Apalagi, kata Fahri, tak ada aturan yang mengharuskan seorang calon presiden atau wakil presiden harus terikat salah satu partai.
Sebab itu, lanjut Fahri, banyak capres atau cawapres saat ini bukan merupakan anggota partai, termasuk Anies Baswedan yang diusung NasDem, PKB, dan PKS.
"Jadi tidak ada masalah sebenarnya," ujar Fahri.
Fahri pun menyinggung cerita Pemilu 2004, yakni Jusuf Kalla yang kalah dalam konvensi capres Partai Golkar.
Meski kalah, namun akhirnya Jusuf Kalla bisa tetap maju pada Pilpres 2004 menjadi wakil Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Enggak lama setelah itu menjadi Ketua Umum Golkar karena dia tetap dalam status keangotaannya sebagai kader Golkar gitu," ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Fahri tradisi serupa bisa saja dilakukan PDIP, yakni mengutus kadernya ke beberapa partai untuk maju menjadi peserta pilpres.
"Artinya ya PDIP sebenarnya mungkin karena partainya besar, jadi kadernya memang bisa menyebar di mana-mana kan bisa jadi begitu," kata Fahri.
Lantas apa alasan PDIP tak pecat Gibran?
Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah mengatakan, sejatinya Gibran telah keluar dari PDIP.
"Jadi tanpa harus diberhentikan secara resmi sebenarnya rakyat telah menganggap Mas Gibran keluar dari PDIP, karena telah mengambil keputusan keluar dari dari garis politik partai yang resmi," ucapnya.
Basarah pun menyayangkan langkah Gibran menjadi cawapres Prabowo, tapi saat yang bersamaan masih menjadi kader PDIP.
Ia menegaskan, seharusnya Gibran memahami aturan main dalam sebuah organisasi partai politik (parpol).
"Dia harusnya tahu persis aturan main dalam organisasi partainya PDIP mulai dari ADRT maupun partai-partai politik lain," tegas Basarah.
Ahmad Basarah juga menilai, Gibran seharusnya berbesar hati keluar dari PDIP setelah diusung KIM menjadi cawapres Prabowo.