Kisah Buah Maja yang Dianggap Sakral, Ternyata Cikal Bakal Kerajaan Majapahit, Penolong Raden Wijaya
Kisah Buah Maja, Cikal Bakal Kerajaan Majapahit di Mojokerto, Dianggap Sakral, Penolong Raden Wijaya
Di Pakistan, India, Srilanka, Nepal, dan Bangladesh, buah maja punya peran penting dalam budaya masyarakat setempat.
Di masyarakat wilayah Asia Selatan itu, daging buah maja biasa dikonsumsi baik dalam keadaan segar maupun sudah dikeringkan. Daging buahnya bisa dijadikan jus atau sharbat.
Sharbat adalah minuman tradisional terbuat dari daging buah maja yang dihaluskan lalu dicampur dengan air, gula (atau sirup), kadang ditambah susu dan es.
Mereka yang meminum biasanya punya masalah dengan buang air besar atau terkena gangguan pencernaan. Biar BAB lancar.
Selain dikonsumsi dalam keadaan segar, daging buah maja juga bisa dikonsumsi setelah dikeringkan lebih dulu. Daging buah diiris-iris lalu dikeringkan dengan sinar Matahari.
Irisan daging buah yang telah kering selanjutnya direbus dengan air dan rebusannya inilah yang diminum.
Daun tanaman ini juga bisa dikonsumsi. Pucuk daun tanaman majamerupakan sayuran yang populer di negara-negara Asia Selatan.
Dalam ilmu pengobatan tradisional India (ayurveda), maja dipercaya bisa mengobati berbagai gangguan kesehatan, antara lain demam dan gangguan pencernaan, terutama sembelit kronis.
Dalam tradisi Hindu, maja merupakan tumbuhan "titisan" Hyang Syiwa. Karena itu tanaman maja selalu ada di halaman pura Hindu.

Selain pucuknya untuk sayuran, daun maja juga merupakan perangkat ritual penting dalam agama Hindu.
Di Nepal, buah maja dipakai dalam ritual upacara perkawinan. Buah ini dianggap sebagai penjelmaan Hyang Syiwa.
Karena itu, saat prosesi pernikahan, sang gadis dianggap menikah dengan Hyang Syiwa, bukan dengan suaminya. Ritual ini bertujuan untuk memperoleh kesuburan (keturunan) dari Hyang Syiwa.
Apabila sang suami meninggal, perempuan itu tidak perlu malu berstatus janda, sebab ia tetap menjadi istri Hyang Syiwa.

Dari kesakralan buah maja inilah diduga nama Majapahit berasal. Seperti kita tahu, dalam tradisi Hindu Jawa, banyak nama tokoh menggunakan nama binatang atau tumbuhan, seperti Gajah Mada, Hayam Wuruk, Mahesa Wong Ateleng, dan Iain-lain.
Karena itu tidak mengherankan nama buah sakral ini pun dipakai sebagai nama kerajaan. Kita tahu, Majapahit adalah kerajaan Hindu.