POSBELITUNG.CO -- Tenaga Kerja Wanita (TKW) bernama Aristya Dian asal Trenggalek, Jawa Timur mengisahkan cerita hidupnya.
Dia kerja di Taiwan, bertugas menjaga majikan bernama Akong.
Tidak hanya menjaga akong, dirinya juga ditugaskan untuk bersih-bersih rumah dan masak.
Perjalanan hidup Dian menjadi TKI di Taiwan ternyata tidaklah mudah.
Lewat kanal YouTube pribadinya, Dian mencoba menjawab rasa penasaran warganet yang bertanya mengapa ia bisa menjadi Tenaga Kerja Indonesia.
Dijelaskan bahwa dulunya kehidupan TKI bernama Dian ini baik-baik saja.
Ia tinggal bersama kedua orang tuanya dan satu orang adik laki-laki.
Ayahnya bekerja di swasta, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga.
Saat kecil, Dian hidup berkecukupan, semua yang ia inginkan selalu bisa dipenuhi oleh orang tuanya.
"Waktu itu bisa dibilang kehidupan masa kecil saya serba ada ya, karena kebetulan bapak saya itu kerjanya bergelimangan uang, bayarannya gede," kata Dian bercerita.
"Jadi kehidupan saya dulu itu berkecukupan, mau apa aja itu ada, pengen apa aja pokoknya enak lah," sambungnya.
Namun seiring berjalannya waktu, ketika TKI bernama Dian ini duduk di bangku SMP, ayahnya tiba-tiba sakit.
Ayahnya yang menjadi tulang punggung keluarga saat itu tiba-tiba saja tidak bisa lagi bekerja.
Kondisi inilah yang kemudian membuat kehidupan Dian dan keluarganya seakan berubah 180 derajat.
"Tiba-tiba bapak saya itu sakit, jadi kehidupan saya itu langsung berbalik, dari yang serba ada jadi tidak ada. Kejadiannya itu sangat tiba-tiba," ujai Dian.
"Tadinya bapak saya itu sehat-sehat saja, kemudian tiba-tiba sakit. Beliau itu menderita kanker hati," kata Dian.
Dian mengatakan, semua upaya pengobatan dilakukan untuk membuat sang ayah sembuh.
Hanya saja waktu itu di daerah tempat tinggalnya tidak memiliki alat medis yang cukup memadai, kecuali di kota-kota besar.
Singkat cerita, ayah Dian kemudian harus kembali kepada Sang Pencipta.
"Pokoknya segala upaya penyembuhan itu dilakukan oleh ibu saya, tapi Gusti Allah lebih sayang sama beliau, kurang lebih sakit berapa bulan beliau pergi," ujar Dian.
Diungkapkan Dian, dirinya sampai sekarang belum bisa menerima kepergian sang ayah.
Dian melihat sendiri bagaimana ketika ayahnya harus berpulang ke Rahmatullah.
"Dan saya itu tau dengan mata kepala saya sendiri waktu beliau menghembuskan napas terakhirnya, sampai sekarang itu saya kayak belum ikhlas gitu lho," beber Dian.
Sepeninggalan sang ayah, Dian yang merupakan anak pertama harus menggantikan peran untuk mencari nafkah.
Ibunda Dian yang merupakan IRT hanya lulusan SD, sehingga sulit untuk mencari pekerjaan, terlebih selama hidup ibunda Dian tidak pernah bekerja.
Dengan begitu, Dian mau tidak mau harus mengisi kekosongan yang selama ini dijalankan oleh ayahnya.
"Lulus SMA, karena kehidupan kami yang seperti itu, jadi saya ngalah.
Sampailah saya bilang ke ibu saya kalau 'bu saya pengen kerja ke luar negeri'," tutur Dian.
Ibunya lantas menyarankan Dian untuk bekerja ke Taiwan, pasalnya negara Taiwan masih menjadi negara dengan bayaran tertinggi untuk para TKI.
Akhirnya Dian mendaftar untuk berangkat menjadi TKI.
Hanya dalam kurun waktu beberapa bulan saja, Dian diberangkatkan ke Taiwan.
Kehidupan baru TKI ini pun dimulai, dirinya yang tidak pernah jauh dari orang tua kini harus terpisah jarak ribuan kilometer.
Tentu saja tidak mudah bagi seorang perempuan untuk dapat jauh dari keluarga dan bekerja seorang diri banting tulang di luar negeril.
"Jujur saya kaget, karena bisa dibilang saya itu kayak anak mami, saya ga pernah hidup sensara walaupun ekonomi kita jatuh, tapi bisa dibilang saya manja," ungkap Dian.
"Hampir satu tahun setiap hari itu saya menangis, mau makan nangis, mau mandi nangis, mau tidur nangis, waktu kerja juga nangis," sambungnya.
Padahal menurut Dian, majikannya saat itu sangat baik, hanya saja karena dirinya tidak terbiasa bekerja berat menjaga lansia, TKI perempuan ini selalu merasa sedih.
Lambat laun karena terus dijalani, TKI bernama Dian ini mulai bisa beradaptasi.
Awalnya ia yang setiap hari menangis, sekarang malah ketagihan bekerja di Taiwan dan tidak mau pulang.
Hingga saat ini, dirinya masih betah bekerja di Taiwan dan kerap membagikan kehidupannya selama bekerja di negara orang tersebut.
"Di tahun ketiga sudah mulai terbiasa, gaji sudah full, dari yang tadinya setiap hari nangis jadi sekarang tidak mau pulang," tutup Dian.
(Posbelitung.co)