Kain Merahnya dari Tenda Warung Soto, Ternyata Ini Asal Usul Bendera Pusaka yang Dijahit Fatmawati
"Tapi saya lihat benderanya terlalu kecil, kira-kira hanya berukuran panjang setengah meter. Dalam hati saya berkata, kayaknya ..."
POSBELITUNG.CO -- Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 selalu disambut masyarakat dengan gegap gempita.
Hampir di seluruh penjuru tanah air dikibarkan bendera kebanggaan Indonesia, merah putih.
Jamak diketahui, sang saka merah putih yang dikibarkan kali pertama tanggal 17 Agustus 1945 dijahit oleh Ibu Negara pertama RI Ny. Fatmawati.
Tetapi, tidak banyak yang tahu darimana asal usul kain bendera pusaka itu.
Seorang pelaku sejarah, Brigjen TNI (Purn) Lukas Kustaryo menuturkan bagaimana lika-likunya saat ia berupaya mencari kain merah untuk bendera pusaka.
Konon, ide ini pun muncul secara tiba-tiba.
Baca: Asisten Pribadi Hotman Paris Akhirnya Beberkan Sifat Asli hingga Kebiasaan Bosnya, Ternyata Galak
Baca: 5 Fakta Prostitusi Online di Apartemen Depok dari Tarif Kencan Hingga Butuh Uang untuk Sekolah Adik
Kala itu dari kancah romusha di Bayah, Banten Selatan, Shodanco Lukas diberi tugas secara inkognito membawa surat pribadi Tan Malaka untuk Bung Karno di Jakarta.
Sesampainya di Jl. Pegangsaan Timur no. 56, Kustaryo melihat Ny. Fatmawati menjahit bendera merah putih.
Saat itu bulan Agustus 1945, para tokoh pergerakan memang sudah terlihat sibuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Apalagi di kediaman Bung Karno terlihat kesibukan yang tidak seperti biasanya.
"Tapi saya lihat benderanya terlalu kecil, kira-kira hanya berukuran panjang setengah meter. Dalam hati saya berkata, kayaknya nggak pantas. Untuk proklamasi kok benderanya tak begitu bagus," begitu ujar Kustaryo seperti dilansir dari Majalah Intisari.
Karena tidak tega melihat bendera kecil itulah, atas inisiatif sendiri laskar Peta Pacitan ini berniat mencari kain yang lebih besar untuk bendera.
Baca: Unggah Foto Andy Lau, Nikita Mirzani Tulis Lelaki Idamanku, Maria Ozawa Malah Bilang Gebetanku!
Baca: Pasang Billboard di Mana-mana, Cak Imin Akhirnya Ngaku Orang Paling Kecewa Soal Cawapres Jokowi
"Kalau tak salah Bu Fat sudah mempunyai kain seprai putih yang cukup panjang," tambahnya.

Tanpa tahu harus menuju ke mana untuk mencari kain merah, pemuda kelahiran Madiun, 20 Oktober 1920, ini lantas berjalan menyusuri rel KA dari Pegangsaan sampai Pasar Manggarai.
Di pinggir pasar ia melihat sebuah warung soto bertenda kain merah.
Nah, kebetulan pikirnya. "Saya tak lagi mikir jenis kainnya bermutu atau tidak. Meski saya lihat sudah tidak begitu bagus bahkan sudah robek, pokoknya kain tersebut masih bisa dipakai," kenangnya.
Maklum, di zaman Jepang mutu kain yang dikonsumsi rakyat amat jelek.
Terdorong rasa kebangsaan yang meluap-luap untuk segera mendapatkan kain bakal bendera itu, Kustaryo segera mendatangi si pemilik warung tenda.
Baca: Membabi Buta, Pria Lamongan Ini Tega Hajar Istri, Anak dan Mertua, Tak Menyesal Malah Umbar Senyum
Baca: Disebut Stupid oleh Artis Ini, Fatin Shidqia Malah Blak-blakan Ungkap Perasaannya di Sini
Satu-satunya yang dipikirkan, bagaimana caranya mendapatkan barang tersebut.
"Saya beli kain ini dengan harga Rp500,00, terdiri atas lima lembar ratusan uang zaman Jepang dari kocek saya sendiri. Melihat uang segitu banyak, si tukang warung hanya terbengong-bengong saja. Transaksi waktu itu tidak berlangsung lama."
Setelah itu buru-buru ia membawa kain merah tersebut ke rumah Ibu Fat. Begitu diserahkan, Kustaryo langsung pergi lagi.
Bahkan ketika bendera itu dikibarkan pada saat proklamasi, ia pun tidak tahu.
"Setelah itu saya lalu pergi dari Jakarta, kembali bergabung dengan rekan-rekan pejuang lain. Maklum waktu itu tentara Jepang yang bersenjata masih banyak berkeliaran. Belum lagi pasukan Inggris," kenangnya.
Selang beberapa tahun kemudian, suatu hari Kustaryo ketemu Ibu Fat lagi di Yogyakarta.
Baca: Dari Gerbang Surga Hingga Kerajaan Ubur-ubur, Inilah 5 Sekte Teraneh yang Pernah Ada di Dunia
Baca: Foto Tentara Pamer Gunakan Pembalut Ini Jadi Viral, Siapa Sangka juga Bermanfaat untuk Pria
Iseng-iseng ia bertanya apakah bendera pusaka yang dikibarkan pada saat proklamasi tersebut, adalah bendera yang kain merahnya pemberian dia dulu.
"Bu Fat menjawab, benar! Kain merah yang saya jahit itulah pemberian Saudara. Saudara memang sungguh berjasa. Terima kasih ... saya sampai lupa," begitu jawaban Ibu Fat seperti yang ditirukan Kustaryo.
Versi lain riwayat bendera pusaka ini, menurut Kustaryo memang belum pernah diketahui umum.
Apalagi beberapa saksi mata yang melihat Lukas memberikan kain tersebut kepada Ny. Fatmawati, semuanya sudah tiada.
"Selain Bu Fat, yang sempat melihat adalah BungKarno dan supir pribadi mereka. Kalau tidak salah namanya Pak Sarip."
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bendera Pusaka yang Dijahit Ibu Fatmawati Kain Merahnya Dari Tenda Warung Soto, Ini Sejarahnya
-
Baca: Kisah 3 Pengibar Sang Saka Merah Putih Saat Proklamasi 17 Agustus 1945, dari Latief Hingga Trimurti
-
Baca: Ini Respon Sandiaga Uno Saat 3 Rahasianya Dibongkar dan Disebut Cawapres Terkaya Sepanjang Sejarah
-
Baca: Virgo dan Libra Bakal Ketemu Cinta yang Dinanti, Ramalan Zodiak Hari Ini, Kamis 16 Agustus 2018
-
Baca: Sungai Ini Bisa Membunuh Apa Saja yang Masuk ke Dalamnya, Jika Selamat Ini yang Terjadi
-
Baca: Istri Eza Gionino Unggah Curhatan Haru Ini Selang 3 Minggu Menikah Tanpa Restu Ibu Mertua