POSBELITUNG.CO, BELITUNG - Kantor Perwakilan Ombudsman Kepulauan Bangka Belitung berperan dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Dalam program Ngopi Sob atau Ngopi Santai Bareng Ombudsman, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepulauan Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy dan Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro di Fairfield by Marriott Belitung, yang disiarkan langsung melalui media sosial Bangka Pos dan Pos Belitung, menyoroti beberapa permasalahan pelayanan publik.
Di antaranya berkaitan dengan pertambangan yang kemudian berpengaruh pada persoalan distribusi BBM.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepulauan Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy mengatakan isu pertambangan memang menjadi isu besar. Namun dari jumlah laporan yang masuk belum mencerminkan permasalahan.
"Mungkin bisa jadi belum menemukan irisan Ombudsman bisa berperan secara konkret. Kedua, bahwa memang proses advokasi dengan masyarakat tidak bisa sendiri. Untuk menemukan ritme dan visi yang sama tidak mudah," katanya.
"Kami yakin meski berjalan sendiri-sendiri tujuannya sama dengan kekuatan strategis non pemerintah, seperti mahasiswa, tokoh politik, agama dan lainnya. Soal kerja seperti ini butuh kesabaran bahwa dengan keterbatasan dari aspek yuridis dan kewenangan, kami harus bisa menemukan pola kontribusi Ombudsman," imbuhnya.
Aduan berkaitan persoalan tambang misalnya siap perizinan yang merupakan kewenangan pusat sehingga sekarang sudah ditangani Ombudsman pusat. Jika dilihat secara langsung, persoalan tambang juga berhubungan dengan BBM, dari soal antrean dan ketersediaan sempat mengemuka di masyarakat.
Dalam kasus yang masuk terkait BBM, lanjutnya memang karena ada keterbatasan wewenang, karena Ombudsman tidak bisa memberikan sanksi. Sehingga pihaknya hanya bisa memberikan solusi penyelesaian yang bersifat administratif, misalnya membuat pakta integritas dan komitmen, yang dianggap klise dan faktanya tidak bisa menyelesaikan.
"Kalau turun ke lapangan bertemu masyarakat, sebenarnya keresahan sudah sangat banyak, tentang banyak hal di pelayanan publik. Tapi ketika diminta dorong untuk melangkah lebih jauh untuk menggunakan haknya melapor juga tidak mudah," katanya.
Dari persoalan BBM yang terjadi, Kantor Perwakilan Ombudsman Kepulauan Bangka Belitung juga tengah menginvestigasi persoalan penerapan fuel card yang dianggap belum efektif.
Yozar menjelaskan, awalnya ini kebijakan yang baik untuk mengatur distribusi dan memastikan bahwa sampai kepada yang berhak dengan menggunakan mekanisme kartu.
Tapi setelah ditelaah lebih lanjut, kebijakan yang baik ini tidak diikuti dari desain kelembagaan yang sepadan. Untuk kebijakan sepenting ini hanya didasari surat edaran bukan peraturan gubernur sehingga tidak tahu siapa melakukan apa. Sementara isu BBM ini juga berkaitan dengan kepolisian, pertamina, BPH migas, dan sebagainya.
"Sehingga kami sampai kepada kesimpulan kenapa tidak dilakukan pengawasan, ini dianggap bukan kewenangan pemerintah daerah. Lantas kenapa kebijakan dibuat kalau dianggap bukan kewenangan. Kami coba menelusuri terus agar bisa berkontribusi agar bisa diperbaiki," jelasnya.
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro juga menyampaikan mengenai kesadaran masyarakat untuk mengadukan persoalan pelayanan publik yang menurutnya belum optimal.
Menurutnya, hak tersebut berhubungan dengan kesadaran dan rasa memiliki masyarakat harus dilihat dalam perjalanan demokratisasi yang belum selesai.