Wisata Bangka Belitung

Wisata Bangka Belitung: Mencari Cicak Ahok Fauna Endemik Penjaga Gua Kelelawar di Gunung Lumut

Cicak Ahok, spesies ini ditemukan pada 2017 lalu oleh para peneliti dari LIPI di Gua Kelelawar, di objek wisata Gunung Lumut, Desa Limbongan.

Penulis: Adelina Nurmalitasari | Editor: M Ismunadi
Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari
Berfoto di antara hamparan Lumut menghijau di Gunung Lumut, Desa Limbongan, Belitung Timur, Jumat (6/1/2023). 

POSBELITUNG.CO, BELITUNG - Cicak Ahok, nama yang terdengar asing. Satwa melata yang pada namanya disematkan nama tokoh politikus berasal dari Belitung Timur, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ini mungkin masih tak familiar.

Namun kenyataannya, spesies ini memang ada dan ditemukan pada 2017 lalu oleh para peneliti dari LIPI.

Satu di antara tempat hewan bernama latin Cnemaspis purnamai ini bisa ditemukan ialah di Gua Kelelawar, di objek wisata Gunung Lumut, Desa Limbongan, Belitung Timur. 

Ada yang menyebutnya tokek Ahok, ada yang menyebutnya cicak Ahok.

Begitulah kata Ketua Pokdarwis Lindong Lumut, Pengelola Objek Wisata Gunung Lumut, Kristianto atau akrab disapa Kris, saat dikunjungi reporter Pos Belitung, Jumat (6/1/2023). 

Melihat pemandangan dari gardu pandang.
Melihat pemandangan dari gardu pandang. (Istimewa/Dok Levi Tour)

Baca juga: Wisata Belitung : Sejarah Timah di Kota Manggar, Dikuasai oleh Perusahaan Swasta Asal Belanda

Cicak Ahok pertama kali ditemukan di Bukit Batu, Desa Burung Mandi. Gua Kelelawar di Gunung Lumut juga menjadi satu dari sedikit tempat spesies ini dapat ditemukan. 

Tak mudah menemukan cicak Ahok. Pengunjung yang datang harus melewati jalan panjang, mendaki dan berjalan berjam-jam. Hanya jika beruntung pengunjung dapat melihat di dinding gua. 

Gua yang dimaksud merupakan batu dengan ketinggian sekitar satu meter dan berlubang di tengahnya.

Kris mengatakan, dari cerita orang-orang tua, gua ini tembus di Pantai Burung Mandi yang berjarak 50 kilometer. Hubungan magis ini mengingatkan akan cerita mistis Gunung Merapi dan Laut Selatan di Yogyakarta. 

"Dari riilnya, kami pernah masuk sampai kedalaman 5-7 meter. Ada satu titik yang dapat berdiri, sisanya harus merangkak," ujarnya. 

Selain cicak Ahok, dalam gua ini juga menjadi rumah bagi kelelawar vampir palsu. 

Daya tarik flora dan fauna Gunung Lumut memang menawan. Selain cicak Ahok dan kelelawar vampir palsu, hutan di sana juga menjadi rumah bagi hewan langka seperti tarsius dan keraras. 

Seperti namanya, gunung ini memiliki area yang ditumbuhi hamparan lumut. Dari penelitian mahasiswa Institut Pertanian Bogor, dari tiga kelompok tumbuhan lumut yakni lumut daun, lumut hari, dan lumut tanduk, di objek wisata ini ditemukan dua kelompok yakni lumut daun dan lumut hati.

Diduga ada belasan jenis lumut yang hidup di tengah hutan kerangat Gunung Lumut. Dari kelompok lumut daun, ditemukan 8 jenis lumut yang berbeda. Dari pengamatan yang telah dilakukan, ada tambahan tiga jenis lumut hati yang hidup di sana. 

Menjelajahi Gunung Lumut

Dari Manggar, ibukota Belitung Timur menuju Gunung Lumut yang berjarak 36 kilometer ditempuh sekitar 45 menit. Akses jalan ke objek wisata di Desa Limbongan, Kecamatan Gantung ini mulus dari sepanjang jalan Manggar hingga ke gerbang Gunung Lumut.

Hanya dari gerbang menuju destinasi, jalannya masih berkerikil merah. 

Dari tempat parkir, para pemuda yang memarkirkan sepeda motornya tersenyum menyambut rombongan kami dengan hangat. Mereka menjadi ojek yang mengantarkan tamu ke start point Gunung Lumut. 

Melihat produk UMKM yang dijual di Gunung Lumut.
Melihat produk UMKM yang dijual di Gunung Lumut. (Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari)

Baca juga: Wisata Bangka Belitung: Sensasi Menginap di Puri Ansell the Van, Cukup Bayar Rp1,5 Juta

Tiba di titik awal, pengelola destinasi, Ayu Trisia memperkenalkan gunung yang memiliki ketinggian 168 meter di atas permukaan laut tersebut.

Ia pula memperkenalkan produk lokal yang dijual bagi pengunjung seperti tenun, madu trigona, dan kecampang. Kecampang merupakan anyaman lais yang digunakan masyarakat setempat menyimpan gunting, bawang, dan ramuan sebagai perlindungan bagi bayi. 

Kami memulai perjalanan. Dari papan informasi, Yulin, pemandu Gunung Lumut menyampaikan seputar informasi flora-fauna yang hidup dan membiarkan kami memilih rute yang ingin dilalui. 

Jalur pertama merupakan rute pendek, dari estimasi bisa ditempuh dalam 15 menit. Lalu jalur sedang dengan jarak tempuh sekitar satu jam dan jalur jauh memerlukan waktu sekitar 3-4 jam. Estimasi ini bisa jauh meleset, bergantung kemampuan dan daya tahan saat mendaki. 

Di rute jauh, pengunjung dapat melihat Gua Kelelawar, rumah bagi kelelawar vampir palsu. Jika beruntung, juga bisa menemukan tokek atau cicak Ahok.

Sebelum mendaki, Yulin menjelaskan larangan atau pantangan selama berada di Gunung Lumut. Pengunjung tidak diperbolehkan berbicara keras atau lantang, menginjak lumut, membawa tanaman atau binatang, juga harus menyimpan sampah jika tidak ada tempat sampah di sekitar lokasi. 

Dua pemandu mengiringi perjalanan kami. Yulin di depan, memimpin rombongan dan menyampaikan seluk beluk Gunung Lumut. Sementara Tri bersiap di belakang, membawa minuman dan memandu pengunjung yang turun saat tak mampu mendaki lebih jauh. Setelah memberikan kayu untuk menjadi tongkat jalan, pendakian dimulai. 

Jalanan menanjak mendominasi jalur ke puncak. Stamina prima menjadi hal utama. Menggunakan alas kaki yang tepat dan nyaman jadi saran terbaik yang harus dilakukan.

Udara sejuk di bawah pepohonan rindang menjulang, iringan musik alam dari serangga terdengar di penjuru hutan. Suasana ini bakal jadi pilihan tepat bagi pengunjung yang ingin healing, memperbaiki mood dan menjauh dari rutinitas kota. 

Deru nafas beradu dengan debar detak jantung saat tiba di pelang bertuliskan Gunung Lumut. Berbeda dengan sebelumnya, area hutan sekitar pelang Gunung Lumut merupakan hutan kerangas dengan hamparan lumut bak karpet hijau.

Baca juga: Wisata Belitung: Mercusuar Tanjung Lancur, Bangunan Heritage Peninggalan Sejarah Penjajahan Belanda

Baca juga: Wisata Belitung: Bukit Menangin Desa Suak Gual, Indahnya Hamparan Hutan Hijau dan Birunya Lautan

Tak jauh dari situ, sedikit menanjak melewati tangga-tangga kayu, ada gardu pandang. Dari gardu pandang, pengunjung dapat menyaksikan pemandangan hutan dari ketinggian. Lokasi ini kerap menjadi spot favorit berburu foto. Juga tempat beristirahat dari lelahnya perjalanan mendaki, sekaligus mengumpulkan tenaga menapaki perjalanan yang masih berlanjut. 

Jalanan menanjak masih menemani perjalanan berikutnya. Tak mampu melanjutkan lebih jauh, saya memilih beristirahat, lalu turun ditemani Tri. Perjalanan menurun lebih mudah.

Sebagai gantinya, Tri langsung mengajak saya melihat gurok. Gurok merupakan bahasa lokal yang berarti air terjun. Gurok Terajak di Gunung Lumut ini bakal lebih ciamik jika dikunjungi sehari setelah hujan lebat, karena debit air yang lebih melimpah. Sayangnya, saat datang debit air tak terlalu banyak, namun cukup untuk memenuhi rasa bahagia karena terasa sejuk setelahnya perjalanan berat.

Jika melanjutkan perjalanan, dari pelang Gunung Lumut terus ke arah puncak, pengunjung masih melewati trek di tengah hutan. Tepat di puncak, ada pohon raksasa. Saking besarnya keliling pohon, perlu dua orang untuk memeluknya. 

Jika sanggup melanjutkan perjalanan, pemandu akan mengantarkan ke Gua Kelelawar. Dari kelompok kami, hanya satu orang yang mampu melanjutkan perjalanan ke gua ini.

"Tadi ada keluar, tapi saat mau difoto langsung kabur," kata Faisal, rekan perjalanan yang mengikuti trip Eksotisme Belitung Timur. 

Setelah menjelajahi Gunung Lumut, berjalan menuju titik awal, pengelola telah menyediakan cemilan. Setelah lelah berjalan, sajian singkong rebus dan kelapa parut gula aren terasa nikmat ditemani segelas teh rosela. Puding lumut hijau dan fla putih manis menemani saat-saat bercerita dengan pengelola objek wisata tersebut. 

Paket Wisata

Jika ingin berwisata ke Gunung Lumut, objek wisata ini dibuka setiap Sabtu-Minggu pukul 8.00-17.00 WIB. Tidak ada biaya masuk, pengunjung hanya dikenakan biaya Rp15.000 per orang untuk parkir kendaraan, jasa ojek, dan pemandu. 

Tapi jika ingin lebih puas, sebaiknya memesan paket wisata yang dapat reservasi paling telat H-1. Ada paket trekking, dengan Rp125 ribu, pengunjung bisa mendapatkan pelayanan parkir, ojek, air minum untuk mendaki, pemandu, P3K dan jas hujan. Saat turun, sajian teh rosela, puding lumut, dan ada pilihan rebus ubi, kue lokal atau pumpuk nasi. 

"Saat ini kami ada promo selama Januari 2023, dari Rp125 ribu menjadi Rp90 ribu," ujar Kris

Bagi pelajar, ada juga paket pelajar. Perbedaannya, dari paket ini saat turun dapat memilih satu sajian di antara reh rosela, puding lumut atau kuliner lainnya. 

Eksotisme Belitung Timur

Objek Wisata Gunung Lumut menjadi bagian pertama dari rangkaian perjalanan wisata bertajuk Exotism atau Eksotisme Belitung Timur, Jumat (6/1/2023). Dipandu pemilik biro perjalanan Levi Tour, Agus Pahlevi, trip ini dirancang untuk berwisata selama dua hari satu malam di kampung halaman sejumlah tokoh terkenal Indonesia yakni Ahok, Yusril Ihza Mahendra, dan penulis Andrea Hirata. 

Trip hari pertama menguak pesona-pesona objek wisata dari selatan Belitung Timur. Setelah berangkat sekitar pukul 6.30 WIB dari Tanjungpandan, Belitung dan menikmati sarapan di Manggar, rombongan kami yang terdiri dari dua wartawan, saya dan Faisal, Michelle dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Belitung Timur, dipandu Agus Pahlevi. 

Rombongan kami memulainya dari Gunung Lumut, Desa Limbongan. Sekitar 2,5 jam kami menjelajah dan mendengarkan berbagai kisah dari pengelola objek wisata ini.

Dari sana, kami melanjutkan perjalanan ke Tebat Rasau, Desa Lintang, menikmati sedulang hidangan makan siang berbalut kearifan lokal. Kuliner yang tersaji diolah dari bahan-bahan hutan yang diceritakan Pak Nasidi, ketua kelompok yang menjaga Tebat Rasau kepada kami sambil menyesap segelas kopi tanggar. 

Menjelajah eksotisme Belitung Timur berlanjut dengan wisata budaya, belajar hadra di Desa Budaya Lalang. Di desa ini, kami juga dipandu Wira, pemuda setempat yang fasih menjelaskan sejarah kejayaan timah sambil menapaki bangunan-bangunan peninggalan masa kolonialisme. 

Akhir perjalanan ditutup dengan kater cruising di Pantai Serdang, Desa Baru, menyaksikan gurat senja berpadu latar Pantai Olivier. Malamnya, kami makan malam di Galeri Tanjung Seloekat, mendengar cerita rakyat dan seluk beluk Pantai Serdang yang dituturkan Totok, ketua kelompok sadar wisata yang mengelola Pantai Serdang. 

Tak cukup sekali dalam menulis daya tarik dari perjalanan ini. Makanya, pesona Belitung Timur akan ditampilkan pada artikel-artikel berikutnya. (Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari) 

Sumber: Pos Belitung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved