Pos Belitung Hari Ini
Kelik Putih Semakin Langka, Habitat Terdesak Tambang, Kebun Sawit dan Properti
Ikan kelik putih biasa hidup di air yang jernih. Kondisi itu menjadi indikator untuk menentukan suatu lingkungan masih baik.
POSBELITUNG.CO - Ikan kelik putih saat ini mulai langka. Populasi ikan satu ini semakin sulit ditemui baik di kolong maupun sungai yang ada di wilayah Bangka Belitung. Kondisi ini ditengarai akibat kerusakan lingkungan habitat ikan kelik putih.
"Semakin sedikit karena habitat hancur. Yang dulunya sungai sekarang berubah menjadi rumah. Yang dulu sungai sekarang menjadi perkebunan sawit. Yang dulunya sungai jernih sekarang keruh karena pertambangan timah," ujar Sekretaris Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung, Ari Sabri kepada Bangka Pos Group, Kamis (3/11).
Menurut Ari, ikan kelik putih biasa hidup di air yang jernih. Kondisi itu menjadi indikator untuk menentukan suatu lingkungan masih baik.
"Ikan kelik ini tidak bisa hidup di air yang keruh. Dia hidup di clear water, ini ikan yang indikasi untuk menentukan air itu bersih atau tidak," katanya.
Ikan kelik putih saat ini masih dalam proses identifikasi bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Pusat dalam menentukan kategori endemik atau native.
"Spesiesnya juga belum diketahui jadi masih disebut Clarias sp. Mengenai warnanya kenapa putih masih diuji, melihat dari bentuk tubuh dan sebagainya, nanti ada genetik jug untuk warna. Ikan ini bukan spesies kelainan genetik tetapi spesies asli karena dijumpai dalam jumlah banyak dan turun temurun," katanya.
Ari juga membeberkan alasan ikan kelik putih tak dikonsumsi masyarakat dikarenakan ada dua alasan. Pertama, ada mitos yang dipahami masyarakat. Kedua, adanya pemahaman soal kehigenisan ikan ini.
"Ada mitos katanya dibalik kelik putih, jadi tidak dikonsumsi. Ada mitos di luar nalar karena dilihat dari warna putih itu, dianggap penangkal ilmu hitam. Kedua ada yang menganggap karena hidup di ujung-ujung desa dan hutan jauh jadi makan kotoran, jadi orang enggan makannya," katanya.
Menyingkapi ikan kelik putih yang mulai sulit ditemui, Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung, melakukan upaya penyelamatan dengan cara memperbanyak ikan tersebut.
"Kita coba melakukan memperbanyak di sini. Indukan besar ada enam ekor dan puluhan anakan selebihnya kita lepas ke habitat. Selain itu, kita lakukan juga sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dari pendataan habitat yang dilakukan, ikan ini merupakan indikator air besih, ayo masyarakat jaga air kita," kata Ari.
Populasi ikan kelik putih sebelum tahun 2000-an masih banyak ditemukan di kolong, sungai, rawa yang ada di wilayah Bangka Belitung. Ikan yang mirip lele ini berwarna putih agak kemerahan biasa hidup di air jernih dan mengalir.
Pedagang ikan air tawar di Pasar Pagi Pangkalpinang, Haryadi mengemukakan keberadaan ikan kelik putih sudah sangat langka dan jarang dijual di pasaran.
"Kalau saya hanya jual lele hitam atau lele peranakan saja. Kalau kelik putih hampir gak pernah," ucapnya, Kamis siang.
Menurut Haryadi, ikan kelik putih biasanya diperoleh pedagang dari habitatnya di sungai dan rawa-rawa. Bukan berasal dari bibit peranakan lele yang mudah dijumpai pada umumnya.
Namun, keberadaan ikan kelik putih ini sudah jarang ditemui di sungai. Populasi ikan kelik putih di pasaran pun menjadi langka.
"Kalau orang sekarang lebih memilih lele hitam biasa sih karena kelik dan lele ini hampir sama. Kalau saya jual ikan air tawar seperti lele biasa, ikan patin, gurame dan nila yang stoknya banyak," ujarnya.
Akibatnya kelangkaan itu, ikut mempengaruhi harga jual ikan kelik puteh di pasaran. Haryadi mengatakan harga jual kelik putih saat ini berkisar Rp50.000-Rp60.000 per kilogram. Harga kelik putih lebih mahal dari harga lele biasa yang dijual sekitar Rp30.000 per kilogramnya.
"Mungkin karena langka jadi mahal. Kalau ada di pasar harganya lebih tinggi" sebut pedagang itu.
Tak hanya langka di pasaran. Beberapa warga juga mengaku tidak mengetahui adanya ikan kelik putih di Bangka Belitung.
Sava (22), warga Kacangpedang mengaku tak pernah mendengar dan melihat keberadaan ikan kelik putih. "Jangankan untuk makannya, lihat saja belum," ucap perempuan itu.
Sava mengaku dirinya hanya mengenal lele hitam yang biasa dikonsumsi masyarakat.
"Kalau lele yang biasa dijual di pecel lele itu saya tau, makan juga sering. Saya rasa kalau lele hitam mungkin semua orang tahu," ucap Sava.
Upaya Penyelamatan
Penjabat (Pj) Gubernur Bangka Belitung (Babel), Ridwan Djamaluddin ikut menyoroti langkanya populasi ikan kelik putih yang kini sulit ditemukan di sungai-sungai di wilayah Bangka Belitung.
Ia mendesak upaya untuk melestarikan keanekaragaman hayati seperti ikan kelik putih agar tidak punah.
Ditegaskan Ridwan, pemerintah provinsi siap apabila ada komunitas tertentu yang konsentrasi pada penyelamatan ikan yang populasi sudah sedikit untuk berdiskusi.
"Saya akan undang lah para praktisi (konsen menyelamatkan satwa yang populasi sedikit -red). Saya akan dialog juga, ada kemarin komunitas. Ayo diskusi dengan keanekaragaman hayati Bangka Belitung," ujar Ridwan, Kamis (3/11).
Dia tak menampik penyebab dari polulasi keanekaragaman hayati sedikit karena kerusakan habitat.
"Tambang dan penebangan hutan secara umum baik itu untuk tambang dan untuk kebun atau kebakaran hutan, tapi pada dasarnya secara alami ada evolusi yang dilakukan oleh alam, manusia dan hewan. Namun yang tidak boleh kita lakukan adalah mempercepat kepunahan," ingatnya.
Ridwan menyakini keanekaragaman hayati yang perlu diperhatikan ini pasti memiliki ciri khas dan manfaat untuk daerah.
"Keanekaragaman hayati itu sebenarnya bukan angka, saya berkeyakinan segala yang diciptakan di muka bumi ini pasti ada gunanya. Jadi kalau kita punya banyak jenis tentu manfaat akan banyak," kata Ridwan.
Harus Dijaga
Kepala Resor Konservasi Eksitu Wilayah XVII BKSDA Sumatera Selatan, Ahmad Fadhli menyebutkan perubahan benteng alam akibat tambang timah dan kebun kelapa sawit, menjadi salah satu pemicu berkurangnya populasi ikan endemik di Bangka Belitung.
"Habitat rusak jadi otomatis populasi ikan terganggu," ucap Fadhli, Kamis (3/11).
Menurutnya, untuk bertahan hidup dan mempertahankan populasinya, habitat ikan mesti terjaga agar dapat berkembangbiak secara baik.
Maraknya pertambangan timah dan pembukaan kebun kelapa sawit membuat habitat ikan ikut rusak.
Fadhli menjelaskan ikan air tawar dan ikan endemik Bangka Belitung wewenangnya berada di bawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan dinas perikanan setempat.
"Untuk lebih jelasnya mungkin bisa ditanyakan ke KKP-nya karena otoritasnya ada di mereka," jelas Fadhli.
Pihaknya tidak bisa menjelaskan lebih jauh terkait ikan air tawar di Bangka Belitung. Namun jika membicarakan tentang ikan atau mamalia di lautan, BKSD memegang peranan yang utuh.
"Beberapa jenis ikan ada wewenangnya masing-masing. Di kami itu seperti hewan laut contoh lumba-lumba, ikan duyung, penyu, dan lainnya. Sedangkan kalau ikan air tawar itu ada di KKP," jelasnya.
Kendati tak punya otoritas penuh terhadap penanganan ikan air tawar, pihaknya memastikan akan tetap melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga populasi ikan endemik Bangka Belitung. Serta ikut menjaga alam agar kelestarian habitat makhluk hidup dapat terjaga.
"Untuk sosialisasi kami tetap, tapi kalau sudah penanganan dan evakuasi itu lebih ke KKP karena wewenangnya mereka," ujarnya.
Kerusakan Habitat
Dosen Aquakultur Universitas Bangka Belitung (UBB), Ahmad Fahrul Syarif menjelaskan secara ilmiah ikan kelik putih yang sulit ditemui di kolong dan sungai wilayah Bangka Belitung.
"Kelik putih ini kan merupakan jenis ikan lele Clariidae (Catfish). Kalau di Bangka ini merujuk pada jenis ikan lele lokal Clarias sp. yang banyak di temukan di rawa, aliran sungai atau parit kecil (bandar)," ujar Fahrul.
Jika merujuk pada kondisi normalnya, ikan ini berwarna gelap dengan corak kuning bintik di sekitar tubuhnya.
"Menjadi warna putih karena kelainan genetik yang disebut Albinisme (Albino=tidak memiliki pigmen warna) sehingga menjadi putih/bule. Kondisi albino ini disebabkan karena mutasi gen yang mewariskan pigmen warna tertentu menjadi tidak muncul/terkespresi," kata Fahrul.
Kelik putih tidak termasuk ikan endemik jika yang dimaksud adalah spesies Clarias nieuhofii, C.batracus atau jenis lele lokal lain yang terdapat di Pulau Bangka maupun Belitung.
"Kondisi seperti ini bisa terjadi pada semua spesies ikan baik lokal (natif) maupun endemik," katanya.
Dia membeberkan, secara umum menurunnya populasi beberapa jenis ikan tidak hanya kelik putih atau jenis ikan lokal lainnya yaitu pertama, eksploitasi yang berlebihan (overfishing), penangkapan berlebih sehingga jumlahnya di alam semakin menurun.
"Kedua adalah kerusakan habitat alaminya akibat pencemaran limbah yang masuk ke perairan. Pencemaran akibat tambang yang menyebabkan kekeruhan perairan dan aktivitas lain yang berpotensi merusak habitat ikan-ikan ini," lanjutnya.
Ikan-ikan ini banyak ditemukan pada kondisi perairan yang masih baik, jernih airnya. Tidak ada pencemaran seperti limbah pertanian atau perkebunan atau tambang yang menyebabkan air menjadi keruh.
"Karena pada prinsipnya ikan ini sangat menyukai perairan yang masih alami dan terjaga seperti di hutan-hutan atau rawa-rawa yang belum terganggu oleh aktivitas manusia," katanya. (s1/v2/s2)
