Kisah Guru Mengaji Lahir Tanpa Tangan, Pernah Dilempar Pakai Uang Hingga Buat Hal Menakjubkan
Nihayah sendiri lahir dengan tidak memiliki kedua tangan. Keterbatasan fisiknya ini sempat mengetuk hati seorang ustadz asal Sirya untuk ...
Dia lahir di Tanjungpinang pada 2 Juni 1959 silam tanpa kedua tangan. Namun, kondisi ini tidak mematahkan semangatnya untuk berkarya.
"Lewat jari-jari kaki ini, sudah tidak terbilang berapa banyak orang yang akhirnya pandai mengaji," ungkapnya bangga.
Betapa tidak, sekitar dua puluh tahun terakhir Nihayah menghabiskan banyak waktunya di TPA Masjid Al-Hikmah.
Bersama kedua rekannya, dia mendirikan TPA pada 30 Agustus 1999 silam.
Sejak saat itu, dia mulai aktif mendidik anak-anak belajar mengaji, mulai dari iqro (sistem belajar dasar membaca Al Quran) Juz Amma sampai Al Quran serta Ilmu Agama lainnya seperti Tauhid Fiqih dan lainnya.
Baca: Gagal Perjuangkan Rohingya, Amnesty Internasional Tarik Kembali Penghargaan dari Suu Kyi
Baca: Jusuf Kalla Sebut Istilah Politikus Sontoloyo dan Genderuwo Termasuk Kampanye Negatif
Seiring berjalannya waktu, murid TPA tempat Nihayah megajar terus berkembang. Awalnya cuma puluhan santri berhasil menyelesaikan ilmu agama dari TPA itu.
Namun, lambat laun, jumlah tersebut bertambah menjadi ratusan bahkan ribuan santri.
"Saat ini saja, tercatat 130 santri sedang belajar ilmu agama di TPA Al Hikmah," ucap wanita berhijab merah itu.
Kini, bersama 15 guru ngaji lainnya, dia menjalani hari-hari hidupnya dengan mendidik para santri.
Insentif yang dia terima sebesar Rp 400.000 setiap bulannya.
Uang tersebut berasal dari iuran santri dan kas Masjid Al Hikmah.
Baca: Kisah John Kei yang Mengaku Menyesali Perbuatan Masa Lalunya Kalau Saya Mati, Saya Mau Masuk Surga
Baca: Gara-gara Pakaian, Model Australia Ini Ditolak Masuk Museum Lourve Paris, Intip Potretnya di Sini
"Kalau dibilang cukup ya tidak, yang penting saya ikhlas, insyaallah jadi berkah," ujarnya yakin.
Nihayah memang hanya mengandalkan kedua kakinya dalam beraktivitas sehari-hari.
Tidak cuma saat mengajar ngaji, kaki dan jari-jarinya jadi andalan dalam menjalani hidupnya.
Misalkan saja, ketika hendak menerima panggilan, dia menjepit telepon seluler dan meletakkannya di paha bagian kiri, dan berbicara dengan mengandalkan pengeras suara.