Berita Belitung

Pohon Pelawan Dulu Hanya Sekadar Cerita Kayu Bakar, Padahal Khasiat Daunnya Luar Biasa

Sebagian orang tua zaman dulu pernah bilang, kayu bakar terbaik adalah kayu pelawan. Padahal daun pohon ini berkhasiat sembuhkan berbagai penyakit.

posbelitung.co
Tampak daun pelawan. Pohon pelawan ini tumbuh di sela-sela kebun sawit rakyat di Dusun Kayuarang Desa Cit Kecamatan Riausilip Bangka. (Posbelitung.co/Fery Laskari) 

POSBELITUNG.CO - Sebagian orang tua zaman dulu pernah bilang, kayu bakar terbaik adalah kayu pelawan. Kayu yang dipotong-potong kecil kecil itu berasal dari pohon pelawan, tumbuhan yang banyak hidup di kawasan bekas penambangan timah atau tanah tandus nan gersang, yang kemudian jadi hutan kecil.

Di masa itu juga, di pinggir jalan sejumlah perkampungan di Provinsi Bangka Belitung, sering ditemui tumpukan kayu pelawan yang diikat tali.

Kayu itu dipajang di tepi jalan untuk dijual kepada para kosumen yang lewat, untuk dijadikan kayu bakar.

Sepertinya ketika itu, pohon pelawan seolah hanya berguna pada bagian batang atau dahannya saja, sekadar untuk dijadikan bahan bakar di dapur, pengganti bahan bakar minyak atau gas yang ketika itu dianggap sulit didapatkan.

Tapi kini, tak hanya batang dan dahan atau rantingnya yang berguna. Ternyata daun pelawan punya khasiat lebih, bukan sekadar kayunya untuk dijadikan kayu bakar.

Melalui kajian ilmiah, Tim Mahasiswa Universitas Bangka Belitung (UBB) yang memperoleh Hibah Program Kreatifitas Mahasiswa Riset Eksakta dari Kemdikbudristek 2021 lalu, berhasil mengembangkan daun pelawan sebagai bahan pada riset nanosilver.

Tim program studi kimia ini beranggotakan Ike Nur Amanah, Della Puspita Indriyani dan Bana Prilia Muharomah serta didampingi oleh dosen pembimbing Verry Andre Fabiani.

Mahasiswa UBB Ike Nur Amanah ketika itu menjelaskan, nanosilver ini bersifat antibakteri yang membantu dalam berbagai masalah yang ditimbulkan oleh bakteri. Umumnya, nanosilver dimanfaatkan pada pembuatan produk-produk kesehatan.

Maka, dia mengharapkan penelitian ini menjadi inovasi material berbahan baku tanaman lokal Bangka Belitung yang ke depan dapat menjadi alternatif dalam pengembangan produk-produk kesehatan lainnya.

"Berdasarkan penelitian sebelumnya, daun pelawan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena mengandung senyawa kimia seperti flavonoid dan tanin. Senyawa tersebut diketahui dapat mengubah senyawa perak menjadi material nanopartikel perak yang biasa dikenal dengan nanosilver," katanya, Minggu (12/9/2021) silam.

"Kami awalnya telah melakukan riset nanosilver ini pada Tahun 2019, namun karena hasilnya belum optimal maka kami usulkan kembali di Tahun 2021 dan akhirnya didanai," tambahnya.

Pada penelitian sebelumnya, partikel tidak stabil dan cenderung berubah sehingga diperlukan modifikasi melalui senyawa kimia penstabil yaitu polivinil alkohol. Mereka pun kembali melakukan penelitian itu selama tiga bulan.

Selanjutnya, berdasarkan analisis yang dilakukan, karakteristik produk kali ini sudah sesuai harapan. Nanosilver memiliki ukuran partikel yang stabil, juga memiliki aktivitas antibakteri yang sangat kuat dibandingkan riset serupa pada tahun sebelumnya. "Ukuran partikel yang semakin kecil menyebabkan aktivitas antibakterinya semakin baik," jelas Ike.

Penggunaan daun pelawan dalam pengembangan nanosilver katanya, memiliki kelebihan karena ramah lingkungan dan ekonomis, kandungan didalam daun pelawan juga sangat baik, karena senyawanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri itu

"Sementara, penggunaan bahan kimia dapat menimbulkan masalah lingkungan. Maka kami menggunakan green sintesis untuk mensintesis nanopartikelnya menggunakan daun pelawan. Daun pelawan juga banyak ditemukan di Bangka Belitung, kami memanfaatkan potensi lokal untuk mengembangkannya," ucapnya.

Menurut dia, penelitian ini tentunya akan terus berkembang di masa mendatang. Nantinya keseluruhan hasil penelitian ini juga akan dipublikasikan di jurnal dan forum seminar ilmiah.

Sementara itu pengolahan daun pohon pelawan menjadi teh celup melibatkan LPPM Universitas Brawijaya.

Daun pelawan yang ada di Desa Namang Kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah Babel, diolah sedemikian rupa menjadi teh celup untuk diproduksi.

Kegiatan Dokter Mengabdi

Bupati Bangka Tengah Algafry Rahman ketika itu mengapresiasi kegiatan Doktor Mengabdi yang dilakukan LPPM Universitas Brawijaya, khususnya dalam inovasi teh celup pelawan.

"Kita sangat mendukung kegiatan ini dan terima kasih kepada pihak Universitas Brawijaya dan UBB yang sudah mau datang ke Bangka Tengah untuk memberikan bimbingan, arahan petunjuk dan gagasan di Hutan Pelawan Desa Namang ini," kata Algafry Rahman saat meninjau kegiatan pendampingan pengembangan kawasan wisata dan konservasi hutan pelawan serta diversifikasi produk hasil LPPM Universitas Brawijaya (Unibraw) di Hutan Pelawan Desa Namang, Selasa (5/10/2021) lalu.

Ia menilai, diversifikasi produk hasil LPPM Universitas Brawijaya ini merupakan sebuah inovasi yang dapat membantu perekonomian masyarakat Bangka Tengah.

"Adanya inovasi teh celup pelawan ini merupakan sebuah kemajuan, karena sebelumnya kita tidak mendapatkan penyegaran untuk produk-produk ini dan saat ini ada perluasan, yang tadinya hanya kulat dan madu, sekarang berkembang menjadi produk teh celup. Tentunya ini akan meningkatkan perekonomian masyarakat melalui wirausaha dari hasil hutan pelawan ini," kata Algafry.

Menurutnya, Hutan Pelawan menjadi satu di antara kawasan hutan lindung milik pemerintah daerah yang dilindungi dan tidak boleh dilakukan aktivitas yang sifatnya merusak.

Ia pun berharap, ke depan potensi tanaman hutan ini bisa terus dikembangkan di kawasan lainnya yang ada di Bangka Tengah.

"Hutan Pelawan ini sudah masuk hutan lindung, sehingga tidak bisa diambil alih oleh pihak lain. Kendala terbesar yang kita hadapi ini saat ini adalah kawasan yang kita miliki terlalu besar, namun kedepannya kita (Pemkab Bateng-red) akan terus mencari area hutan lainnya, untuk pengembangan potensi tanaman pelawan ini," tuturnya.

Sementara itu Ketua Pelaksana Doktor Mengabdi LPPM Universitas Brawijaya Okto Oktavianti ketika itu mengatakan, kegiatan Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengali potensi hutan wisata di daerah.

"Tujuan dari kegiatan ini adalah dalam rangka pengembangan hutan wisata dan menghasilkan produk dari hutan wisata ini, dengan banyaknya varian produk yang dihasilkan oleh hutan wisata ini masyarakat juga punya penghasilan," ujar Okto.

Dalam upaya perlindungan hutan wisata ia menyebutkan, pihaknya pun ikut melakukan pemetaan kawasan hutan wisatan.

"Kita juga sudah sempat melakukan pemetaan, di mana hutan adat di sekitar sini masih kita lindungi menjadi hutan adat, namun untuk produk yang kita hasilkan juga tidak mengganggu, karena daun yang kita ambil daun kering dan kulit yang sudah mengelupas. Kita berharap inovasi produk yang dihasilkan ini bisa mendukung perekonomian masyarakat sekitar," ujarnya.

Pengelola Keanekaragaman Hayati (Kehati) Hutan Pelawan Bangka Tengah, Zaiwan mengatakan, pihaknya juga telah bekerja sama dengan 100 agen travel dari Sumatera, Jawa dan Bali untuk memasarkan langsung produk hasil hutan pelawan.

"Jadi kita bekerja sama dengan agen travel yang ada, ketika mereka datang kesini, mereka ini bisa langsung menikmati madu yang ada di Hutan Pelawan beserta produk turunan yang ada," ujarnya.

Pihaknya akan terus berinovasi untuk mengajak masyarakat memanfaatkan hasil Hutan Pelawan, khususnya dalam bentuk pengelohaan minunam.

"Hutan Pelawan ini identik dengan madu, di sini juga kita oleh menjadi berbagai minunan. Tentunya kita ingin hasil madu ini juga bisa menjadi produk minunan yang berkhasiat," kata Zaiwan.

Sementara itu Tempat Wisata Tebat Rasau Belitung Timur Babel, selain sebagai objek wisata berbasis alam juga menyajikan minuman khas hasil ekperimen Kelompok sadar wisata (Porkdarwis) Lanun yang mengelola Tebat Rasau.

Hasil ekperimen tersebut dinamakan teh pelawan, Ketua Pokdarwis Lanun, Nasidi ketika itu mengatakan awal mulanya ide mengambil daun pelawan karena melihat lebah yang menghasilkan madu pelawan.

"Karena lebah menghisap bunga daun pelawan ini bisa mengahasilkan madu berkasiat tinggi. Jadi kami berpikir Kalau menunggu madu setahun sekali untungan-untungan dapat madu pelawan, muncul lah ide untuk kita bikin teh sapa tau ada khasiatnya," ujar Nasidi.

Menurut Nasidi dinamakan teh pelawan karena memang terbuat dari daun pelawan, sedangkan bahan baku sendiri diperoleh dari hutan krangas yang ada disekitar tempat wisata Tebat Rasau.

"Karena pohon pelawan banyak tumbuhnya di hutan Krangas, kami namakan teh pelawan karena ada tumbuhan pelawan yang ada di hutan Kerangas sekitar Tebat Rasau," ujarnya

Ia mengatakan teh pelawan awalnya dibuat sekitar satu setengah tahun lalu, tapi dari masa pembutan sampai dengan mulai diperjualkan akhir-akhir ini.

"Hampir setahun kami coba ini, berancun atau tidak. Terus kami nilai ada gak kasiatnya ternyata ada, yang pasti kalau minum ini susah BAB dapat jadi lancar kalau masuk angin badan juga jadi nyaman, mengurangi kolesterol, waktu bagusnya setelah kita makan," ucapnya memastikan daun ini jadi obat herbal mujarab.

Tahun 2019 silam, produksi teh pelawan Tebat Rasau dikerjakan oleh satu di antara anggota pengelola geosite yakni Pino. Nasidi mengatakan proses-proses peracikan teh pelawan membutuhkan waktu sekitar satu bulanan. Daun pelawan pun harus melalui proses penjemuran, daun tersebut dijemur namun tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.

"Karena belum mampu membuat tempat kusus untuk teh pelawan. Berhubung dia (pino) menyanggupi mengelola ini (teh pelawan) kami serahkan kedia," ujarnya.

Dia mengaku pemasaran teh pelawan disajikan bagi wisatawan yang berkunjung sebagai minuman andalan di Tebat Rasau.

"Memang ada kadang wisatawan yang datang mau membeli untuk dibawa pulang. Kami ada juga siapkan yang bentuk saset, namun saat ini kami juga sedang berusaha mengurus legalitasnya," ujarnya.

"Per gelas kami jual Rp5.000, per saset kami jual Rp10.000. Satu set itu bisa 10 gelas karena nyedu sendiri kami jual lebih murah. Proses penyeduannya sama dengan teh biasa, bisa juga disedu seperti teh tubruk," sambungnya.

Dia juga mengatakan tak lama lagi pada acara yang diselenggarakan oleh Disbudpar yakni jelajah pesona jalur rempah Belitung Timur, komunitas Tebat Rasau pun diminta untuk menyiapkan 1.001 gelas teh pelawan.

"Sebentar lagi akan ada 1.001 teh pelawan, kawan-kawan juga sudah menyiapkan bahannya, kemarin butuh waktu tiga hari mengumpulkan daun pelawannya," katanya. (*)

 

Sumber: Pos Belitung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved