Permainan Tradisional Kian Tersingkir, Padahal Kata Psikolog Itu Lebih Tepat Untuk Anak

Permainan tradisional pun semakin tersingkirkan.Padahal permainan tradisional tersebut adalah hal yang tepat bagi anak-anak.

TRIBUNJOGJA/Bramasto Adhy
Sejumlah anak bermain meriam bambu di Kauman, Wijirejo, Bantul, Rabu (24/6). Meriam bambu merupakan satu diantara permainan tradisional yang dimainkan anak-anak pedesaan saat menanti waktu berbuka puasa 

POSBELITUNG.COM - Saat ini gadged, laptop serta komputer adalah hal yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan anak-anak.

Pengamatan Tribun Jogja di beberapa kesempatan, alat-alat tersebut adalah teman utama anak-anak dalam bermain.

Permainan tradisional pun semakin tersingkirkan.Padahal permainan tradisional tersebut adalah hal yang tepat bagi anak-anak.

Menurut psikolog klinis anak Dr Indria Laksmi Gamayanti anak bermain dengan natural, stimulasi yang didapatkan kognitif, mencerdaskan sertaanak bisa berlatih menahan emosi serta adanya interaksi sosial.

"Untuk anak-anak, permainan yang tepat ya dolanan bocah yang natural seperti saat kita kecil. Itu sebetulnya yang paling positif," jelasnya.

Menurutnya gaded dan peralatan yang canggih lainnya tepatnya digunakan untuk menunjang produktivitas pekerjaan saja. Karena menurutnya dilihat dari cara kerjanya akan menghilangkan satu sisi kemanusiaan.

Perkenalan anak-anak dengan teknologi dirasa akan tepat jika kemampuan dasar sudah terpenuhi.

Pengamatannya, saat ini anak-anak belum cukup kemampuan dasarnya namun dipaksakan untuk menerima teknologi yang justru menjadi bumerang bagi sang anak.

Seperti diketahui, game misalnya dapat memberikan efek buruk bagi anak-anak, kekerasan bisa dipicu dari game.
Perkenalan anak-anak dengan teknologi juga menyebabkan dampak lain yakni perkenalan dengan pornografi.

Ini tidak kalah bahanyanya dengan game, sebagai contoh saat anak-anak berselancar di internet, pornografi akan mudah ditemukan. Sehingga perlu ada pembatasan dalam hal ini.

Menurut Gamayanti, pembatasan bisa dilakukan dengan pembatasan penggunaan internet dan komputer pada siswa SD dan SMP.

Bisa dilakukan dengan tidak perlu diberi tugas yang bebasis pada internet dan komputer.
"Cukup banyak kejadian anak SD diminta mencari bahan belajar di internet yang didapatkan pornografi. Apa perlu? toh buku masih banyak." katanya.

Mendidik anak untuk maju dirasa tidak selalu dengan hal yang berbau modern.

"Yang penting kemampuan dasar pada anak, dikembangkan dulu, mateng dulu, mapan dulu. Sebenarnya ini (teknologi) mematikan rasa dan menumpulkan potensi," kata perempuan yang juga menjadi ketua Ikatan Psikologi Klinis ini.

"Yang terjadi saat ini, mau membangun rumah pondasinya belum jadi. Kesusu pengen dipasangi jendela, dipasangi atap, yang terjadi rumahnya rubuh," kias Gamayanti menggambarkan fenomena yang terjadi saat ini. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved