Profil 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat, Ada PMA China dan Anak Usaha PT Antam

Raja Ampat adalah kawasan global geopark yang diakui UNESCO, kini terancam pencemaran tambang nikel.

Editor: Alza
Istimewa
RAJA AMPAT - Wisatawan berjalan di dermaga rumah singgah di Pulau Sawinggrai, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat, Senin (16/5/2016). Kabupaten Raja Ampat terdiri dari 610 pulau dengan empat pulau utama, yaitu Pulau Misool, Salawati, Batanta dan Waigeo. Dari 610 pulau eksotis tersebut hanya 35 pulau yang memiliki nama. 

POSBELITUNG.CO - Profil empat perusahaan yang menambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Raja Ampat adalah kawasan global geopark yang diakui UNESCO, kini terancam pencemaran tambang nikel.

Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup menemukan, ada empat tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. 

KLH melakukan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat, pada 26-31 Mei 2025.

Perusahaan itu adalah PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

Empat perusahaan itu telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Tetapi hanya tiga perusahaan saja yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), yakni PT GN, PT KSM, dan PT ASP.

Hasil pengawasan menunjukkan empat perusahaan itu telah melakukan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.

Diberitakan TribunJakarta.com, PT Anugerah Surya Pratama, yang merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing asal China, diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas kurang lebih 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian.

Sementara itu, PT Gag Nikel, yang merupakan anak usaha BUMN PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, beroperasi di Pulau Gag dengan luas ±6.030,53 hektare.

Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kemudian, PT Mulia Raymond Perkasa, ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele.

Sehingga, seluruh kegiatan eksplorasi di sanapun sudah dihentikan. 

Sementara itu, PT Kawei Sejahtera Mining, terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe, sehingga menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai.

Perusahaan ini akan dikenai sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan serta berpotensi menghadapi gugatan perdata.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved