POSBELITUNG.CO -- Cinta segitiga diduga sebagai pemicu kematian diplomat muda Arya Daru Pangayunan (39).
Ada dugaan istri oknum tertentu terlibat dalam cinta terlarang ini.
Sehingga Arya Daru bukan bunuh diri tetapi dibunuh oleh seseorang.
Hal itu diungkap Nicholay Aprilindo, seorang Pakar Hukum dan HAM.
Nicholay meminta pihak Polda Metro Jaya bekerja sama dengan Dempom TNI dalam kasus ini.
Banyak kejanggalan dalam kasus kematian Arya Daru.
Salah satunya terkait ponsel korban yang hilang, gelagat di gedung Kemenlu, hingga sosok perempuan yang bernama Vara atau Farah.
Tak cuma sekadar masalah cinta segitiga, Nicholay juga curiga bahwa kasus ini melibatkan oknum aparat.
"Saya menenggarai pembunuhan ini, bukan pembunuhan biasa, tetapi ada latar belakang tertentu," kata Nicholay dikutip dari Youtube Sindonews, Kamis (31/7/2025).
"Dari berbagai kabar yang sempat kami kumpulkan, kami dapatkan, ini adalah masalah pertama disamping masalah pekerjaan, ada masalah cinta segitiga yang melibatkan seorang istri dari seorang oknum tertentu," ujarnya.
Sehingga, kata dia, hal ini harus didalami.
Seperti mulai dari jejak digital melalui handphone istri korban dan korban.
"Maka ini harus didalami dulu jangan tiba-tiba langsung dibilang mati karena bunuh diri.
Dicek dulu HP istrinya, dicek dulu alur transaksi, dicek dulu record dari HP yang bersangkutan dan istrinya," kata Nicholay.
Nicholay tidak menyebut oknum aparat yang dia maksud ini berasal dari instansi yang mana.
Namun Nicholay mengatakan bahwa pihak Polda Metro Jaya harus bekerja sama dengan Dempom TNI dalam kasus ini.
"Makanya saya mengatakan gini, ini feeling saya, bahwa ini ada keterlibatan oknum tertentu, dan oleh karena itu pihak penyidik Polda harus menggandeng pihak POM TNI atau PM TNI, harus menggandeng," kata Nicholay.
Biodata Nicholay Aprilindo
Nicholay Aprilindo adalah praktisi hukum dan HAM.
Dia pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Pada Kementerian Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (HAM RI).
Nicholay Aprilindo lahir di Atambua, Timor pada 15 April 1964.
Nicholay Aprilindo merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (FH-UKSW) angkatan 1986.
Semasih aktif sebagai Mahasiswa tingkat akhir FH UKSW Salatiga, berperan juga sebagai Pembela Hukum dan HAM.
Dia meraih Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada 2022.
Nicholay mengangkat disertasinya yang berjudul Membangun Model Hukum Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang Berkeadilan Pancasila.
NIcholay dikenal sebagai aktivis HAM yang kerap mendapat penugasan di daerah-daerah konflik, termasuk Timor Timur 1982, 1996 sampai pada Jajak Pendapat (Referendum) Timor-Timur 1999 dan Pasca Referendum Timor Timur 1999.
Berikut rekam jejaknya:
1. Operasi Bhakti Resimen Mahasiswa Indonesia (MAHADIPA-Jateng)di Timor Timur 1990.
2. Menangani kasus Pelanggaran HAM Berat Timor-Timur, Pembunuhan 3 Staf UNHCR Atambua, Penembakan Tentara UNPKF Asal Selandia Baru 2000-2006.
3. Perlucutan Senjata Pejuang Pro Integrasi Timor-Timur 2000-2002
4. Anggota Tim Kebenaran & Rekonsiliasi di Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat Timor Timur 2003.
5. Anggota Observer UNAMET/PBB pada saat jajak Pendapat Timor Timur 1999.
6. Anggota Komisi Perdamaian & Stabilitas Timor Timur Pada saat Jajak Pendapat Timor Timur 1999,
7. Anggota Tim Adhoc KIHAMTIL (Komisi HAM Timor Lorosae).1999
8. Tim Hukum Sengketa Pilpres Megawati-Prabowo vs SBY-JK 2009.
9. Tim Hukum Prabowo Subianto pada Capres Convensi Partai Golkar 2004.
10. Tim Hukum sengketa Pilpres Prabowo-Hatta vs Jokowi – JK 2014.
11. Tim Hukum sengketa Pilpres Prabowo-Sandi Vs Jokowi-Ma’ruf Amin 2019. 12. Tim Hukum Sengketa Pilpres Prabowo-Gibran 2024.
Tak Yakin Arya Daru Bunuh Diri
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya, menyimpulkan bahwa penyebab meninggalnya Arya Daru adalah gangguan pertukaran oksigen.
Pertukaran oksigen pada saluran pernapasan atas yang mengakibatkan mati lemas, serta memastikan tidak ditemukan unsur pidana dalam kasus ini.
Namun, Nicholay Aprilindo menilai bahwa pernyataan tersebut tak sepenuhnya mewakili fakta dan mengajak publik untuk mengkaji lebih lanjut keterangan resmi.
Kritiknya membuka ruang dialog tentang transparansi investigasi dan perlunya menjaga akuntabilitas dalam penanganan kasus kematian tokoh publik.
Pernyataan Direskrimum Polda Metro Jaya ini dinilai Nicholay Aprilindo penuh kejanggalan.
Menurutnya, pernyataan dirreskrimum ini bertentangan dengan hasil pemeriksaan ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat.
"Ahli RSCM mengatakaan kematian korban diakibatkan adanya luka lebam," kata Nicholay dikutip dari tayangan Hot Room Metro TV pada Rabu (30/7/2025).
Selain itu, lanjut Nicholay, ada juga luka terbuka dangkal dengan tepi tidak rata pada bibit bawah dalam, luka lecet pada pipi kanan, luka lecet pada leher, memar pada kelopak atas mata sebeleh kiri, dan bibir bawah bagian dalam.
Selain itu ada juga memar lengan atas kanan dan bawah, tenggorokan ditemukan lendir dan busa halus putih kemerahan, sembab paru, pembengkakan paru dan pelebaran pembuluh darah dan bintik-bintik pendarahan.
Hasil lain juga mengungkap darah berwarna gelap dan encer, kekuarangan oksigen akut pada jantung serta gangguan pertukaran oksigen pada saluran nafas atas yang menyebabkan kematian
"Kalau luka sebegitu banyak, dikatakan mati bunuh diri?," katanya.
Apalagi, lanjut Nicholay, sebelum kepalanya tertutup lakban, juga ditutup dengan plastik.
Nicholay membantah luka-luka tersebut disebabkan karena korban mau melompat dari rooftop gedung Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
Nicholay justru melihat gerakan Arya Daru yang seolah memeluk tembok itu karena ada yang membuntuti dia.
"Berdasatrkan hasil analisa kami, dia lihat, masih ada gak orang yang membuntuti dia," katanya.
"Kalau dia naik di atas tembok itu, mana mungkin terjadi luka lebam. Sekeras-lerasnya orang memeluk tembok begini, tidak mungkin terjadi luka lebam," katanya.
"Tidak ada luka lebam dari sandar tembok," tegasnya.
Selain itu, lanjut Nicholay, kalau niat korban naik ke rooftop sudah mau bunuh diri, dia pasti sudah melompat ke bawah.
"Ngapain nunggu, ngapain harus meninggalkan tas yang berisi pakaian," katanya.
Apalagi lanjut Nicholay, dari informasi yang dia terima di dalam laptop itu berisi sindikat TPPO by name dan by adrees.
"Ada informasi A1 bang," sebutnya.
Nicholay juga curiga dengan pengakuan polisi bahwa ponsel korban hilang.
"Waktu dia ke GI (Grand Indonesia) ada Farah ada Dion, balik ke kos pegang HP. Lalu, yang hilang HP yang mana,"katanya.
NIcholay juga menganggap aneh rekaman CCTV di rooftop dan pengakuan penjaga kos.
Dari rekaman CCTV di rooftop terlihat dia berada di tempat itu hingga pukul 23.09.
Namun, menurut pengakuan penjaga kos Arya Daru masuk ke kos pukul 22.15 dan sempat menyapa dia.
"Darimana dalam satu persitiwa ada 2 orang," tukasnya.
(Bangkapos.com/TribunnewsBogor.com/Surya.co.id)