Biodata

Biodata Prof Romli Atmasasmita, Sebut Putusan Banding Harvey Sesat, Pernah Terjerat Perkara Korupsi

Ia mendapatkan gelar Doktor dalam ilmu hukum dengan predikat cum laude dari Universitas Gajah Mada, tahun 1996.

Editor: Alza
Tribunnews.com/ Nurmulia Rekso
ROMLI - Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita saat ditemui beberapa waktu lalu. Dia menyebut vonis banding 20 tahun penjara terhadap Harvey Moeis dalam perkara korupsi tata niaga timah sebagai miscarriage of justice atau putusan sesat. 

POSBELITUNG.CO - Biodata Guru Besar Bidang Hukum Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita.

Dia menilai putusan banding terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim yang lebih berat dari vonis sebelumnya adalah putusan sesat.

Melansir Wikipedia, Romli Atmasasmita adalah seorang akademisi.

Ia mendapatkan gelar Doktor dalam ilmu hukum dengan predikat cum laude dari Universitas Gajah Mada, tahun 1996.

Ia memulai karier sebagai dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) sejak tahun 1971 hingga saat ini.

Ia kini merupakan guru besar di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Internasional di Unpad.

Di luar pekerjaan sebagai akademini, Romli juga pernah mendapat jabatan penting di beberapa institusi.

Ia pernah menjabat Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, Departemen dan Hukum dan Perundang-undangan pada 1998-2000.

Kemudian menjabat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Kehakiman dan HAM pada 2000-2002.

Selain itu, Romli juga pernah didapuk sebagai Kepala Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM pada 2002-2004.

Jabatan lainnya di Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) pada tahun 2007.

Romli merupakan anggota Tim Perumus Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Saat ini aktif mengajar di beberapa Universitas di Indonesia.

Pernah terjerat korupsi 

Melansir Kompas.com, Romli Atmasasmita pernah terjerat kasus korupsi ketika masih menjabat di Departemen Hukum dan HAM.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (7/9/2009), menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan kepada mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita terkait kasus korupsi pada Proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Depkumham.

Vonis tersebut teregister pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 701/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 7 September 2009.

Romli Atmasasmita dikenai dakwaan keempat, yakni Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.

Ia juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar 2.000 dollar AS dan Rp 5 juta subsider dua bulan penjara.

Sebelumnya, Romli Atmasasmita dituntut jaksa dengan hukuman lima tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pada Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, terdakwa diduga telah menerima dana akses fee pada Sisminbakum sebanyak Rp 1,3 miliar.

JPU menyebutkan akses fee dari Sisminbakum sejak April 2001 sampai November 2008 mencapai angka Rp 420 miliar.

Dari jumlah itu, JPU menyebutkan Rp 379 miliar diterima oleh PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) sebagai rekanan proyek Sisminbakum.      

Dana itu juga mengalir ke Koperasi Pengayoman Dephuk dan HAM sebesar Rp 18 miliar dan Dirjen AHU sebesar Rp 18 miliar.

Romli Atmasasmita mengajukan banding atas putusan majelis hakim tingkat pertama tersebut.

Di Tingkat Banding, dalam putusannya Nomor: 345/Pid/2009/PT. DKI Jakarta tanggal 20 Januari 2010, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan Putusan di tingkat Pertama.

Romli Atmasasmita dinyatakan lepas dari jeratan tuntutan dalam perkara korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbankum) oleh Mahkamah Agung di tingkat Kasasi.

Ketua majelis kasasi perkara sisminbakum, Muhammad Taufik mengatakan ada tiga alasan kenapa Romli tak bersalah.

Pertama, Romli dinilai tidak mendapatkan keuntungan dalam Sisminbakum. Kedua, dari tindakan Romli, negara tidak dirugikan. Ketiga, pelayanan publik lewat Sisminbakum tetap berjalan.

Kasus Sisminbankum sendiri akhirnya dihentikan oleh Jaksa Agung Basrief Arief pada tahun 2012.

Biodata

Romli Atmasasmita lahir 1 Agustus 1944.

Gelar: Prof. Dr. S.H., LL.M

Pekerjaan: Akademisi di Unpad

Riwayat Pendidikan

Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), tahun 1969;

Master of Laws dari University of California, Berkeley, tahun 1981;

Doktor dalam ilmu hukum dengan predikat cum laude dari Universitas Gajah Mada, tahun 1996.

Karier

Dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) (1971 -saat ini);

Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Pasundan (1976-1980);

Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) (1983-1989);

Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, Departemen dan Hukum dan Perundang-undangan (1998-2000).

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM (2000-2002);

Kepala Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM (2002-2004);

Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) pada tahun 2007.

Pengalaman Organisasi

Wakil Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (1990-2008);

Kordinator Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Unpad (2004),

Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia (2008-2013).

Ketua Delegasi RI pada ASEAN Senior Law Official Meeting (ASLOM) Juni 1989 di Singapura;

anggota Delegasi RI ke Konferensi Global Antikorupsi, 24-26 Februari 1999, di Washington DC, Amerika Serikat;

Ketua Delegasi RI pada Preperation Meeting untuk Konferensi TOC-Wina di Bali 1999.

Ketua Delegasi RI ke Konferensi Asia-Pasifik tentang Money Laundering, 4-6 Agustus 1999 di Manila, Filipina;

Ketua Delegasi RI pada Konferensi PBB untuk membahas draft Konvensi mengenai Pemberantasan Kejahatan Transnasional Terorganisir, di Wina-Austria, Juni 1999 dan 4-8 Juni 2000.

Ketua Delegasi RI pada sidang Ad Hoc Committee on the Negotiation of the United Nations Convention Against Corruption, di Wina-Austria tahun 2000 s/d tahun 2003;

Ketua Delegasi RI pada ASEAN Senior Law Official Meeting (ASLOM), tanggal 14-18 Juni 2002 di Bangkok.

Chairman Sidang ASEAN Legal Officer Program, Juli 2003.

Saksi ahli

Romli Atmasasmita yang menjadi saksi ahli dalam perkara korupsi tata niaga timah Rp 300 triliun melibatkan Harvey Moeis dan 22 terdakwa lainnya, mengatakan vonis banding tersebut sebagai miscarriage of justice atau putusan sesat.

Romli mengatakan ada sejumlah kejanggalan dalam pertimbangan hukum yang diambil oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang hari Kamis (13/2/2025).

"Tidak terbukti suap dan tidak terbukti gratifikasi. Kerugian negara dalam putusan pengadilan bukan kerugian nyata (actual loss), namun hukuman Harvey Moeis justru diberatkan menjadi 20 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp 420 miliar.

Ini tidak tepat," ucap Romli, Kamis (13/2/2025) dikutip dari Tribunnews.com.

Romli yang juga salah satu perancang undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu menegaskan, uang pengganti Rp 420 miliar yang dibebankan kepada Harvey Moeis tidak dilengkapi dengan bukti yang sah.

"Uang pengganti tersebut terbukti tidak diterima oleh Harvey Moeis. Nilai Rp 420 miliar juga tidak didukung oleh bukti yang kuat," ujarnya.

Selain itu, dakwaan pemufakatan jahat antara Harvey Moeis dan terdakwa lain juga dinilai tidak terbukti selama persidangan.

"Dakwaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini secara normatif berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 bukanlah tindak pidana korupsi.

Pelanggaran terhadap UU Pertambangan tidak secara tegas diatur sebagai tindak pidana korupsi," jelas Romli.

Lebih jauh dijelaskan Romli, hukuman terhadap Harvey Moeis juga dinilai tidak proporsional.

Pasalnya menurut dia, hukuman penjara yang awalnya 6,5 tahun naik menjadi 20 tahun, sementara uang pengganti dari Rp 210 miliar melonjak menjadi Rp 420 miliar.

"Ini menunjukkan bahwa Harvey Moeis dianggap sebagai aktor intelektual, padahal fakta persidangan membuktikan sebaliknya," tegas Romli.

Terkait hal ini dia beranggapan bahwa Harvey Moeis sendiri bukanlah penyelenggara negara maupun direksi PT Timah.

Sebab Harvey kata Romli hanya terlibat dalam kontrak sewa smelter dan kontrak kerja dengan penduduk sekitar tambang, yang notabene bukan penambang liar melainkan warisan turun-temurun.

"Harvey Moeis dijerat pasal penyertaan (Pasal 55 KUHP) padahal ia tidak memiliki peran sebagai aktor intelektual," tambah Romli.

Tak hanya terhadap Harvey, Romli juga menyoroti vonis banding yang dijatuhkan terhadap Helena Lim yang notabene dianggap hanya sebagai pengusaha money changer.

Dalam putusan banding, Helena kata dia justru dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp 900 juta.

"Helena dan Harvey Moeis sama sekali tidak memiliki mens rea (niat jahat) untuk menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 317 triliun.

Kerugian tersebut hanya berdasarkan perkiraan BPKP yang bertentangan dengan UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara," jelas Romli.

(Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com/Bangkapos.com)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved