Pos Belitung Hari Ini
Kemendikbudristek Tetapkan Aturan Baru Seragam Sekolah, Dewan Minta Tak Beratkan Orangtua Siswa
Maya menilai Kemendikbudristek terlalu fokus pada hal-hal yang kurang krusial ketika seharusnya mereka fokus meningkatkan mutu pendidikan.
POSBELITUNG.CO, BANGKA - Jika selama ini seragam sekolah identik dengan warna merah putih untuk jenjang sekolah dasar, biru putih untuk jenjang menengah pertama, abu-abu putih untuk jenjang menengah atas, serta seragam pramuka dan batik, kini para siswa di Indonesia punya pilihan seragam yang baru.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Hal menarik dari aturan baru tersebut, yakni pakaian seragam sekolah tidak hanya pakaian seragam nasional, pakaian seragam pramuka, dan pakaian seragam khas sekolah seperti aturan sebelumnya, tetapi ada pakaian adat. Mereka bisa mengenakan baju adat pada hari atau acara adat tertentu.
Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung siap ikuti kebijakan pemerintah pusat terkait seragam sekolah menggunakan baju adat saat hari tertentu seiring telah dikeluarkannya aturan Kemendikbudristek.
Namun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Babel, Ervawi mengaku pihaknya secara resmi belum menerima surat edaran (SE) mengenai aturan baru seragam sekolah bagi siswa SD hingga jenjang SMA.
"Kita belum menerima secara resmi dari Pak Menteri, tapi kalau saya baca, untuk pengaturan pakaian sekolah, sama saja dari SD dan SMA, warna masih sama," ujar Ervawi kepada Bangka Pos Group, Jumat (14/10/2022).
Mengenai pakaian adat sebagai seragam sekolah, kata Ervawi, nantinya pemerintah daerah yang akan mengatur pakaian adat mana yang akan dipakai.
"Sebenarnya untuk penekanan kepada daerah juga, pakaian daerah itu diatur untuk pengenalan lokal kedaerahan, sehingga anak-anak tahu, bahwa daerah punya budaya lokal misalnya kita cual," kata Ervawi.
Ia mendukung arahan pemerintah pusat mengenai pakaian adat yang bertujuan untuk pengenalan budaya kepada peserta didik.
"Kita diberi keleluasaan untuk berkreasi dalam menentukan pakaian lokal kita, untuk seragam anak sekolah kita. Sehingga dengan pakaian adat budaya kita dapat dikenal dan dilestarikan. Kalau untuk waktu pemakaian bisa diatur," ujar Ervawi.
Lebih lanjut, Ervawi menyarankan agar pihak sekolah tidak membebankan orangtua untuk membeli seragam baru setiap tahun ajaran baru atau kenaikan kelas.
"Anak-anak baru masuk tidak kita wajibkan (beli seragam baru-red), kalau memang orangtua belum mampu. Gak apa-apa, pakai yang ada saja, tidak masalah. Kita fleksibel saja. Mudah-mudahan ke depan, kita menggalangkan bantuan untuk yang tidak mampu, kami imbau sekolah setiap hari Jumat untuk membantu temannya," imbuh Ervawi.
Akan Musyawarah
Sementara Dinas Pendidikan (Dindik) Bangka Tengah (Bateng) mengakui telah menerima aturan perihal kebijakan pakaian adat untuk siswa-siswi yang tertuang dalam Permendikbud Ristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang aturan seragam sekolah terbaru.
Kepala Dindik Bateng, Iskandar menyebutkan aturan itu baru diterbitkan dan disampaikan oleh Mendikbud Ristek beberapa waktu lalu. Namun menurutnya, sampai saat ini belum ada ketentuan jelas perihal teknis penggunaan pakaian adat tersebut.
"Belum tahu apakah ini nanti akan diterapkan sesuai ketentuan kabupaten/kota masing-masing atau ikut ketentuan dari provinsi," ucap Iskandar saat dihubungi, Jumat (14/10/2022).
Lanjut Iskandar, dirinya pernah mendengar terkait pakaian adat ini, Pemerintah Provinsi Babel sudah pernah melakukan rapat di Provinsi Riau beberapa waktu lalu dengan daerah-daerah yang kental adat melayunya.
"Kita belum tahu kabar lanjutannya, apakah nanti satu Provinsi Babel akan disamakan pakaian adatnya atau memang setiap kabupaten diperbolehkan menentukan sendiri," jelasnya.
Ia mengaku, pihaknya sudah pernah membahas perihal tersebut secara internal di Dinas Pendidikan Bateng untuk menentukan dasar kebijakannya di tingkat daerah.
"Makanya kita tunggu dari pemprov, kalau memang mau disamakan, setidaknya harus ada pergub (peraturan gubernur) atau perda (peraturan daerah) yang mengatur. Kalau di tingkat kabupaten, minimal harus ada Perbup," sambungnya.
Disamping itu, untuk menentukan pakaian adat tentu harus melibatkan lembaga adat dan tokoh adat Bangka Belitung agar tidak terjadinya kekeliruan. Pasalnya, pemerintah tidak boleh sembarangan menentukan jenis pakaian adat yang akan dikenakan oleh siswa-siswi nantinya.
"Nanti kita musyawarahkan dulu dengan kepala sekolah, pimpinan dan tokoh adat untuk menurunkan permen (peraturan menteri) tersebut menjadi perda atau perbup," ujarnya.
Iskandar berkata, pada dasarnya kebijakan penggunaan pakaian adat bagi pelajar tersebut sangatlah perlu untuk diterapkan terutama untuk melestarikan adat Babel kepada generasi penerus.
Membebani Orangtua
Sementara aturan pakaian adat bakal menjadi seragam sekolah bagi siswa SD hingga jenjang SMA dikhawatirkan orang tua dan wali murid akan menambah beban. Menurut mereka tanggungan untuk bersekolah akan semakin membengkak karena harus membeli pakaian adat untuk anaknya.
Seperti yang dikatakan Maya (36) salah seorang wali murid siswa SD Negeri di Kota Pangkalpinang.
Ia mengaku sangat keberatan dan terbebani jika aturan tersebut harus diterapkan. Pasalnya selain harus menambah biaya pengeluaran, para orangtua juga kerepotan untuk mempersiapkan seragam anaknya.
"Pakaian adat ini khawatirnya akan menambah beban kami dan bikin repot orangtua saja," ujar warga Kelurahan Opas, Kecamatan Tamansari, kepada Bangka Pos, Jumat (14/10/2022).
Maya menilai Kemendikbudristek terlalu fokus pada hal-hal yang kurang krusial ketika seharusnya mereka fokus meningkatkan mutu pendidikan.
"Kita bukan tidak cinta budaya, tapi alangkah baiknya, jika pakaian adat itu lebih baik acara tertentu saja," bebernya.
Senada dikatakan Aurelya (40) wali siswa lainnya. Menurut warga Kelurahan Kacangpedang, Kecamatan Gerunggang ini, aturan pakaian adat itu bukan urgensi di dunia pendidikan
"Seharusnya mutu pendidikan lah yang harus ditingkatkan. Lebih baik pemerintah fokus bagaimana kebijakannya itu berdampak terhadap kualitas pendidikan," ungkapnya.
Ia menambahkan, taraf ekonomi masyarakat berbeda-beda. Banyak masyarakat yang tidak mampu membeli pakaian adat.
"Untuk membeli pakaian seragam dan buku saja banyak orang tua yang harus jungkir balik," keluhnya.
Diketahui Pemerintah melalui Kemendikbud Ristek resmi mengeluarkan peraturan baru mengenai seragam sekolah untuk siswa jenjang SD, SMP, dan SMA atau sederajat. Aturan itu tertuang dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022.
Selain seragam nasional dan seragam pramuka yang sudah ada, pemerintah menambahkan seragam khas sekolah dan pakaian adat. Seragam khas, ditetapkan sekolah dengan memperhatikan hak setiap peserta didik untuk menjalankan agama dan kepercayaan sesuai keyakinannya.
Selain itu, ada pula pakaian adat. Model dan warna pakaian adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan pemerintah daerah dengan memperhatikan hak setiap peserta didik untuk menjalankan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai keyakinannya. Sementara itu, pasal 10 ayat 3 dalam aturan tersebut menjelaskan bahwa siswa wajib mengenakan pakaian adat pada hari-hari tertentu. Misalnya saat terdapat acara adat di daerah sekolah tersebut.
Jangan Memberatkan Orangtua
Ketua DPRD Bangka Belitung, Herman Suhadi menyatakan adanya Permendikbudristek yang mengatur pakaian adat bakal menjadi seragam sekolah bagi siswa SD hingga jenjang SMA bertujuan baik. Hal ini sebagai upaya melestarikan dan memperkenalkan budaya daerah.
"Kita memulai sedini mungkin agar budaya itu tidak punah. Ketika ada peraturan Permendikbud untuk melakukan itu saya pikir bagus untuk kita laksanakan. Hanya jangan sampai memberatkan orangtua siswa," kata Herman, Jumat (14/10/2022).
Menurut Herman agar tidak memberatkan orangtua, diharapkan pengadaan baju adat nantinya harus dipikirkan bersama oleh pemerintah daerah dalam pengadaan anggarannya.
"Bagaimana caranya agar pemerintah daerah juga mempunyai kemampuan untuk itu. Intinya tidak mamberatkan orangtua siswa," tegasnya.
Senada disampaikan, Anggota Komisi IV DPRD Babel, Johansen Tumanggor. Menurutnya terkait aturan itu perlu dibahas pada tingkat pemerintah daerah terlebih dahulu.
"Kalau melihat Permendikbud itu ada penambahan seragam adat, ini perlu dibahas secara komprehensif dengan semua pihak," ungkap Johansen, Jumat (14/10/2022).
Termasuk, kata Johansen, berkaitan dengan anggaran untuk pengadaan seragam tersebut, karena tidak dibebankan ke setiap siswa.
"Karena terkait penganggaran kalau tidak dibebankan ke siswa berarti harus disiapkan di anggaran di APBD untuk 2023. Ini belum ada pembicaraan karena masih bulan depan," kata politikus Nasdem ini.
Ia juga mengharapkan, aturan menggunakan baju adat nantinya, tidak menyulitkan para siswa terutama dalam ruang geraknya saat berada di lingkungan sekolah.
"Terkait dengan seragam adat, apakah boleh baju seragam adat yang simple/sederhana. Jangan sampai mengganggu ruang gerak anak-anak ketika memakai baju adat tersebut," terangnya.
Kemudian, sambung Johansen dari model atau desain baju siswa harus dirancang sebaik mungkin, sehingga walaupun sederhana tidak mengurangi kearifan lokal daerah tertentu.
"Prinsipnya kita sangat mendukung pendidikan berbudaya. Namun perlu mempertimbangkan berbagai hal, mengenai dampak nantinya akan ada bisnis seragam. Ini perlu diatur jangan sampai kebijakan ini menguntungkan pihak-pihak tertentu. Harus ada regulasi yang mengaturnya. Pasti akan kami awasi, dan saya harus pelajari benar dulu isi Permendikbud ini," pungkasnya.
Sosialisasikan Secara Baik
Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 mengatur tiga jenis seragam yang dikenakan siswa, yakni seragam nasional, seragam pramuka, serta pakaian adat. Kepala Perwakilan Ombudsman RI Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy menilai pengaturan dalam Permendikbud ini memiliki tujuan yang baik.
"Namun, kami berharap, dengan tujuan yang baik ini tidak ada oknum tertentu yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, seperti misalnya pihak sekolah mewajibkan atau membebankan orangtua membeli seragam baru setiap ajaran baru, serta mengarahkan orangtua untuk membeli di toko tertentu, atau bahkan ada oknum guru yang menjual seragam sekolah," ujar Yozar, Jumat (14/10/2022).
Dia menyarankan untuk seragam sekolah serahkan saja ke orangtua atau wali murid yang penting acuan desain dan atributnya jelas, sosialisasikan dengan detil dan baik.
"Namun, jika terkendala ada orangtua atau wali murid yang tidak mampu secara ekonomi silakan pemda atau sekolah intervensi untuk membantu," kata Yozar.
Dia menjelaskan dalam Permendikbudristek 50 Tahun 2022 ini, khususnya melalui pasal 12 ayat (1) menyebutkan bahwa pengadaan pakaian seragam Sekolah menjadi tanggungjawab orangtua atau wali murid. Pemerintah daerah sesuai kewenangan, sekolah, masyarakat dapat membantu pengadaan pakaian seragam sekolah dan pakaian adat prioritas terhadap peserta didik yang kurang mampu.
"Tentunya ada celah dalam Permendikbud ini menurut kami, khususnya pada pasal 3 dan 4 yang berbunyi sekolah dan pemerintah daerah dapat mengatur pakaian Seragam Khas Sekolah serta pengenaan Pakaian Adat bagi peserta didik. Namun, hal tersebut sebenarnya tergantung bagaimana niat dan cara pemangku kepentingan menafsirkan hal tersebut disesuaikan dengan tujuan penggunaan seragam sekolah. Artinya, pasal tersebut memiliki frasa atau kata dapat yang bermakna tidak wajib tergantung kondisi atau kemampuan sosial ekonomi peserta didiknya," kata Yozar.
Dia menerangkan hal tersebut diperjelas oleh Pasal 13 Permendikbud 50 Tahun 2012. Dalam aturannya pakaian adat juga tidak digunakan setiap hari regular sekolah, namun hanya pada hari atau acara adat tertentu (Pasal 10 Ayat 3).
Terkait kewenangan pemerintah daerah dapat mengatur pakaian adat silakan saja selama dengan tujuan dan cara yang baik.
"Ini juga penerapannya harus mempertimbangkan banyak hal serta memperhatikan peserta didik yang berlatar belakang ekonomi kurang mampu, apakah misalnya mereka diberikan secara gratis oleh Pemda atau seperti apa yang penting tidak memberatkan," katanya.
Di menambahkan setiap tindakan dan atau keputusan badan atau pejabat pemerintah diatur dalam UU 30/2014 dan harus berdasarkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
"Serta, dalam Permendikbud 50 Tahun 2022 tersebut juga mengatur pasal ketentuan sanksi bila melanggar. Kita meyakini semua pemangku kebijakan pendidikan di Babel ini profesional, serta mampu memahami Permendikbud 50 Tahun 2022 tersebut dengan baik," kata Yozar. (v2/s2/riu)