Yusril Ihza Mahendra : Ada Negeri yang Hilang di Belitung
Jurnal Etnologi Hindia Belanda ‘Tijdschrift voor Indische Taal, Land-En Volkenkunde ‘ tahun 1890 memuat sebuah cerita rakyat.
Laporan Wartawan Pos Belitung Wahyu Kurniawan
POSBELITUNG.COM, TANJUNGPANDAN - Jurnal Etnologi Hindia Belanda ‘Tijdschrift voor Indische Taal, Land-En Volkenkunde ‘ tahun 1890 memuat sebuah cerita rakyat tentang tujuh penyebar Agama Islam yang disebut oleh
masyarakat Belitong dengan nama Datuk Keramat. Satu persatu cerita dalam tulisan itu mulai terungkap.
Dari ke tujuh penyebar Agama Islam itu, salah satunya adalah Datuk Keramat di Padang Lambayan Ngabehi Gunong Sepang. Merujuk pada namanya, tokoh ini berkedudukan di kawasan bukit Gunong Sepang (350 meter) yang sekarang berada di sekitar Liring, Desa Renggiang, Kecamatan Simpang Renggiang, Kabupaten Belitung Timur.
Warga Desa Air Saga, Tanjungpandan Syamsu baru-baru ini pernah menyambangi lokasi tersebut bersama sejumlah rekannya. Kunjungan itu salah satunya terinspirasi dari berita Pos Belitung sebelumnya tentang tujuh Datuk Keramat di Belitong.
Menurutnya, makam Datuk Keramat di Padang Lambayan terlihat sangat dekat dengan bukit Gunong Sepang. Warga sekitar juga mengenal nama yang hampir sama yakni Keramat Padang Lambayan.
Konon, nama ini merujuk pada fungsi lokasi tersebut pada masa lalu yakni tempat untuk orang beradu ilmu kanuragan. Pendekar yang menjadi juara akan mengubur lawannya dan kemudian melambaikan tangan sebagai
salam perpisahan.
Begitu pula, pendekar yang kalah juga akan melambaikan tangan dari alam kubur sebagai tanda ia akan tinggal di padang tersebut selamanya. Kisah para pendekar yang saling melambaikan tangannya usai beradu ilmu
itu kemudian menjadi latar penamaan Padang Lambayan.
Pakar hukum nasional asal Belitong Yusri Ihza Mahendra juga pernah menyebut nama Gunong Sepang pada sebuah acara radio BFM di Tanjungpandan, 27 Maret 2014. Waktu itu ia sedang berbicara panjang lebar terkait persiapan Partai Bulan Bintang (PBB) menghadapi Pemilu Legislatif.
Pada satu bagian dalam paparannya Yusril mengatakan bahwa masyarakat Belitung memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap suku lain, termasuk pada warga Tiong Hoa. Untuk memperkuat argumen tersebut,
Yusril menuturkan sejarah tentang kehidupan harmonis antara masyarakat Belitong dengan warga Tiong Hoa.
“Aku belajar tentang sejara Belitong banyak, sejara tentang orang-orang Cina masok ke Belitong, orang Cina la ade di Belitong sejak Dinasti Tang, sejak abad ke enam-tujo masehi, jao sebelum Belande datang. Teori lamak ngatekan, orang Cina de bawak Belande tu jadi kuli nambang tima, dak benar. (Saya banyak belajar tentang
sejarah Belitung, sejarah tentang orang-orang Tiong Hoa masuk ke Belitung. Orang Tiong Hoa sudah ada di Belitung sejak Dinasti Tang, sejak abad ke enam-tujuh masehi, jauh sebelum Belanda datang. Teori
lama mengatakan orang Tiong Hoa dibawa oleh Belanda untuk menjadi kuli tambang timah, tidak benar),” kata Yusril.
“De Gunong Sepang itu ade satu negeri yang hilang. Ade dalam peta-peta lamak name e to Negri Gunong Sepang, itu dak de urang agik di sanak. Aku isak jalan tige ari de Gunong Sepang, agik ketemu isak-isak tambang Cina kuncit dari abad lapan masehi, lengkap dengan keramik-keramik die semue, aku tau itu keramik abad lapan. (Di Gunong
Sepang itu ada satu negeri yang hilang. Ada dalam peta-peta lama itu namanya Negeri Gunong Sepang, itu tidak ada lagi orang di sana. Saya pernah jalan tiga hari di Gunong Sepang, masih ketemu bekas-bekas tambang orang Tiong Hoa berkuncir dari abad delapan masehi, lengkap dengan semua keramik-keramik mereka, saya tahu itu keramik abad ke delapan,” kata Yusril.
Sejauh ini belum diketahui apakah Negeri Gunong Sepang yang diceritakan Yusril tersebut berkaitan dengan Makam Datuk Keramat di Padang Lambayan Ngabehi Gunong Sepang.