POSBELITUNG.CO, BELITUNG - Kaki Galih dan Yanto mulai terasa penat setelah hampir lima jam berjalan di lokasi tambang di wilayah Dusun Air Mungkui Desa Buluh Tumbang, Kamis (11/5) sore.
Namun rasa penat itu seketika hilang ketika mendapati sebuah hutan di antara gersangnya areal tambang.
Hutan ini persis seperti yang diinformasikan oleh warga setempat.
Tetap bertahan karena memang bukan hutan sembarangan.
“Di dalam hutan itu ada komplek pemakaman kuno, orang bilangnya kuburan Jangkang, ada sekitar belasan makam tua di dalamnya, lokasinya tidak jauh dari nama tempat yang disebut Kelekak Jangkang,” kata Galih kepada Pos Belitung.
Kedua pemerhati sejarah dan budaya Belitong ini semula hanya berniat mencari batu kinyang.
Namun di tengah jalan mereka bertemu warga yang kemudian menginformasikan tentang kelekak dan pemakaman tua tersebut.
Yang disebut Kelekak kini tinggalah hutan belukar di antara lahan eks tambang.
Di dalamnya terdapat pohon asam berukuran besar yang diameternya seukuran dua pelukan orang dewasa.
Kurang lebih 400 meter dari Kelekak Jangkang ini terdapat pekuburan Jangkang seperti yang disebutkan sebelumnya.
Menurut Yanto, pola pemakanan di kuboran Jangkan mirip seperti pemakaman para raja di Kute Tanah Desa Cerucuk.
“Kuboran Jangkang ini juga dibentengi pakai tanah setinggi kurang lebih 50 sentimeter, jadi sepintas mirip pola pemakaman di Kute Tana Cerucuk,” kata Yanto kepada Pos Belitung.
Semula Galih dan Yanto tak mengira bahwa kelekak dan pekuburan Jangkang di Aik Mungkui adalah sebuah perkampungan lama.
Namun kemudian mereka teringat pada sebuah tulisan di buku Tambang Timah Belitong Dari Masa ke Masa Jilid I halaman 199.
Dalam buku tersebut memang disebutkan nama kampong Jangkang.