Sejarah Belitung Timur - Ini Kisah Perjalanan yang Menginspirasi Berdirinya Kota Manggar

Sejarah berdirinya kota Manggar berkaitan erat dengan pembukaan distrik tambang timah baru NV Billiton Maatschappij (B.M) di wilayah timur Pulau Belit

POSBELITUNG.COM - Sejarah berdirinya kota Manggar berkaitan erat dengan pembukaan distrik tambang timah baru NV Billiton Maatschappij (B.M) di wilayah timur Pulau Belitung.

Terdapat dua sosok yang berperan dalam pembukaan distrik baru tersebut yakni Den Dekker dan De Groot.

Baca: Menelisik Jejak Tuan Dekker dan Asal Usul Kota Manggar

Den Dekker adalah seorang pribumi yang menjadi satu di antara enam pioner perusahaan tambang timah Billiton.

Sedangkan De Groot adalah insiyur tambang Pemerintah Hindia-Belanda yang juga termasuk dalam daftar pioner perusahaan tambang timah Billiton.

de groot
de groot

Monumen para pioner perusahaan timah Billiton di halaman museum Kabupaten Belitung. Nama De Groot dan Den Dekker masuk dalam daftar lima nama pioner yang terpahat di monumen tersebut.

Pada tahun 1861, Den Dekker menjadi kepala distrik baru di wilayah timur Pulau Belitung. Ia menamai distrik barunya tersebut dengan nama Burong Mandi.

Tapi kepala administrasi perusahaan memberikan nama lain yakni Lenggang. Perbedaan di antara keduanya membuat nama distrik baru tersebut menjadi Burong Mandi-Lenggang.

Pada tahun 1862 De Groot kembali berkunjung ke Belitung untuk melakukan penelitian dan inspeksi wilayah baru yang akan dibuka oleh perusahaan. Penelitiannya dilakukan mulai dari Tanjungpandan sampai ke Lenggang dengan menyusuri wilayah timur Pulau Belitung.

De Groot memulai perjalananya dari Tanjungpandan ke Sijuk dan menginap di muara Sungai Sijuk pada 27-28 Juli 1862.  Kemudian tanggal 29 rombongannya bertolak ke Gunung Tajau dan juga menginap di sana. Seluruh rangkaian kunjungan di Distrik Sijuk ini diisi dengan kegiatan mengunjungi sejumlah tambang timah yang sudah digarap oleh pihak perusahaan.

Perjalanan menuju distrik baru yang dibuka oleh Den Dekker dimulai pada tanggal 30 Juli 1862 dari Gunung Tajau. Den Dekker adalah Direktur Administrasi di distrik baru tersebut.

”30 Juli kami mulai perjalanan tiga hari melalui rimba, ladang-ladang tua, jalan setapa yang buruk yang membawa kami ke distrik tambang yang dibuka oleh Den Dekker dalam tahun 1861 di bagian timur dari pulau,” tulis De Groot.

Tanggal 1 Agustus De Groot sampai di tempat kedudukan Den Dekker di Sungai Lolo. Selanjutnya ia dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Sungai Manggar pada hari Minggu tanggal 3 Agustus. Perjalanan ke Sungai Manggar semula akan ditempuh lewat jalur laut. Namun minimnya angin membuat perahu yang mereka gunakan kesulitan berjalan.

Mereka pun harus beralih ke jalur darat dan berjalan kaki menyusuri pantai dari Tanjung Burong Mandi. De Groot dan rombonganya tiba di muara Sungai Manggar pada hari Minggu tanggal 3 Agustus 1862 pukul 11.30.

”Yang kami temui di muara sungai adalah kepala Sekah Ma Demang dan Ma Tija bersama sejumlah anak buahnya...sambil beristirahat di pantai di bawah pohon cemara laut kami melihat keterampilan Orang Sekah  menangkap ikan...dengan perut lapar dan lidah haus kami lanjutkan perjalanan di tepi pantai yang sudah terendam air karena laut pasang, ke arah selatan ke Tanjung Semak,” kata De Groot

De Groot dan rombongan melewati kaki bukit Celaka di tepi pantai yang ditumbuhi banyak pohon. Satu pohon di antaranya roboh ke arah laut sehingga mereka harus melewatinya meski harus menantang maut.

”Setengah enam kami sampai pada batu pasir dekat Tanjung Semak dan arena perahu layar belum kelihatan dan di sini kami ada di tanah tinggi dan kering, sesuai untuk berkemah, diputuskan untuk bermalam di situ, pada tepi hutan, dekat pantai, dan pemandangan bebas ke atas laut. Untuk kemah, beberapa pohon ditebang, dibersihkan dan dinyalakan api. Dua api unggun dinyalakan di tepi hutan, dan yang ketiga di pantai di atas garis air tinggi untuk melindungi kami dari babi hutan, buaya, ular, dan sebagainya. Juga sebagai pertanda bagi Den Dekker untuk menemukan kami,” kata De Groot.

Dalam konteks ini, De Groot dan rombongan berharap perjalanan menuju Lenggang dilanjutkan lewat jalur laut menggunakan perahu Den Dekker. Perahu Den Dekker yang sebelumnya tak bisa berlayar karena tidak ada angin, akhirnya baru bisa bergerak pada pukul 15.00, dan tiba. Pukul 19.00 perahu Orang Laut Ma Demang dan Ma Tija mendekat ke arah lokasi perkemahan De Groot. Mereka bertugas menjemput De Groot dan rombongan untuk dibawa ke Kapal Den Dekker.

Tapi karena air laut dangkal, perahu Orang Laut itu tidak bisa merapat ke tepi pantai. Angin dan ombak yang bergemuruh tidak memungkinkan pihak De Groot untuk berkomunikasi dengan Orang Laut tersebut.

”Tetapi akhirnya kita memperoleh kontak oleh keputusan berani dari beberapa Orang Sekah yang meloncat dari perahu dan berenang ke pantai sambil melawan ombak. Mereka menyampaikan kepada kami permohonan agar kami mengelilingi Tanjung Semak, yang mana di sebelah selatan dari tanjung itu diperkirakan tidak ada gelombang akan dijemput,” kata De Groot.

Permohonan itu dipenuhi De Groot dan mereka langsung membongkar kemah. Dengan disinari sinar bulan, rombongan De Groot melewati bebatuan Tanjung Semak. Perjalanan dalam kondisi setengah gelap nan berbahaya itu hanya berbekal senjata tongkat panjang.

”Nama semak dalam bahasa Melayu berarti ’tidak dapa dijalani’ dan itu sangat tepat. Tempat perjalanan kami terdiri dari bidang batu miring, celah-celah, ujung tajam, dan bongkahan-bongkahan batu lepasan yang bergerak kalau diinjak kaki. Pekerjaan kami adalah meloncat-loncat dan bergelantungan. Akhirnya kami selamat melewati bebatuan dan kami turun ke dataran pasir pantai. Sementara itu bulan sudah tidak tampak lagi, perahu schonner kelihatan lampu putihnya, tetapi perahu Sekah tidak kelihatan. Kami melanjutkan perjalanan di pantai yang tidak kami kenal itu untuk mendekati perahu, tetapi kami harus berhenti jam setengah sebelas malam di parit hampiran karena kedalamannya tidak bisa dijalani juga karena adanya buaya yang pasti akan ditemui,” kata De Groot.

Tanggal 4 Agustus, pukul 05.00 mereka dijemput untuk berangkat  menuju kapal schonner Den Dekker yang berlabuh di Pulau Begantong. Selanjutnya mereka bertolak ke Lubuk Batu di tepian sungai Lenggang dan kaki bukit Gunong Selumar.

peta de groot
Sketsa rute perjalanan De Groot dan rombonganya di wilayah timur Pulau Belitung tahun 1862.

”Lubuk Batu waktu itu dirancang menjadi tempat utama dari distrik tambang timur, atas nasehat saya itu ditinggalkan dalam tahun 1862 dan Manggar dipilih sebagai tempat-kepala. Antara penghunian sementara Tuan Den Dekker di Sungai Lolo dengan titik di Manggar untuk kampung bernama sama di waktu itu hanya ada satu kampung kecil Ma Sain, dan antara titik itu dan Lubuk Batu hanya terdapat kampung famili Gadong. Sebagian besar dari pantai timur hanya sedikit penghuni,” kata Den Dekker.

”Kami telah menjalani parah terbesar dari pantai timur Blitong dan dengan cara petualangan, siang dan malam, tetapi segera setelah perjalanan yang tak dikehendaki itu terlampau dan berakhir tanpa kecelakaan, pasti pada semua pengikut akan terkenang sebagai suatu petualangan yang bersejarah dan yang selalu diingat, seperti saya,” kata De Groot.

Bila merujuk pada keterangan De Groot tampak pemindahan pusat distrik baru di wilayah timur ke Manggar berlangsung pada tahun 1862. Kurun waktunya tentu pada bulan Agustus-Desember 1862. Menurut Molema, lokasinya berada di sebelah kanan sungai Manggar.

Gambaran mengenai pusat distrik itu juga bisa dilihat dalam Peta Blitong buatan De Groot yang diterbitkan pada tahun 1887.

peta De Groot
peta De Groot
Sumber: Pos Belitung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved