Israel Serang Qatar
Trump Geram Qatar Diserang Israel, Netanyahu Tutup Kuping, Apakah Hubungan As-Tel Viv Retak?
Trump mengaku telah berusaha memberi peringatan kepada Doha melalui utusannya, tapi terlambat.
POSBELITUNG.CO – Serangan Israel ke Qatar memantik reaksi dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Peristiwa Qatar diserang rudal Israel ini terjadi pada Rabu (9/9/2025) waktu setempat yang menyasar kawasan pemukiman di Doha.
Trump menyatakan tidak setuju atas serangan Israel di Qatar.
Ia menyatakan teguran keras terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Tentu pernyataan Trum ini dinilai sebagai sebuah langkah yang jarang terjadi sebelumnya.
Trump juga menambahkan bahwa diaa merasa geram lantaran Israel tidak melakukan koordinasi lebih dulu dengan Washington.
Apalagi hal itu menyangkut kepentingan strategis AS di Qatar.
Trump mengaku telah berusaha memberi peringatan kepada Doha melalui utusannya, tapi terlambat.
Menurut Trump, keputusan serangan Israel ini merupakan murni keputusan Netanyahu.
"Serangan ini bukan keputusan saya.
Itu sepenuhnya keputusan Perdana Menteri Netanyahu," ungkap Trump di media sosial Truth Social.
Ia menegaskan Washington tidak bertanggung jawab atas konsekuensi dari serangan Israel itu.
Pengamat menilai pernyataan keras Trump itu menandakan adanya keretakan sementara dalam hubungan Washington–Tel Aviv.
Hanya saja, dukungan politik dan militer AS terhadap Israel diperkirakan tidak akan berkurang secara signifikan.
Israel Menutup Kuping
Kendati mendapat teguran keras Trump, namun keberanian Israel menyerang Qatar itu lantaran Israel memandang Hamas sebagai ancaman eksistensial.
Israel mengklaim serangan itu untuk melemahkan struktur politik Hamas di luar negeri.
Pemerintah Israel menuduh Hamas terus menggunakan Doha sebagai pusat strategi dan diplomasi, termasuk negosiasi pembebasan sandera.
Oleh karenanya serangan ini dipandang bukan sekadar opsi, melainkan langkah vital untuk mencegah serangan lebih lanjut terhadap warga Israel.
Baca juga: Qatar Diserang Rudal Israel, Putra Tokoh Hamas Tewas, Ini Reaksi Doha dan Putra Mahkota Arab Saudi
Serangan ke Doha dinilai Israel sebagai pesan kekuatan, baik untuk Hamas maupun Iran.
Melalui operasi militer lintas batas ini, Israel ingin menunjukkan bahwa mereka mampu menyerang musuh di mana pun berada.
Bahkan di wilayah yang menjadi sekutu dekat Amerika Serikat.
Alasan Israel nekat menutup kuping dari teguran Trump ini juga karena negara zionis ini yakin dukungan Amerika Serikat tidak akan goyah.
Washington telah selama puluhan tahun menjadi sekutu strategis terdekat Israel di Timur Tengah, dengan bantuan militer bernilai miliaran dolar setiap tahun.
Dukungan itu membuat Tel Aviv percaya bahwa teguran Trump tidak akan berujung pada hilangnya perlindungan politik maupun militer dari AS.
Dengan kombinasi faktor keamanan, dukungan sekutu, pesan militer, politik dalam negeri, hingga kalkulasi diplomatik, Israel merasa cukup kuat untuk menolak tekanan bahkan dari sekutu terdekatnya sendiri.
Sikap ini sekaligus menegaskan bahwa dalam isu Hamas, Tel Aviv hanya mengutamakan kepentingannya sendiri, meski harus berhadapan dengan kemarahan Washington.
PM Qatar Siap Balas Israel
Merespons serangan brutal Israel yang menargetkan ibu kota Doha, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani menegaskan negaranya akan membalas serangan pasukan Netanyahu.
Dalam konferensi pers resmi, Al-Thani menyebut serangan itu sebagai “terorisme negara” dan pelanggaran serius terhadap kedaulatan Qatar.
“Negara Qatar berkomitmen untuk bertindak tegas terhadap apa pun yang menargetkan wilayahnya dan akan berhak untuk membalas serta mengambil semua tindakan yang diperlukan,” kata Al-Thani.
Menurut laporan Al Jazeera, 12 rudal yang ditembakkan Israel menghantam sebuah kompleks perumahan di wilayah padat penduduk.
Akibatnya, sejumlah bangunan apartemen mengalami kerusakan parah dan kaca-kaca jendela pecah.
Beberapa rumah di sekitar lokasi ikut terdampak gelombang ledakan.
Kementerian Dalam Negeri Qatar mencatat sedikitnya enam orang tewas.
Mereka terdiri dari seorang pejabat keamanan Qatar dan lima anggota Hamas.
Termasuk putra dari pemimpin Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, dan salah satu ajudannya, serta seorang perwira Qatar.
Lebih dari 20 warga sipil dilaporkan luka-luka akibat terkena serpihan bangunan dan ledakan.
Serangan ke Doha mungkin tidak langsung menyentuh fasilitas energi, tetapi efek psikologisnya sudah terasa di pasar.
Pasokan LNG Qatar yang mengalir ke Eropa pasca embargo Rusia dan ke Asia yang haus energi membuat stabilitas negara ini krusial.
Gangguan kecil saja di Doha bisa menimbulkan spekulasi besar di bursa energi dunia.
Sementara itu, Israel terkesan menolak tunduk pada teguran Presiden AS Donald Trump terkait serangan militer Israel ke ibu kota Qatar yang menewaskan enam orang itu.
Alih-alih mundur, Israel justru menegaskan bahwa kebijakan militernya tidak ditentukan oleh kepentingan Washington.
Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon mengatakan Tel Aviv tetap berdaulat penuh dalam mengambil keputusan, meskipun mengakui adanya koordinasi erat dengan Amerika.
“Kami tidak selalu bertindak demi kepentingan Amerika Serikat.
Kami terkoordinasi, mereka memberi dukungan yang luar biasa, kami menghargai itu.
Tapi terkadang kami membuat keputusan sendiri, lalu memberitahu Amerika,” kata Danon dikutip dari Straits Times.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.