Palestina Vs Israel
Gencatan Senjata di Gaza Mulai Berlaku, Tapi 2 Partai Koalisi Netanyahu Ini Tolak Kesepakatan
perjanjian untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza itu mendapat penolakan dari para menteri ekstremis zionis sayap kanan.
POSBELITUNG.CO – Proses gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina mulai berlaku menyusul pengumuman pemerintah Israel yang menyatakan menyetujui sebuah perjanjian untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Termasuk melakukan pertukaran tahanan dengan faksi-faksi Palestina.
Namun, perjanjian untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza itu mendapat penolakan dari para menteri ekstremis zionis sayap kanan.
Menteri Keamanan Nasional sayap kanan, Itamar Ben Gvir menegaskan partainya Otzma Yehudit akan memberikan suara menentang fase pertama kesepakatan gencatan senjata yang diumumkan Israel.
Partai Otzma Yehudit tidak akan keluar dari koalisi Netanyahu saat ini, tapi dia memperingatkan jika Hamas tidak dibubarkan, maka Otzma Yehudit akan menjatuhkan pemerintah.
Tak hanya Ben Gvir, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich juga mengumumkan partainya yaitu, Zionisme Religius akan menentang kesepakatan tersebut, seperti dlapor The Times of Israel.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengumumkan menyatakan pemerintah menyetujui sebuah perjanjian untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza.
"Pemerintah yang dipimpin Benjamin Netanyahu telah menyetujui perjanjian untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza dan memulangkan semua sandera (tahanan Israel di Gaza)," bunyi pernyataan tersebut pada Jumat (10/10/2025).
Baca juga: Presiden Donald Trump Janji Buat Terobosan di Gaza, AS Akan Kontrol Israel
Pernyataan ini muncul usai kabinet Israel mengadakan sidang untuk pemungutan suara guna meratifikasi perjanjian tersebut.
Sidang kabinet Israel yang diperluas mulai Kamis (9/10/2025) malam untuk menyetujui kesepakatan guna mengakhiri perang di Jalur Gaza dan pertukaran tahanan.
Sidang itu dihadiri Steve Witkoff, utusan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, dan menantu sekaligus penasihat seniornya, Jared Kushner.
Setelah Israel mengumumkan persetujuannya terhadap perjanjian itu, maka gencatan senjata sudah mulai berlaku di Jalur Gaza.
Khalil al-Hayya, pemimpin Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di Jalur Gaza mengumumkan poin-poin yang disepakati dalam perjanjian gencatan senjata tahap pertama dengan Israel.
Kesepakatan itu tercapai melalui negosiasi tidak langsung yang ditengahi oleh mediator Qatar dan Mesir, dengan partisipasi delegasi Amerika Serikat (AS) dan Turki, yang berlangsung di Sharm el-Sheikh, Mesir, sejak hari Senin (6/10/2025).
Kesepakatan itu berdasarkan proposal yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump pada akhir September 2025 lalu.
Khalil Al-Hayya, kepala delegasi Hamas dalam perundingan itu mengatakan mereka berkomitmen terhadap perjanjian tersebut dan gencatan senjata yang berlaku setelah Israel meratifikasinya pada Kamis malam.
"Kesepakatan yang dicapai mencakup masuknya bantuan, pembukaan perlintasan Rafah, dan pertukaran tahanan," jelas Khalil dalam keterangan kepada Al Jazeera, Kamis (9/10/2025) malam.
Kesepakatan itu akan mencakup pembebasan 250 tahanan yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan 1.700 tahanan dari Jalur Gaza.
Selain itu, pihak Palestina yang bernegosiasi menerima jaminan dari para mediator dan pemerintah AS.
"Semua pihak ini mengonfirmasi bahwa perang telah berakhir sepenuhnya," tegasnya.
Ia menekankan Hamas akan terus bekerja dengan semua kekuatan nasional dan Islam untuk menyelesaikan langkah-langkah tersisa yang termasuk dalam proposal Donald Trump.
"Kami menyampaikan penghargaan yang mendalam kepada saudara-saudara yang menjadi mediator di Mesir, Qatar, dan Turki, dan kepada semua pihak yang telah berbagi darah dan perjuangan dengan kami dari negara kami di Yaman, Lebanon, Irak, dan Iran," jelas Khalil Al-Hayya dalam pidatonya.
Ia juga berterima kasih kepada semua orang di seluruh dunia yang berdiri dalam solidaritas dengan Palestina.
Terutama dalam konvoi dukungan dan pembebasan melalui darat dan laut.
Pada Kamis pagi, Qatar mengumumkan kesepakatan tentang ketentuan dan mekanisme untuk melaksanakan tahap pertama proposal Presiden AS Donald Trump, yang akan mengarah pada gencatan senjata, pertukaran tahanan, dan masuknya bantuan ke Jalur Gaza.
AS Jamin Hamas
Hamas mengklaim telah mendapat jaminan dari AS bahwa perang di Gaza telah berakhir sepenuhnya, tapi tidak menjelaskan lebih lanjut.
Sebanyak 200 personel militer Amerika Serikat akan dikirim ke Timur Tengah untuk memantau pelaksanaan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza.
Hal itu setelah tercapainya kesepakatan damai yang dimediasi oleh Presiden Donald Trump, menurut pernyataan pejabat senior AS kepada wartawan.
Sumber itu mengatakan Laksamana Brad Cooper, Kepala Komando Pusat militer AS, pada awalnya akan menempatkan 200 orang di lapangan.
Peran pasukan itu adalah mengawasi, mengamati, dan memastikan tidak ada pelanggaran, lapor The Times of Israel.
Kamis malam, Israel resmi menyetujui tahap pertama gencatan senjata Gaza, yang dapat menghentikan pertempuran dalam 24 jam dan memberi Hamas waktu 72 jam untuk membebaskan lebih banyak tawanan.
Keputusan ini ditentang oleh beberapa pejabat sayap kanan, termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamir Ben-Gvir.
Presiden AS Donald Trump menyatakan perang telah berakhir dan berencana ke Timur Tengah untuk penandatanganan resmi perjanjian gencatan senjata.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 67.194 warga Palestina dan melukai sekitar 169.890 orang, menurut data Kementerian Kesehatan Palestina pada Kamis.
Selain itu, blokade yang diberlakukan Israel menyebabkan 459 orang meninggal dunia, termasuk 147 anak-anak, akibat kelaparan dan kekurangan kebutuhan dasar.
Israel juga dilaporkan menyerang warga Palestina yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan, menewaskan sedikitnya 2.615 orang dan melukai lebih dari 19.177 lainnya sejak 27 Mei 2025, menurut laporan Anadolu Agency.
Pemerintah Israel menuding Hamas sebagai penyebab krisis kemanusiaan dan kehancuran di Gaza.
Hal itu menyusul serangan kelompok itu dalam Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan ratusan warga Israel dan menahan sekitar 250 orang.
Berdasarkan data per 3 September 2025, Israel memperkirakan masih ada 48 sandera—baik warga Israel maupun warga asing—yang masih ditahan di Gaza.
Beberapa di antaranya diyakini telah meninggal, namun jenazah mereka belum dikembalikan, sebagaimana dilaporkan oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).
(Tribunnnews.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
PM Inggris Ajak Warga Dukung Israel, Larang Demo Pro Palestina |
![]() |
---|
Ini Tuntutan Hamas pada Donald Trump, Perundingan untuk Damai |
![]() |
---|
Hamas Peringatkan Netanyahu Tak Kacaukan Proses Negosiasi Perdamaian dengan Israel |
![]() |
---|
Artis Malaysia Zizi Kirana Sempat Disandera Tentara Israel, Wanda Hamidah Pulang ke Indonesia |
![]() |
---|
Presiden AS Donald Trump Optimis Perdamaian Israel dan Palestina Akan Segera Tercapai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.