Horizon

Demokrasi Kasta Kedua

Tema Pemilu 2019 kali ini sebatas 01 dan 02 atau Jokowi – Ma’ruf Amin dan Prabowo – Sandi.

zoom-inlihat foto Demokrasi Kasta Kedua
agitasi
Ilustrasi demokrasi

POSBELITUNG.CO -  HAK sebagai warga negara dalam berdemokrasi telah kita tunaikan pada 17 April 2019 lalu. Dengan keyakinan penuh sambil diiringi doa, masing-masing dari kita telah menusuk pasangan capres yang ada di surat suara.

Kita sengaja tidak berbicara soal calon anggota DPD maupun Caleg, karena faktanya pada Pemilu 2019 ini seluruh energi terkuras untuk urusan Pilpres.

Tema Pemilu 2019 kali ini sebatas 01 dan 02 atau Jokowi – Ma’ruf Amin dan Prabowo – Sandi.

Dan kenyatannya, hingga nyaris sepekan pascacoblosan, energi kita masih saja berkutat seputar soal Jokowi – Prabowo.

Tentang siapa wakil rakyat yang bakal melenggang ke parlemen memperjuangkan aspirasi konstuennya nyaris terlupakan.

Fakta ini tentu layak menjadi pemikiran bersama, agar pelaksanaan Pemilu 2019 ini bisa dievaluasi untuk Pemilu 2024 mendatang.

Sebelum coblosan, diskusi kita ada di seputar siapa yang paling layak menjadi presiden di antara dua pasangan yang akan bertanding.

Pujian terhadap calon yang didukung dan kadang cacian dan juga fitnah kepada lawan adalah menu sehari-hari yang kita lihat di sosial media.

Padahal sejujurnya kita yakin betul bahwa dua pasangan yang bertanding adalah putra-putra terbaik bangsa ini.

Setelah perdebatan membahas siapa yang paling layak menjadi presiden, pascacoblosan, diskusi kita kemudian bergeser seputar perolehan suara masing-masing pasangan capres.

Kalaupun ada tema, quickcount, realcount atau mungkin kecurangan, semuanya adalah turunan dari diskusi soal angka, karena tema besarnya adalah angka.

Soal angka-angka dan polemiknya, patut kita membaca sejumah twit dari Mahfud MD yang dengan lugas menyebut bahwa tidak ada yang mengharuskan publik percaya pada quickcount dari lembaga survey atau perhitungan internal dari masing-masing pasangan.

Mahfud menegaskan, yang legal dan patut menjadi acuan adalah angka yang diumumkan melalui Pleno KPU yang akan digelar 22 Mei 2019 dengan basis C1.

Kalaupun pada pelno tersebut ada pihak-pihak yang tidak bisa menerima dengan berbagai alasan, maka masih ada jalur Mahkamah Konstitusi sebagai hasil final yang bisa ditempuh.

Sebelum kita melalui tahap 22 Mei 2019, sebaiknya kita ajak publik berpikir jauh ke depan. Kita harus tegaskan dari sekarang bahwa demokrasi itu menggunakan metodologi kuantitatif, dimana hasil yang keluar dari demokrasi itu adalah perbandingan angka-angka.

Sumber: Bangka Pos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved