Berita Pangkalpinang
PMK Merebak Jadi Sorotan di Momen Iduladha, MUI Babel Jelaskan Fatwa Hukum dan Panduan Ibadah Kurban
Fatwa tersebut tertulis dalam Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK.
POSBELITUNG.CO, BANGKA - Hari Raya Iduladha 1443 Hijriah sudah di depan mata. Merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) pada hewan ternak, menjadi sorotan tersendiri pada momen yang disebut juga Hari Raya Kurban ini.
Seperti diketahui, Iduladha sangat identik dengan penyembelihan hewan kurban. Sementara saat ini kasus penularan PMK pada hewan ternak, masih terjadi. Tak terkecuali di Provinsi Bangka Belitung.
Oleh sebab itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa terkait hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban.
Fatwa tersebut tertulis dalam Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK.
Sekretaris Umum MUI Bangka Belitung, Drs Ahmad Luthfi, terdapat empat poin yang menjelaskan tentang hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK. Pertama, yakni berkurban dengan hewan terjangkit PMK hukumnya sah. Dengan catatan, gejala hewan terkena PMK itu berkategori ringan.
Hewan kurban yang terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
"Apabila gejala klinisnya ringan dan tidak memengaruhi kualitas daging, maka masih bisa dipakai," ucap Luthfi saat ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (7/7/2022) siang.
Dia menambahkan, hewan kurban bergejala klinis PMK berat dapat dipakai, namun harus sembuh dalam rentang waktu sebelum Iduladha.
"Artinya, dia sakit sebelum Iduladha dan harus sembuh, maka hewan itu sah dan boleh dijadikan hewan kurban," jelasnya.
Sementara hewan terjangkit PMK dan tidak sah dijadikan berkurban adalah yang bergejala klinis kategori berat. Ciri-cirinya yakni, lepuh pada kuku sehingga menyebabkan pincang dan tidak bisa berjalan. Hal ini menyebabkan kondisi fisik hewan kurban sangat kurus.
Terakhir, hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis berat kemudian sembuh dari penyakit setelah lewat rentang waktu setelah Iduladha.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan dan memenuhi syarat untuk untuk dijadikan kurban. Namun bersamaan dengan itu, pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar virus PMK tidak meluas.
Penuhi Ketentuan Hukum Islam
Ketua Majelis Ulama Indonesia Bangka Belitung, Dr Zayadi, menyebutkan penyembelihan hewan kurban harus memenuhi ketentuan hukum Islam. Apabila menyembelih hewan tidak sesuai dengan ketentuan syar'i, daging hewan tersebut haram hukumnya.
Menurutnya penyembelihan merupakan menyempurnakan kematian hewan dengan cara memotong saluran nafas dan saluran makanan serta urat nadi utama yang terdapat pada leher hewan. Tujuannya agar hewan tersebut menjadi halal dimakan dagingnya.
"Yang paling penting persoalan rukun. Dalam rukunnya harus terputus ada 4 urat pada hewan kurban yakni hurat hulkum, urat makan, dan dua urat nadi. Empat itu harus terputus semua," ucapnya kepada Bangkapos.com saat ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (7/7/2022) siang.
Selanjutnya, apabila hewan yang disembelih uratnya tidak putus, apakah perlu disembelih ulang?
Menanggapi hal ini Dr Zayadi menambahkan sebenarnya tidak boleh disembelih ulang. Namun ada ulama yang mengatakan, jika terputus uratnya tapi sapi masih segar dan tidak mati, maka boleh disembelih ulang.
Hal ini lantaran ketimbang sapi atau hewan kurban lainnnya sekarat tentu akan menyengsarakan hewan tersebut
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai penyembelihan hewan kurban sesuai dengan fatwa MUI No 12 tahun 2009, dikatakannya yaitu standar hewan yang harus disembelih yakni hewan yang boleh dimakan, hewan harus hidup ketika disembelih, serta kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan yang telah ditetapkan oleh lembaga berwenang.
"Hewan yang akan disembelih disunnahkan menghadap kiblat, dilakukan satu kali secara tepat serta menggunakan alat yang tajam dan dilakukan oleh orang muslim yang telah memahami penyembelihan secara syar'i," jelasnya.
Zayadi mengatakan, bahwa juru penyembelih di Bangka Belitung memotong hewan kurban berdasarkan syariat Islam. Mengingat pihaknya juga kerap mensosialisasilakan tata cara pelaksanaan hewan kurban sesuai syariat Islam.
"Kita tidak menemukan penyembelihan secara sembarangan karena telah diberi sosialiasi penyembelihan," tegasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, pelatihan serta praktik tata cara berkurban yang baik perlu diperhatikan. Di Bangka Belitung sendiri khususnya, sudah ada dua lembaga yang menaungi para juru penyembelih, yaitu Juleha (Juru Penyembelihan Halal) dan Sybilal (Syiar Penyembelihan Halal).
Hal itu untuk meningkatkan pengetahuan, kompetensi, kemampuan dan standardisasi dalam pelaksanaan penyembelihan ternak kurban baik sebelum maupun sesudah penyembelihan sampai dengan pendistribusian daging, serta memberikan pengetahuan tentang prinsip kesejahteraan hewan.
Baru 2 Juru Sembelih Punya Sertifikasi
Dewan Pengawas Syiar Sembelih Halal ( Sybilal), Correy Wahyudi, menyebut, jumlah juru penyembelih hewan kurban di Bangka Belitung cukup banyak. Namun, baru dua orang yang memiliki sertifikasi.
Hal ini lantaran terkendala pendanaan. Sebab untuk memperoleh sertifikasi juru penyembelih hewan kurban memerlukan biaya sekitar Rp3 hingga Rp5 juta rupiah. Selain itu, akses untuk memperoleh sertifikasi juru penyembelih terbatas hanya tersedia di Kota Bogor dan Malang saja.
Walaupun demikan, Correy menambahkan, selama ini para juru penyembelih hewan kurban yang tidak memiliki sertfikasi tetap melaksanakan prosedur penyembelihan hewan kurban melalui syariat Islam. Selain itu, skill (keterampilan) dan kemampuan para penyembelih di Bangka Belitung telah teruji.
"Secara skill dan kemampuan menyembelih sehari-hari kawan kawan telah terbiasa tinggal memang belum sertifikasi karena berbayar tadi," ucapnya pada Bangkapos.com Kamis (7/7/2022) siang.
Menurutnya, sertifikasi sendiri berfungsi sebagai penunjang bagi penyembelih, khususnya perusahaan rumah potong hewan (RPH), untuk meningkatkan kepercayaan terhadap masyarakat. Namun hal tersebut bukan harga mati, mengingat para penyembelih di Bangka Belitung telah telah terbiasa menyembelih.
"Keberadaan sertifikasi tidak terlalu berpengaruh sebenarnya, hanya untuk menambah kepercayaan diri, kemudian masyarakat mengakui kemampuan para penyembelih," jelas dia.
Dia menambahkan, ada beberapa persyaratan para juru penyembelih untuk lolos sertifikasi beberapa, di antaranya yakni muslim, dewasa, ibadah bagus, dan mempunyai kemampuan menyembelih, memahami berbagai teknik, serta mengerti anatomis hewan ternak.
"Kalau ada sertifikasi, orang-orang merasa terjamin saja," imbuh dia.
Ia berharap adanya dukungan dari pemerintah untuk mengirim para penyembelih mengikuti pelatihan sertifikasi agar lebih tenang. Namun masyarakat tidak perlu khawatir jika penyembelih tidak memiliki sertifikasi, karena para penyembelih sudah memenuhi persyaratan.
Saling Menghormati
Pada Iduladha 1443 H ini terjadi perbedaan penetapan 10 Zulhijjah. Muhammadiyah menetapkan 9 Juli 2022,sedangkan Nahdlatul Ulama dan pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 10 Juli 2022.
Menurut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Belitung, KH Anwar DM, menyikapi perbedaan ini jangan sampai umat Islam tidak saling menghormati. Hal tersebut, sepatutnya disikapi biasa saja karena masing-masing mempunyai dasar dan metode dalam menentukan waktu Iduladha.
"Muhammadiyah menggunakan hisab, sedangkan NU menggunakan rukyat dalam melihat posisi bulan, sehingga perhitungannya tidak sama. Namun demikian ini harus dihargai, saling menghormati perbedaan. Jangan saling menyalahkan," kata Anwar, Kamis (7/7/2022).
Menurutnya, umat Islam boleh merayakan saat Sabtu atau Minggu. Terpenting, lanjut dia, semangat berkurban jangan surut meski dalam suasana wabah PMK.
"Wabah ini jangan menjadikan semangat berkurban kurang, apalagi Belitung nol kasus PMK," ujarnya.
MUI Belitung mengimbau masyarakat agar tetap berkurban yang hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan bagi orang-orang beriman.
"Kami mengimbau tetap berkurban, karena bukan persoalan menyembelih hewan, tapi konteksnya adalah mendekatkan diri atau ketakwaan terhadap menjalani perintah Allah SWT," tuturnya. (Bangkapos.com/Akhmad Rifqi Ramadhani/ Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari)
