Begini Kronologi Pengeroyokan Ratna Sarumpaet Menurut Jubir Prabowo-Sandi

"Ternyata beliau ketakutan, trauma sehingga tidak melaporkan dan tidak mengabarkan kepada siapa pun, dan kami pun tidak tahu kenapa beliau ..."

Ratna Sarumpaet 

Ratna Sarumpaet lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, 16 Juli 1948 (umur 70 tahun).

Dia adalah seniman yang banyak mengeluti dunia panggung teater, selain sebagai aktivis organisasi sosial dengan mendirikan Ratna Sarumpaet Crisis Centre.

Ratna terkenal dengan pementasan monolog Marsinah Menggugat, yang banyak dicekal di sejumlah daerah pada era administrasi Orde baru.[1]

Baca: Komitmen KBRI Riyadh, Akan Bantu Habib Rizieq jika Tersandung Masalah Hukum di Arab Saudi

Baca: Wanita Asal Garut Tertangkap Narkoba di Beltim

Sarumpaet, lahir dalam keluarga non muslim yang aktif secara politis di Sumatera Utara, awalnya belajar arsitektur di Jakarta.

Setelah melihat drama W.S. Rendra pada tahun 1969, ia memutuskan untuk keluar dan bergabung dengan grup drama tersebut.

Lima tahun kemudian, setelah menikah dan masuk Islam, ia mendirikan Satu Merah Panggung; grup tersebut melakukan sebagian besar adaptasi drama asing.

Ketika ia menjadi semakin khawatir tentang pernikahannya dan tidak senang dengan adegan teater lokal, dua tahun kemudian Sarumpaet meninggalkan grup dan mulai bekerja di televisi; ia baru kembali pada tahun 1989, setelah menceraikan suaminya.

Pembunuhan Marsinah, seorang aktivis buruh, pada tahun 1993 menyebabkan Sarumpaet menjadi aktif secara politik. Dia menulis naskah pementasan orisinal pertamanya, Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah, pada tahun 1994 setelah terobsesi dengan kasus ini.

Hal ini diikuti oleh beberapa karya politik lainnya, yang beberapa diantaranya dilarang atau dibatasi oleh pemerintah. Semakin kecewa dengan tindakan otokratik Orde Baru Soeharto, selama pemilihan umum 1997 Sarumpaet dan grupnya memimpin protes pro-demokrasi.

Untuk salah satu di antaranya, pada Maret 1998, ia ditangkap dan dipenjara selama tujuh puluh hari karena menyebarkan kebencian dan menghadiri pertemuan politik "anti-revolusioner".

Baca: Masjid Apung di Palu Porak Poranda Serta Posisinya Bergeser usai Dihantam Gempa dan Tsunami

Baca: Kisah Pendaki Gunung Yang Hilang 6 Hari Digondol Hantu Putri Cantik di Gunung Singai

Setelah dibebaskan, Sarumpaet terus berpartisipasi dalam gerakan pro-demokrasi; tindakan ini menyebabkan dia melarikan diri dari Indonesia setelah mendengar desas-desus bahwa dia akan ditangkap karena perbedaan pendapat.

Ketika dia kembali ke Indonesia, Sarumpaet terus menulis stageplays yang bermuatan politik.

Ia menjadi kepala Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2003; dua tahun kemudian dia didekati oleh UNICEF dan diminta untuk menulis drama untuk meningkatkan kesadaran perdagangan anak di Asia Tenggara. Pekerjaan yang dihasilkan berfungsi sebagai fondasi untuk debut filmnya tahun 2009, Jamila dan Sang Presiden.

Film ini dikirimkan ke ajang Academy Awards ke-82 untuk Film Berbahasa Asing Terbaik namun gagal masuk nominasi. Tahun berikutnya, ia merilis novel pertamanya, Maluku, Kobaran Cintaku.

(Kompas.com)

Baca: Lucinta Luna Tiba-tiba Ngamuk saat Atta Halilintar Tanya Soal KTP: Jangan Macem-macem Lo Ya!

Baca: PKI Rencanakan Menculik 8 Jenderal di Malam G30/SPKI, tapi Brigjen Soekendro Selamat, Siapa Dia?

Baca: Curhat Sedih Anak Driver Ojol, Ayahnya Sering Di-cancel Pelanggan Karena Hal Sepele ini Jadi Viral

Baca: SBY Tiba-tiba Minta Maaf ke Jokowi Terkait Tweet Andi Arief yang Dinilai Terlalu Keras, Ini Pesannya

Baca: Rumah Termahal di Dunia Ini Seharga 1 Miliar Pound, Begini Ternyata Potretnya, Intip di Sini

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved