Menilik Tradisi Gelar Selamat Laut Suak Gual, Ada Pengakuan Nelayan Tentang Hantu Laut
“Ini bukan untuk menghalang-halangi kita dalam mencari nafkah, tapi inti dari Selamat Laut ini adalah agar kita memperoleh keselamatan ..."
POSBELITUNG.CO -- Kawasan pelabuhan nelayan Desa Suak Gual, Kecamatan Selat Nasik, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) tampak ramai dengan aktivitas ratusan warga.
Alunan musik keroncong di antara riuh rendahnya obrolan warga membuat terik matahari seolah tak jadi soal.
Sekelompok ibu-ibu rumah tangga tampak sibuk menyiapkan hidangan di sebuah pondok yang dibuat berdekatan dengan panggung hiburan.
Tenda beserta kursi membentang bebas di tengah jalan.
Sementara para pemuda desa tampak bersemangat mengkondisikan tempat untuk menggelar ritual Selamat Laut.
Begitu hidupnya Suak Gual pada penyelenggaraan Selamatan Laut tahun ini.
Kepala Desa Suak Gual, Yusup Kamarudi mengatakan, Selamatan Laut tersebut merupakan yang paling meriah sepanjang sejarah desanya.
Berbagai lomba digelar, pertunjukkan kesenian dan hiburan musik campak asal Tanjungpandan pun ikut ditampilkan.

Saat ritual Selamat Laut akan dimulai, suasana riuh warga pun kemudian mulai terdengar memelan.
Sekelompok orang berkumpul di sebuah selasar yang terbuat dari susunan papan di pekarangan rumah warga.
Ritual dimulai dengan acara serahan yakni pendelegasian mandat masyarakat kepada Kepala Desa untuk melaksanakan Selamat Laut.
Pendelegasian itu disampaikan oleh Ketua Kelompok Nelayan dengan menyalami Kepala Desa sambil mengucapkan pesan-pesan.
Setelah itu Kepala Desa menyampaikan mandat tersebut kepada Dukun Kampong Desa Suak Gual Kamarudin Kahar.
Penyampaian ini bertujuan memberikan kepercayaan penuh pada Dukun Kampong untuk memimpin ritual Selamat Laut.
Setelah diterima, Dukun Kampong kemudian memberikan penjelasan mengenai makna Selamat Kampong kepada warga.
Nuansa magis pun terasa ketika Dukun Kampong memulai ritual dengan menghidupkan api di sebuah tempat perdupaan.
Sejumlah perlengkapan lain seperti tepung tawar dan air juag sudah menanti di hadapannya.
Kedua perlengkapan itu tampak diberi baca-bacaan oleh Dukun Kampong.
Di hadapannya juga sudah berjejer sejumlah kantong plastik berisikan dedaunan dan botol air.
Kantong plastik ini merupakan titipan para nelayan untuk Dukun Kampong.
Setelah ritual selesai, prosesi kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa secara Islam.
Setelah doa selesai, tepung tawar dan air dari Dukun Kampong dimasukkan dalam kantong plastik titipan warga.



“Tiga hari setelah ritual ini para nelayan belum boleh melaut, boleh kembali ke laut pada Kamis malam,” kata Dukun Kampong.
Pesan ini diperkuat lagi dengan pernyataan dari Kepala Desa agar para nelayan dan masyarakat mematuhi pesan Dukun Kampong.
Menurutnya kepatuhan terhadap pesan tersebut merupakan penghormatan terhadap tradisi Selamat Laut.
“Ini bukan untuk menghalang-halangi kita dalam mencari nafkah, tapi inti dari Selamat Laut ini adalah agar kita memperoleh keselamatan saat mencari rezeki di laut,” kata Yusup.
Tak lama kemudian nelayan membubarkan diri sambil membawa kantong pulang kantong plastik tersebut.
Ketua Kelompok Nelayan Tigor mengatakan, tepung tawar dan air dari Dukun Kampong akan dicampur dan kemudian dicipratkan ke perahu mereka dengan menggunakan dedaunan.
Terdapat dua jenis daun yang dititipkan dalam kantong plastik nelayan yakni daun Tembiang Berani dan daun Naga Emas.
Sebagian nelayan tampak memilih langsung menyipratkan air bercampur tepung tawar tersebut ke sekeliling badan perahu.
Namun sebagian lainnya memilih menyiprakannya menjelang habis sore.

Suhai (38) merupakan salah seorang nelayan yang memilih langsung menyiparkan air tepung tawak usai ritual Selamat Laut.
Ia mengaku percaya bahwa Selamat Laut merupakan bagian penting dari aktivitasnya sebagai nelayan.
Ia mengatakan akan mematuhi pesan Dukun Kampong untuk tidak pergi melaut selama tiga hari ke depan.
“Kita akan turuti itu untuk menghindari bala, antu laut (Hantu Laut-red), dan segala macam hal yang buruk yang ada di laut, semua nelayan percaya itu (keberadaan hantu laut-red) bukan hanya nelayan yang ada di Suak Gual ini,” kata Suhai kepada Pos Belitung.
Kepercayaan itu lanjutnya bukannya tanpa alasan. Sebab mereka sudah sering melihat bukti kecelakaan di laut akibat melanggar pesan Dukun Kampong.
“Kalau di langgar, Dukun Kampong tidak akan bertanggung jawab, makanya kita tetap pilih diam di darat, sebagian ada yang milih mengurus kebun, kalau yang tidak ada kebun ya santai-santai aja di warung kopi,” ujar nelayan lainnya, Azhri.
Kepala Desa Suak Gual Yusup Kamarudin memastikan, tradisi Selamat Laut akan terus dimeriahkan seperti ini.
Bahkan ia bertekad untuk membuatnya menjadi lebih meriah pada tahun depan sebagai upaya untuk mempromosikan potensi yang ada di desanya.
Berita ini hasil observasi dan wawancara Pos Belitung, Desember 2014.
Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan kalian tentang budaya di Pulau Belitung ya. (posbelitung.co/Wahyu Kurniawan)