang didirikan oleh Aon adalah CV SEP, CV MJP, dan CV MB.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Ketut Sumedana mengungkapkan sekitar tahun 2018, CV VIP telah melakukan perjanjian kerja sama sewa peralatan processing peleburan timah dengan PT Timah Tbk.

"Untuk melegalkan kegiatan perusahaan boneka tersebut, PT Timah Tbk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) seolah-olah terdapat kegiatan borongan pengangkutan sisa hasil mineral timah," kata Ketut Sumedana, Selasa (6/2/2024).

Akibat perbuatan Aon dan Albani, diduga negara mengalami kerugian yang sangat besar.

Namun berapa angka kerugian negara akibat perbuatan Aon dan Albani hingga saat ini masih menunggu hasil perhitungan dari Kejagung RI.

Barang Bukti

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Ketut Sumedana mengatakan sebelum menetapkan dua orang yakni Aon dan Albani sebagai tersangka, tim penyidik telah meminta keterangan dari 115 orang saksi.

Berdasarkan hasil penyelidikan dan keterangan para saksi, Aon dan Albani pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.

Kedua tersangka kata Ketut ditahan di tempat terpisah. Tersangka Tamron alias Aon ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Sedangkan tersangka Achmad Albani ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Keduanya akan dilakukan penahanan selama  selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.

Sebelumnya  tim penyidik juga telah menyita barang bukti berupa 55 unit alat berat yang terdiri dari 53 unit excavator dan 2 unit bulldozer.

Alat berat yang disita tersebut diduga kuat milik tersangka Aon.

Tak hanya itu saja, penyidik juga menyita barang bukti berupa emas logam mulia seberat 1.062 gram, uang rupiah senilai Rp 83.835.196.700, uang dolar amerika senilai USD1.547.400, uang dolar Singapura senilai SGD443.400 dan uang dolar australia senilai AUS 1.840 dalam bentuk tunai.

"Tim penyidik masih terus mendalami keterkaitan keterangan para saksi dan barang bukti yang telah disita guna membuat terang dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani," kata Ketut Sumedana.

Ia menambahkan untuk tersangka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Bangkapos.com/Sepri Sumartono)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved