Pos Belitung Hari Ini

LIPSUS - Menata Kota Jauh Lebih Sulit, Pemkot Pangkalpinang Berharap RTRW Baru Segera Disahkan

Sebagai sebuah kota, Pangkalpinang akan menginjak usia 268 tahun pada 17 September 2025 mendatang.

Editor: Novita
Dokumentasi Posbelitung.co
POS BELITUNG HARI INI - Pos Belitung Hari Ini edisi Selasa, 26 Agustus 2025, memuat berita berjudul LIPSUS: Menata Kota Jauh Lebih Sulit. 

POSBELITUNG.CO, BANGKA - Sebuah kota tidak hanya kumpulan gedung megah. Pun pembangunan tidak boleh diartikan hanya menambah bangunan baru. 

Kota merupakan sebuah sistem besar yang melibatkan banyak hal sekaligus, mulai dari manusia, ekonomi, budaya, hingga lingkungan hidup.

Demikian pandangan tokoh masyarakat Bangka Belitung, Prof Bustami Rahman saat disinggung perkembangan Kota Pangkalpinang sebagai ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sebagai sebuah kota, Pangkalpinang akan menginjak usia 268 tahun pada 17 September 2025 mendatang.

“Kota itu jauh lebih kompleks dibanding kabupaten. Kabupaten masih relatif sederhana, masyarakatnya lebih homogen. Tapi kota? Di dalamnya bercampur orang dari berbagai latar belakang, budaya, dan ekonomi. Jadi menata kota tentu jauh lebih sulit,” kata Bustami saat dihubungi Bangka Pos Group, Senin (25/8/2025).

Menurut Bustami, kota lahir dari proses urbanisasi. Ada dua bentuk urbanisasi; pertama, sebagai proses perpindahan orang desa ke kota. Kedua, urbanisasi sebagai sistem, yaitu kota yang berkembang dengan sendirinya, membentuk pola hidup baru yang berbeda dengan desa.

“Kota itu tidak pernah diam. Pertumbuhan penduduk, kegiatan ekonomi, perputaran barang dan jasa, semua bertemu di kota. Jadi jangan hanya melihat kota dari sisi fisik saja. Kota itu sistem. Kalau kita hanya sibuk dengan hal teknis, arahnya bisa salah,” tegasnya.

Karena sifat kota yang selalu bergerak, ia menilai Pangkalpinang membutuhkan visi jangka panjang.

Tidak cukup hanya rencana 1–2 tahun, tetapi harus ada gambaran 20 bahkan 50 tahun ke depan.

“Kalau hanya berpikir pendek, ya masalah klasik tidak akan selesai: banjir, macet, semrawut. Kota lain sudah merancang jauh ke depan, dari transportasi, ruang terbuka hijau, pola pemukiman, sampai kawasan ekonomi. Kalau Pangkalpinang masih tambal sulam, kita akan tertinggal,” ujarnya.

60 Persen Menata

Bustami menegaskan, pembangunan kota tidak boleh diartikan hanya menambah bangunan baru. Yang lebih penting adalah menata.

“Konsepnya, 60 persen menata, 40 persen membangun. Kalau kabupaten sering terbalik: membangun lebih banyak, menata sedikit. Nah, kota tidak bisa begitu. Karena kota itu kompleks, butuh penataan yang lebih matang,” katanya.

Ia memberi contoh sederhana. Membuat rumah untuk keluarga kecil mungkin mudah: hanya ada bapak, ibu, dan anak-anak.

Tapi kalau yang dibangun hotel dengan ratusan penghuni? Kompleksitasnya berbeda.

“Kota itu ibarat hotel. Banyak penghuni dengan macam-macam kebutuhan. Butuh sistem agar semua bisa berjalan baik. Jadi orang yang ingin memimpin kota harus sadar, menata kota lebih sulit daripada membangun desa,” jelasnya.

Kota yang Beradab

Lebih lanjut, Bustami menyebut, baginya kota bukan hanya fisik, melainkan juga sistem sosial.

Kota yang baik adalah kota yang beradab, yaitu yang menyeimbangkan kebutuhan warganya.

“Kota yang beradab memperhatikan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem penduduk, semuanya berjalan dengan baik. Dari situ baru bisa dipikirkan: mal dibangun di mana, pasar di mana, hunian di mana, dan ruang terbuka di mana. Semua harus terhubung dalam satu sistem,” jelasnya.

Bustami juga menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam perencanaan kota. 

“Warga kota itu bukan penonton. Mereka bagian dari sistem. Jadi suara masyarakat juga harus didengar. Jangan hanya hitung-hitungan teknis di atas kertas,” pungkasnya.

Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi (Bapperida) Kota Pangkalpinang mengakui tantangan besar membangun ibu kota. 

Kepala Bapperida Kota Pangkalpinang, Yan Rizana menyebut kunci dari semua permasalahan yang dihadapi Kota Pangkalpinang saat ini mulai dari banjir, penataan UMKM, hingga isu sosial ekonomi lainnya akan sangat bergantung pada pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terbaru. 

Dokumen ini disebutnya sebagai pedoman besar yang harus menjadi acuan pembangunan di kota yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan provinsi.

“Mudah-mudahan RTRW terbaru Kota Pangkalpinang segera disahkan. Setelah itu akan kami turunkan lagi ke dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai acuan teknis yang lebih spesifik. Nah, di situ nanti bisa menjadi jawaban atas semua permasalahan Kota Pangkalpinang saat ini,” ungkap Yan Rizana saat ditemui Bangka Pos, Senin (25/8/2025).

Yan menjelaskan, Bapperida Kota Pangkalpinang memiliki kerangka perencanaan pembangunan yang berlapis.

Ada rencana jangka panjang yang berlaku untuk 20 tahun, rencana jangka menengah 5 tahun, hingga rencana kerja tahunan (RKPD). 

Semua dokumen itu disusun bukan hanya sebagai formalitas, melainkan benar-benar harus menjawab kebutuhan masyarakat.

“Tentu setiap rencana harus berpedoman pada RTRW dan menyesuaikan dengan visi-misi kepala daerah terpilih. Jadi pembangunan tidak asal membangun, tetapi ada arah yang jelas,” tegasnya.

Ia menambahkan, penyusunan program pembangunan selalu didasarkan pada isu-isu strategis yang muncul dari masyarakat maupun hasil kajian teknis. 

Namun, Yan menekankan, setiap program tidak bisa serta merta dieksekusi begitu saja.

“Kami harus melakukan kajian mendalam dari sisi lingkungan, sosial, maupun aspek lainnya. Tujuannya agar solusi yang ditawarkan benar-benar menyelesaikan masalah, bukan malah menimbulkan masalah
baru,” jelasnya.

Yan menegaskan bahwa Pangkalpinang harus dipandang lebih luas, bukan hanya sebagai sebuah kota, melainkan sebagai ibu kota provinsi.

Artinya, pembangunan tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus berkolaborasi dengan pemerintah provinsi, DPRD, hingga kementerian terkait.

“Karena ini bukan hanya bicara daerah, tetapi juga terhubung dengan tata ruang provinsi. Jadi penataan kota Pangkalpinang harus selaras dengan skala yang lebih besar,” kata Yan.

UMKM Jadi Fokus

Salah satu sektor yang menjadi sorotan Bapperida adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menurut Yan, UMKM terbukti sebagai sektor paling tangguh dalam menopang perekonomian Kota Pangkalpinang.

Sektor ini dinilainya jauh lebih stabil dan berdaya tahan dibanding sektor pertambangan yang bersifat ekstraktif dan cepat habis.

“UMKM itu sektor yang paling kuat, paling lancar perputaran ekonominya di Pangkalpinang. Kami tidak akan mematikan UMKM, justru ingin menghidupkan dan menata supaya lebih baik. Kalau sekarang masih ada yang berjualan di trotoar, sebisanya nanti digeser agar tidak mengganggu jalan atau ketertiban umum. Inilah pentingnya tata ruang kota yang baik, supaya masyarakat bisa tetap berusaha tanpa merasa dirugikan,” tegas Yan.

Tidak Bisa Sekaligus

Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Bapperida Kota Pangkalpinang, Aprizal, menyoroti permasalahan banjir yang hingga kini masih menjadi keluhan utama masyarakat.

Menurutnya, banjir termasuk persoalan kompleks yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

“Banjir tidak bisa selesai sekaligus. Ada target tertentu, kami mulai dari kawasan-kawasan prioritas terlebih dahulu. Penyelesaiannya memang butuh dana besar dan waktu panjang. Selain faktor teknis seperti gorong-gorong atau saluran air, banjir juga erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. Jadi kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan, membersihkan lingkungan sekitar, hingga
memilah sampah harus terus ditumbuhkan,” jelas Aprizal.

Ia menambahkan, Bapperida berupaya melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan.

Melalui sosialisasi, warga bisa mengetahui prioritas pembangunan serta ikut berpartisipasi dalam menjaga lingkungan dan menata kota. (x1)

Sumber: Pos Belitung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved