Retas Ratusan Akun Medsos, Pemuda Bali Ini Sebar Ujaran Kebencian dan Peras Korban
Seorang pemuda berumur 23 tahun, RF harus rela berurusan dengan pihak kepolisian.
Baca juga: Pakar Keamanan Siber Menduga Kebocoran Data Penduduk Bermula dari Peretasan di Server BPJS
"Di tangkapan layar ini (menunjukkan screenshot yang diprint) bertuliskan postingan ujaran kebencian yang dibagikan pelaku melalui akun orang lain,"
"Dari postingan itu akhirnya membuat gaduh dunia maya juga masyarakat sehingga jadi atensi Bapak Kapolda Bali untuk dilakukan pengungkapan," terang Suinaci.
Atas kejadian itu, Unit Siber Ditreskrimsus Polda Bali kemudian melakukan penyelidikan lebih lanjut dan setelah beberapa lama melakukan penelusuran.
Tim berhasil menemukan dan mengumpulkan barang bukti yang mengarah ke seorang pemuda berusia 23 tahun berinisial RF.
"Hasil penelusuran mengarah ke seorang bernama RF, yang tinggal di Pekutatan, Jembrana pada 6 MeI 2021 lalu," tegasnya.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, pelaku akhirnya diciduk di rumahnya dan dibawa ke Ditreskrimsus Polda Bali untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut terkait pengungkapan ini.
Hasil pengembangan, ternyata pelaku tidak hanya berhasil meretas satu atau dua akun saja, namun ia berhasil meretas ratusan akun Facebook yang telah dilakukan sejak pertengahan tahun 2020 lalu.
"Selain meretas, tujuan pelaku juga untuk memeras para targetnya atau pemilik akun yang diperkirakan ada ratusan akun.
Ia diketahui sudah melakukan aksinya sejak pertengahan tahun 2020 lalu," kata Suinaci.
"Pengakuan pelaku, aksi meretas ini ia lakukan secara autodidak dengan melihat dan mempelajari dari YouTube," ungkap Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda Bali.
Ditambahkan Suinaci, korban yang melaporkan kasus tersebut ke Ditreskrimsus Polda Bali mengaku sejak tanggal 29 Januari 2021 lalu, korban sudah tidak bisa mengakses akunnya.
Beberapa kali korban membuka akunnya, akun miliknya selalu meminta untuk memasukkan email atau nomor telepon milik korban.
Hasil pendalaman, pelaku dalam aksinya meretas akun korban dengan cara membuat website phising yang menyerupai halaman login akun media sosial.
Setelah itu pelaku memanfaatkan link website untuk disebarkan dengan mengisi informasi menarik dan membuat korbannya tertarik untuk mengklik lalu membuka link yang dibuat pelaku, sehingga korban tanpa sadar mengisi informasi login berupa user ID dan password.