Mutiara Ramadhan

Dari Shabir ke Mashabir

Nabi Ayyub orang yang paling sabar di dalam Al-Qur'an.  Ia dicoba oleh Allah SWT dengan penyakit aneh.

Editor: Novita
Ist
MUTIARA RAMADHAN - Menteri Agama Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar MA memberikan Mutiara Ramadhan bagi pembaca Tribun Network. 

Ia tidak menyaksikan lagi luka di dalam dirinya dan sahabat-sahabat belatungnya tiba-tiba menghilang entah kemana.

Bahkan bekas-bekas luka pun tidak tampak pada diri Nabi Ayyub. Ia lalu sembah sujud kepada Allah SWT dan bersyukur atas diakhirinya seluruh cobaan pada dirinya.

Ketika Nabi Ayub masuk kembali ke perkampungan di dalam kota dengan wajah tampan seperti semula, maka semua orang memujanya, termasuk istrinya.

Namun karena sudah terlanjur bersumpah akan mencambuk istrinya kalau ia kembali sembuh, maka ia diminta Allah SWT untuk menunaikan sumpahnya tanpa menimbulkan rasa sakit pada istrinya:

"Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)". (Q.S. Shad/38:44).

Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah ini ialah, Allah SWT menyebut Nabi Ayyub sebagai orang yang shabir, bukan mashabir, atau shabur.

Di dalam Al-Qur'an ada tiga istilah yang sering digunakan Allah, yaitu shabir, mashabir, dan shabur.

Kata shabir menunjukkan kepada orang yang sabar, tetapi kesabarannya masih temporer, masih memberi batas, dan sewaktu-waktu masih bisa lepas kontrol sehingga kesabaran menjadi lenyap.

Sedangkan kata mashabir berarti orang yang sabar dan kesabarannya bersifat permanen tanpa batas.

Kalau ada orang yang membatasi kesabaran dalam kurun waktu tertentu, seperti ungkapan "tapi kesabaran kan punya batas", maka orang itu belum masuk ketagori mashabir.

Sedangkan shabur hanya berlaku untuk Allah SWT. Karena itu, salah satu sifat Allah yang ditempatkan dalam asma' yang terakhir ialah al-Sabur.

Allah SWT disebut al-Shabur karena Ia sama sekali tidak terpengaruh dengan ulah dan tingkah laku hamba-Nya. 

Sekufur dan sedhalim apapun hambanya Ia tetap tidak bergeming dan tetap bersedia untuk memaafkannya.

Ini buktinya, bahwa Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. (*)

Sumber: Pos Belitung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved