Berita Pangkalpinang

Ketua AETI Harap Pemerintah Kaji Ulang Wacana Larangan Ekspor Timah, Jangan Samakan dengan Nikel

Ketua Harian AAETI. Eka Mulya Putra, berharap pemerintah bisa mengkaji ulang adanya wacana pelarangan ekspor timah pada tahun 2023 ini.

Penulis: Novita CC | Editor: Novita
Bangkapos/Dokumentasi
Ilustrasi balok timah. Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Eka Mulya Putra, mengungkapkan, sejak tahun 2003, tak pernah lagi mengekspor timah dalam bentuk pasir, melainkan dalam bentuk balok. 

POSBELITUNG.CO, BANGKA - Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Eka Mulya Putra, mengungkapkan, sejak tahun 2003, tak pernah lagi mengekspor timah dalam bentuk pasir.

Timah yang diekspor, tegasnya, 100 persen dalam bentuk balok atau ingot.

"Sejak 2003 kita sudah tidak pernah lagi mengekspor timah dalam bentuk pasir, sudah berbentuk balok tadi," tambah Eka kepada Bangkapos.com, Selasa, (7/2/2023).

"70 persen nilai ekspor Babel keluar negeri adalah produk balok timah. Sementara 100 persen produk timah yang diekspor sudah dalam bentuk balok atau ingot," jelasnya

Pihaknya berharap pemerintah bisa mengkaji ulang adanya wacana pelarangan ekspor timah pada tahun 2023 ini.

"Saya harap pemerintah dalam dalam hal ini Presiden mengkaji ulang wacana itu. Karena jangan sampai, Presiden mendapatkan informasi yang salah yang berakibat pada keputusan yang kurang tepat," ucap Eka Mulya.

Dirinya juga mengatakan, jangan sampai adanya pelarangan tersebut justru berdampak pada terguncangnya ekonomi masyarakat Bangka Belitung.

"Jadi jangan disamakan dengan bentuk ekspor nikel atau mineral lain. Karena pelarangan secara menyeluruh, jangan sampai mengakibatkan guncangan ekonomi masyarakat Babel," ujarnya.

Selain itu, ia juga menyatakan menyambut baik apabila apabila rencana itu berupa pengolahan lanjutan timah agar memiliki nilai tambah.

"Pertama menyambut baik apabila dilakukan pengembangan industrialisasi timah, karena menurut saya bukan hilirisasi, selama ini kita sudah mengolah menjadi bentuk balok tadi. Dari industrialisasi tadi, memang perlu di dorong agar memiliki nilai tambah," tuturnya.

Akan tetapi, sebagai Ketua AETI, ia menekankan apabila proses industrialisasi itu dilakukan, harus dijalankan juga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan tidak boleh di tempat lain.

"Tetapi industri itu harus di Babel, ini kan kekayaan alam kita, jadi jangan sampai dibangun di tempat lain. Karena kita, tentunya hal itu bisa memberikan efek pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, kemudian membuka lapangan kerja baru, dan masih banyak lagi," tandasnya.

Keukeuh Menolak

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Dapil Bangka Belitung, Bambang Patijaya masih keukeuh menolak rencana larangan ekspor timah.

Pria yang akrab disapa BPJ ini mengingatkan pemerintah pusat jangan mengorbankan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang selama ini telah ditopang oleh komoditi timah.

"Jangan larang-larang saja (ekspor timah, red), mitigasinya apa? Kata kuncinya adalah jangan sekali-sekali mengorbankan ekonomi Bangka Belitung yang tergantung ekspornya 87 persen, dikorbankan untuk satu hal yang tidak jelas dan belum ada mitigasinya, jangan korbankan," tegas BPJ kepada Bangka Pos, Senin (6/2/20223).

Dia menyebut, Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi VII dengan mengundang Asosiasi Ekspor Timah Indonesia (AETI) dan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM pada Rabu (1/2/2023) lalu, untuk membuka cakrawala bahwa sebetulnya di sektor pertimahan itu sudah terjadi hilirisasi.

"Makanya kita undang Dirjen Minerba, dan Perindustrian, sudah ada hilirisasi di pertimahan. Sudah bergerak ke arah hilirisasi, cuman hilirisasi seperti apa yang ingin didalami oleh pemerintah? Pada rezim sekarang ini, kita ingin meminta penegasannya, barang (hilirisasi-red) sudah ada kok," ungkap BPJ.

Dia membeberkan, pada sektor timah sudah terjadi pengolahan lebih lanjut, seperti tin plate, tin chemical, dan tin solder.

"Kita tidak menghendaki ada larangan ekspor, itu saja, bukan menjadi tujuan rapat kemarin, di rapat kemarin kita hanya ingin mengetahui situasinya seperti apa, kita juga ingin menanyakan kepastian RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Belanja) untuk pertimahan," ungkapnya.

Menurut BPJ, hilirisasi timah sudah berjalan namun dia mempertanyakan hilirisasi seperti apa yang diinginkan pemerintah.

"Saya tidak jelas, ini harus ditanyakan kepada Presiden sendiri, hilirisasi seperti apa yang beliau maksud. Kalau dibandingkan mineral yang lain, timah harus menjadi contoh, bagi mineral bauksit, tembaga, nikel, karena pengolahan tahap pertama timah itu sudah luar biasa, kalau yang lain baru berkutat pada proses ingin membangun industri peleburannya, sementara kita sudah lama, sudah selesai dengan isu smelter," tukasnya.

BPJ berharap komoditi timah tidak menjadi komoditi isu politik dan pemerintah harus paham peran timah.

"Karena apa yang diminta sudah dilaksanakan di pertimahan, jangan komoditas timah jadi komoditas isu politik, kami tidak setuju. Jadi timah ini bukan produk tapi suplemen, jangan salah pengertian, suplemen yang diperlukan dalam part (bagian, red), misalkan mau produksi komponen cip elektronik, timah bukan komponen tapi dia perekat. Jadi gimana minta dalam bentuk hilirisasi, sudah ada, ingot (batangan, red) itu sudah dalam bentuk hilirisasi," jelasnya.

Pemerintah Siapkan Langkah Antisipasi

Terpisah Dirjen Minerba, Ridwan Djamaluddin mengaku beberapa pihak sudah menyambut positif mengenai hilirisasi timah, di antaranya adalah AETI yang disampaikan saat RDP dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (1/2/2023) lalu.

Namun AETI meminta pemerintah memberikan kemudahan kepada pengusaha untuk pengembangan hilirisasi timah.

"AETI yang kami dengar langsung tidak ada penolakan (pengembangan hilirisasi, red), tapi minta diatur agar tidak menimbulkan dampak negatif," ujar Ridwan kepada Bangka Pos, Senin (6/1/2023).

Ia mengatakan usulan-usulan yang disampaikan saat RDP akan menjadi pertimbangan pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan, baik wacana setop ekspor timah maupun pengembangan hilirisasi.

"Kemudahan yang lain, ada usulan agar ekspor ditata, jangan sampai semua orang melakukan jalan sendiri-sendiri, ada usulan satu pintu atau usulan agar bursa tidak dikelola pihak ketiga, hal-hal itu akan diperhatikan bagi kami," imbuhnya.

"Sejauh ini saya melihat kita semua harus positif, sikap-sikap semua pihak positif, paling penting sekarang menjaga ketika kebijakan itu dilaksanakan dampak positif apa yang terjadi," sambung Ridwan.

Namun soal wacana larangan ekspor timah pada tahun 2023, Ridwan yang juga Penjabat Gubernur Bangka Belitung (Pj Gubernur Babel) menegaskan hal itu belum diputuskan oleh Presiden RI.

"Pertama, kebijakan itu belum diputuskan, yang kedua, kalau dengar bahasa Presiden, tegaskan akan melarang ekspor dan melakukan hilirisasi dalam negeri," ucapnya.

Dibeberkan Ridwan, dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, menugaskan pemerintah untuk mempersiapkan langkah-langkah antisipasi terhadap berbagai kemungkinan. Bahkan pemerintah sudah membentuk kelompok kerja (Pokja) untuk menyiapkan langkah responsif mengenai wacana ini.

"Satu hal yang penting untuk dipertimbangkan ketika kita melarang ekspor, kita hendaknya mempertimbangkan apa yang dilakukan di dalam negeri dapat terjual, antara lain dengan melakukan pembatasan impor, dan melakukan kerja sama pemasok global yang selama ini sudah baik," ujarnya.

Ridwan menyakini bahwa Indonesia mampu untuk membangun pabrik hilirisasi. Apalagi sudah ada dua perusahaan yang menyatakan kesiapan membangun tin solder dan tin chemical.

"Reaksi positif dari badan usaha sudah terjadi. Dari kajian kami di Minerba ESDM dan Kementerian terkait termasuk Kadin, pertama kita perlu waktu kurang lebih 23 bulan untuk membuat pabrik baru dan meningkatkan kapasitas yang ada. Kedua modal investasi tidak terlalu menakutkan, masih dalam rentang Rp400 miliar, tidak triliunan. Ketiga, kebijakan, tadi harus ditata agar begitu kita hentikan, kita siap melakukannya," jelasnya.

Sementara Ketua DPRD Babel, Herman Suhadi, menilai lebih penting bagi pemerintah menata pertambangan timah untuk dapat menyejahterakan masyarakat di Bangka Belitung.

"Ini merupakan kebijakan pemerintah pusat, berkalikali disampaikan Presiden RI. Kita minta penataan timah itu lebih jelas dan tegas," kata Herman kepada Bangka Pos, Senin (6/2/2023) di kantor DPRD Babel.

Politikus PDI Perjuangan ini tak berkeinginan, apabila ekspor timah dihentikan akan berdampak kepada pendapatan masyarakat di Babel.

"Jangan sampai nanti ketika melakukan penghentian ekspor timah, malah keadaan pertimahan di masyarakat Babel semakin kurang baik. Inti muaranya bagaimana pendapatan masyarakat di sektor timah ini meningkat," tegasnya.

Ia mengharapkan, penataan timah dilakukan pemerintah dalam upaya menjaga pendapatan masyarakat di sektor timah.

"Karena sebaik apapun teknologi, buat apa kalau masyarakat tidak sejahtera di bidang itu. Kita inginnya begitu, agar timah ini memberi kesejahteraan merata ke masyarakat Babel,"ucapnya. (Bangkapos.com/Rifqi Nugroho/Cici Nasya Nita/Riki Pratama)

Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved