POSBELITUNG.CO - Sebanyak 38 warga Palestina tewas di Jalur Gaza saat mencari bantuan pada Selasa (5/8/2025) malam hingga Rabu (6/8/2025).
Melansir Arabnews.com, dari 38 warga Palestina yang tewas saat mencari bantuan, setidaknya 28 orang tewas di Koridor Morag, zona militer Israel di Gaza selatan, tempat konvoi PBB berulang kali diserbu oleh penjarah dan kerumunan yang putus asa dalam beberapa hari terakhir.
Pihak Rumah Sakit Nasser mengatakan, empat orang lainnya tewas di daerah Teina, di rute menuju sebuah lokasi di Gaza selatan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yakni Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung Israel dan AS.
Sementara pihak Rumah Sakit Al-Awda menyebut, menerima jenazah enam orang yang tewas di dekat lokasi GHF di Gaza tengah.
Dua serangan udara Israel menghantam wilayah utara Kota Gaza dan menewaskan belasan orang.
Menurut pihak Rumah Sakit Al-Ahli, serangan itu menewaskan 13 orang, termasuk enam anak-anak dan lima perempuan.
Para saksi mata mengatakan pasukan Israel berulang kali melepaskan tembakan.
Militer Israel berkilah pasukan melepaskan tembakan peringatan ketika warga Palestina maju ke arah mereka, dan tidak mengetahui adanya korban jiwa.
Pihak Militer Israel menyebut hanya menargetkan militan dan menyalahkan Hamas atas kematian warga sipil karena militannya bercokol di daerah-daerah padat penduduk.
Sementara itu, para pakar PBB mengatakan kelompok bantuan yang didukung Israel harus dibubarkan.
Israel memfasilitasi pembentukan empat lokasi GHF pada bulan Mei setelah memblokir masuknya semua makanan, obat-obatan, dan barang-barang lainnya selama 2,5 bulan.
Para pejabat Israel dan AS mengatakan sistem baru diperlukan untuk mencegah Hamas menyedot bantuan kemanusiaan.
PBB yang telah mengirimkan bantuan ke ratusan titik distribusi di seluruh Gaza selama perang ketika kondisi memungkinkan, telah menolak sistem baru tersebut.
Menurut PBB, sistem tersebut memaksa warga Palestina untuk menempuh jarak jauh dan mempertaruhkan nyawa mereka demi makanan.
Sistem baru ini juga memungkinkan Israel untuk mengontrol siapa yang akan menerima bantuan, yang berpotensi digunakan untuk memajukan rencana pengungsian massal lebih lanjut.