Lipsus Tambang Timah Beltim

Bukan Pekerjaan Sembarangan, Ini Kisah Juru Ledak Open Pit Nam Salu

Bapak dua anak ini pernah diangkat menjadi juru ledak. Kala itu, cuma belasan saja yang menangani bidang ini.

NET
Ilustrasi peledakan area tambang. 

POSBELITUNG.CO, BELITUNG TIMUR - Syarif Ani (63), warga Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur (Beltim) pernah merasakan bekerja di PT Broken Hill Propriety Indonesia (BHPI).

Ia bergabung pada 1980 berstatus tenaga kontrak. Tiga tahun kemudian, tepatnya 1983 , ia diangkat menjadi pegawai tetap.

Di Open Pit Nam Salu, pekerjaan Syarif dimulai dari helper bor sampel timah.

"Ya kerjanya di sekitar ore body di benching (lereng, red). Dulu gajinya masih kontrak Rp 40.000-Rp 70.000 sebulan itu sudah sama lembur. Diangkat karyawan naik Rp 100 ribu per bulan," ujar Syarif sambil tersenyum mengenang masa saat ditemui posbelitung.co, Senin (15/10/2018).

Bapak dua anak ini pernah diangkat menjadi juru ledak. Kala itu, cuma belasan saja yang menangani bidang ini.

Sebab, pekerjaan itu harus mengantongi sertifikat dan kartu izin meledakkan (KIM) yang dikeluarkan PT BHPI.

Prosedur meledakkan pun tidak sembarangan, harus melalui beberapa tahapan.

"Ada bunyi sirene pertama, (pekerja lain, red) jangan mendekat lokasi tambang. Sirene kedua baru siap meledakkan," ujar Syarif.

"Kadang ada juga yang mis fire (gagal meledak, red), itu harus diledakkan lagi."

Selama menjadi juru ledak, Syarif mengaku belum pernah terjadi kecelakaan kerja. Sebab tingkat keamanan dalam pengerjaan sangat tinggi.

Syarif kemudian pensiun dari PT BHPI pada 1994 saat open pit berhenti beroperasi.

Ia pun mencoba peruntungan melamar di PT Freeport-McMoRan, Papua. Ia diterima bekerja hingga tujuh tahun lamanya. (q5)

Sumber: Pos Belitung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved