LIPSUS KOPI

Buka Kebun Kopi di Pulau Belitung, Varietas yang Cocok Robusta dan Liberika

Jadi tidak menutup kemungkinan mengangkat kopi Pulau Belitung di deretan kopi nusantara, yakni kopi pesisir yang tumbuh di dataran rendah

Editor: Rusmiadi
istimewa
Dedi Kurniawan, Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia Beltim 

POSBELITUNG.CO - Geografis Belitung Timur (Beltim) memungkinkan bagi komoditas kopi. Hanya saja harus jeli menentukan varietas. 

Jenis Robusta bisa menjadi pilihan petani lokal. Begitu juga Liberika mengingat kondisi alam Pulau Belitung merupakan daerah dataran rendah.

Berdasarkan standar, Liberika bisa tumbuh nol (0) meter di atas permukaan laut (mdpl) sementara Robusta 40 mdpl. Walaupun secara ideal referensi-referensi menyebutkan 400-700 mdpl.

"Penggunaan bibit unggul berpengaruh. Apalagi Robusta pun banyak jenis, ada yang matang berwarna kuning dan ada juga merah," kata Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia Beltim, Dedi Kurniawan.

Pemerintah Provinsi Bangka Belitung telah memberi bantuan bibit Robusta SA237. Keunggulannya jumlah produksi lebih banyak, serta tahan hama penyakit sesuai rekomendasi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).

Produksi Kopi Lokal Belitung Timur Melonjak 600 Persen

Produksi Kopi Lokal Menguatkan Jargon Kota Wisata 1001 Warung Kopi

Sementara itu, lanjutnya bibit swadaya dari petani mayoritas juga varietas Robusta. Di Desa Lilangan buahnya agak kecil karena biji dari Lampung. Sementara di Kelapa Kampit cenderung lebih besar karena dibawa dari Pagar Alam, Sumatera Selatan.

Di Beltim beberapa petani pernah juga menanam varietas Arabika, tepatnya di Desa Mempaya. Kemudian Desa Cendil jenis Arabika yang bibitnya disebut berasal dari Aceh dan Bandung.

"Namun kopi dataran tinggi tersebut cuma bisa sampai pada tahap berbunga belum dapat berbuah," ujarnya.

Kebun kopi yang sudah berproduksi di Beltim sekitar tujuh hektare. Sedangkan yang sudah tanam namun belum berbuah diperkirakan 100 hektare.

Menurut Dedi komoditi ini mudah tumbuh. Bisa dilihat di belakang pekarangan rumah warga di wilayah Kelapakampit hingga Manggar kemudian Gantung sampai Dendang.

"Jadi sebenarnya tanaman ini sudah pernah ada hanya saja belum dikelola secara baik dan layak," katanya.

Sekarang komoditas kopi digalakkan lagi karena setiap komunitas akan bisa berlanjut atau berproduksi secara baik bila dari hulu ke hilirnya ada. Proses agribisbis, ada budidaya, pengolahan dan pemasaran.

Makin lengkapnya sistem agribisnis, maka sekarang baru dirasakan masyarakat ternyata pemasaran kopi bukan jadi persoalan. Tetapi saat ini penampung baru ada satu yang membeli di kisaran harga Rp 25.000-Rp 30.000.

Karena itu sebagai pendamping perlu melakukan penyuluhan ke desa-desa guna menekankan mengenai hasil budidaya tanaman tersebut.

Perkembangan petani kopi di Beltim, lanjutnya, juga memacu para pendamping agar lebih memperhatikan lagi petani kopi, karena jangan sampai petani sudah menanam ditinggalkan pendampingnya.

Sumber: Pos Belitung
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved