Palestina Vs Israel

Khawatir Ancaman Trump Imbas Perintah Penangkapan Netanyahu Cs, Gaji Staf ICC Dibayar Lebih Awal 

Imbas dari langkah ICC itu, Trump pun mengancam akan mempertimbangkan langkah besar untuk menjatuhkan sanksi terhadap ICC.

Editor: Kamri
whitehouse.gov via Tribunnews
DONALD TRUMP - Presiden Donald Trump diambil dari whitehouse.gov pada Minggu (14/9/2025) saat menyampaikan pidato di KTT AI Gedung Putih di Auditorium Andrew W. Mellon di Washington, DC. 

POSBELITUNG.CO – Tudingan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Israel yang melakukan praktik kategori kejahatan terhadap kemanusiaan di Palestina menuai kecaman dari Amerika Serikat sekutu negara zionis itu.

Protes keras AS dibawah pemerintahan Presiden Donald Trump ini semakin menjadi sejak Jaksa Penuntut ICC, Karim Khan mengajukan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, serta sejumlah pimpinan Hamas atas dugaan kejahatan perang di Gaza.

Imbas dari langkah ICC itu, Trump pun mengancam akan mempertimbangkan langkah besar untuk menjatuhkan sanksi terhadap ICC.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS menuduh ICC “melampaui yurisdiksi” dengan mencoba mengadili warga negara AS maupun Israel.

AS pun meminta ICC agar mengubah keputusannya tersebut.

“ICC memiliki kesempatan untuk mengubah arah dengan melakukan perubahan struktural yang kritis.

Jika tidak, kami akan mengambil langkah tambahan untuk melindungi kepentingan nasional Amerika dan personel kami,” tegas pernyataan resmi dari Washington, dikutip The Times Of Israel.

Baca juga: Daftar Negara yang Mengakui Palestina Terbaru, Perancis Ikuti Jejak Inggris Cs?

Washington selama ini memang sudah menjatuhkan sanksi terbatas terhadap sejumlah pejabat ICC.

Di antaranya berupa pembekuan aset dan larangan visa.

Namun, untuk pertama kalinya muncul wacana agar seluruh lembaga ICC dimasukkan ke dalam daftar sanksi.

Ini artinya tidak hanya jaksa dan hakim yang akan terdampak.

Seluruh staf, sistem administrasi, hingga jaringan keuangan yang digunakan pengadilan internasional juga akan terkena imbasnya.

Sanksi yang bersifat menyeluruh itu diyakini akan memberi pukulan telak terhadap keuangan ICC.

Beberapa laporan mengatakan lembaga yang bermarkas di Den Haag itu bahkan sudah membayar gaji staf lebih awal.

Upaya ini sebagai langkah antisipasi jika akses keuangan mereka diblokir akibat keputusan Washington.

Risiko lain yang mungkin muncul yaitu hilangnya dukungan dari vendor teknologi, perbankan, dan logistik yang khawatir terkena imbas sanksi sekunder dari Amerika Serikat.

Situasi ini menempatkan ICC dalam kondisi sulit.

Di satu sisi, pengadilan harus menjaga integritas dan mandatnya untuk menegakkan hukum internasional tanpa intervensi politik.

Namun di sisi lain, sanksi ekonomi yang bersifat menyeluruh dari negara adidaya seperti Amerika Serikat berpotensi membuat roda pengadilan tersendat.

Bahkan terhenti jika akses terhadap sumber daya dan jaringan global benar-benar ditutup.

Gedung Putih menegaskan bahwa langkah ini ditempuh karena ICC dianggap melampaui kewenangan dengan membuka penyelidikan terhadap dugaan kejahatan perang yang diduga dilakukan oleh pejabat Israel maupun personel dari negara sekutu AS.

Washington menilai ICC tidak memiliki yurisdiksi dalam kasus tersebut.

Karena itu, intervensi hukum melalui sanksi dianggap perlu untuk melindungi kepentingan nasional.

Ancaman sanksi AS ini dilayangkan sebagai balasan atas penyelidikan dugaan kejahatan perang yang melibatkan Israel.

Terutama dalam konflik berkepanjangan dengan Palestina.

ICC menuding Israel melakukan praktik yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Termasuk pengusiran paksa dan pembatasan akses kemanusiaan.

Buntut kejahatan perang yang dilakukan Israel yaitu hingga menewaskan lebih 65.000 warga sipil sejak 7 Oktober 2023.

ICC menegaskan semua pihak yang terlibat dalam konflik bisa menjadi subjek penyelidikan bila ditemukan bukti pelanggaran.

Amerika Serikat yang bukan anggota ICC menilai langkah ICC itu sebagai bentuk intervensi berbahaya.

Negara Anggota ICC Angkat Suara

Merespons ancaman sanksi yang sedang dipertimbangkan Amerika Serikat, sejumlah negara anggota Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyatakan keprihatinannya.

Isu ini disebut akan diangkat dalam sidang Majelis Umum PBB yang berlangsung di New York pekan ini.

Hal ini mencerminkan kegelisahan negara-negara anggota ICC terhadap kebijakan Washington yang dinilai berpotensi melumpuhkan operasional pengadilan internasional.

Namun, beberapa diplomat pesimistis upaya tersebut bisa benar-benar menghentikan langkah Amerika Serikat.

Terlebih pemerintahan Donald Trump telah menegaskan bahwa sanksi individual terhadap hakim atau jaksa ICC tidak lagi dianggap memadai.

Bahkan seorang diplomat senior yang enggan disebut namanya menyebut situasi saat ini sebagai titik kritis dalam hubungan ICC dan AS.

Pernyataan tersebut mempertegas kekhawatiran bahwa Washington telah bulat dalam sikapnya.

Amerika menilai ICC bertindak di luar kewenangan dengan membuka penyelidikan dugaan kejahatan perang yang melibatkan Israel, sekutu dekatnya di Timur Tengah.

(*)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved