Pos Belitung Hari Ini

16 Desa Berisiko Tinggi Penyakit Kaki Gajah, Satu Keluarga di Belitung Terinfeksi Filariasis

Bupati Belitung H Sahani Saleh sigap meminum obat pencegahan kaki gajah setelah diberikan petugas kesehatan.

Dok/Prokopim Setda Belitung
Wakil Bupati Belitung Isyak Meirobie mengonsumsi obat kaki gajah dan disaksikan Bupati Belitung Sahani Saleh, Selasa (18/10/2022). 

POSBELITUNG.CO, BELITUNG -- Bupati Belitung H Sahani Saleh sigap meminum obat pencegahan kaki
gajah setelah diberikan petugas kesehatan.

Setelah mengukur tinggi badan pria yang akrab disapa Sanem ini, petugas kesehatan memilih obat-obatan
yang akan dikonsumsi orang nomor satu di Belitung tersebut.

Sembilan obat-obatan diberikan, Sanem menerimanya, lantas mengonsumsi obat itu dalam sekali telan.

“Alhamdulillah. Tidak ada rasa apa-apa,” kata Sanem ditemui Pos Belitung selepas minum obat
pencegahan kaki gajah di Gedung Serbaguna, Tanjungpandan, Selasa (18/10/2022).

Baca juga: Wisata Belitung : Tak Perlu Jauh-Jauh ke Jogja, Warkop di Belitung Kini Sediakan Kopi Arang

Baca juga: Operasi Zebra Menumbing 2022 di Beltim Berakhir, Ada Satu Kasus Kecelakaan hingga Sita 17 Kendaraan

Wakil Bupati Belitung Isyak  Meirobie yang duduk di samping Sanem juga menerima obat dengan jumlah yang
sama dari petugas kesehatan.

Ia pun turut meminum obat tersebut dalam sekali telan.

Dalam kegiatan pencanangan pemberian obat pencegahan kaki gajah tersebut, sejumlah pejabat turut
mengonsumsi obat kaki gajah.

Ditemui setelah acara, Sanem mengatakan obat-obatan yang diberikan berukuran kecil sehingga mudah ditelan.

Setelah kegiatan pencanangan, nantinya pihak terkait akan melakukan sosialisasi mengenai obat pencegahan kaki
gajah yang selanjutnya akan disebarkan ke masyarakat.

“Jangan masyarakat menganggap obat ini gimana gimana, karena banyak masyarakat takut makan
obat, tapi takut kalau tidak makan obat malah kena penyakit. Kecil-kecil obatnya, sembilan obat pun tidak terasa. Kalau dihitung dengan makan nasi tidak sampai sebesar sesuap nasi,” ucapnya.

Sanem mengatakan, saat ini ada 16 desa yang sudah ditemukan kasus kaki gajah dengan jumlah 127 orang yang
ditemukan pada darahnya terdapat cacing filaria.

Bahkan jelasnya, ada satu keluarga dengan empat anggota keluarga yang sudah terkena.

“Itu nanti berbahaya karena kakinya terus membesar, akhirnya tidak produktif. Tolong anjuran pemerintah
ini diikuti. Jangan sampai ada yang tidak mau makan obat ini,” ucapnya.

“Belitung menjadi daerah kunjungan wisata, prioritas perhatian kami terhadap penyakit menular. Kalau ada
penyakit malaria, demam berdarah apalagi kaki gajah, mana orang mau datang. Maka masyarakat harus sadar,” katanya.

Baca juga: Wisata Belitung : Gunung Tajam Menawarkan Keanekaragaman Hayati

Baca juga: BPS Anggarkan Regsosek Rp4 Triliun, Hasil Datanya Efisienkan Anggaran Perlindungan Sosial

Belitung telah menerima sertifikasi eliminasi kaki gajah atau filariasis sejak 2017.

Namun berdasarkan temuan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), masih terdapat kasus infeksi positif cacing filaria.

Berdasarkan pemeriksaan sampel acak yang telah dilakukan pada 2021 dan 2022, ditemukan sebanyak 127 orang positif mikrofilaria dari 8.208 sampel yang diperiksa.

Bahkan beberapa di antaranya dialami oleh pasien anakanak berusia 6-7 tahun.

“Yang seharusnya (penyakit) sudah eliminasi kenapa anak umur 6-7 tahun ada. Padahal pengobatan terakhir
2010, sudah 12 tahun tidak diobati, kenapa anak umur segitu yang belum lahir, kenapa anak itu ada,” kata Dosen
Departemen Parasitologi FKUI, Taniawati Supali, Selasa (18/10/2022).

Dia menjelaskan, FKUI melakukan pemeriksaan filariasis karena sebelumnya dari hasil survei rutin Loka Litbang Baturaja, meskipun Belitung sudah eliminasi kaki gajah tapi kasusnya masih terus ada.

Makanya tim FKUI turut memeriksa. Ketika mulai dilakukan pada 2021 lalu, dari 1.910 sampel acak yang diperiksa,
ditemukan 40 kasus.

Saat itu, survei hanya dilakukan di Desa Lassar, Desa Kembiri, serta tiga desa di Pulau Mendanau yakni Desa Selat Nasik, Suak Gual, dan Petaling.

Di Desa Lassar pun ditemukan kasus pada anak-anak.

Pemeriksaan kembali dilakukan pada Juni-Juli 2022, ternyata ditemukan 87 kasus penyakit yang disebarkan
melalui gigitan nyamuk ini.

Menurutnya, pada penyakit filariasis atau kaki gajah ini tidak memiliki gejala tertentu.

Penderita dapat diketahui positif berdasarkan pemeriksaan darah yang harus dilakukan malam hari.

“Karena cacing ada di darah hanya saat malam. Maka kami ambil darahnya 20.00-00.00 WIB,” tuturnya.

Dari kasus temuan FKUI yang terinfeksi cacing filaria di antaranya kasus yang terjadi empat kasus yang terjadi pada satu keluarga.

Mengenai hal ini, Pelaksana tugas (Plt) Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung, Sri Agustini mengatakan kasus positif tersebut belum sampai menyebabkan
kaki penderita membesar.

Langkah pemberian obat pun dilakukan pihaknya terhadap keluarga tersebut.

“Langsung diberikan obat, satu tahun satu kali. Nanti tahun depan dapat lagi,” katanya.

Nantinya keluarga tersebut akan kembali dites darahnya untuk melihat efek pengobatan yang dilakukan.

Jika hasil pemeriksaan darahnya sudah negatif cacing filaria, maka pengobatan akan dihentikan.

Sedangkan jika masih positif, pemberian obat sekali dalam setahun akan terus dilakukan sampai hasilnya negatif.

Masih Ditemukan

Ketua Tim Kerja Penyakit Tropis Kementerian Kesehatan, dr. Regina Sidjabat mengatakan yang paling dikhawatirkan dari penyakit kaku gajah yakni saat sudah sampai kronis dan kaku membesar. Saat kaki membesar bisa menyebabkan cacar sehingga penderita tidak bisa bekerja secara baik.

"Kalau besar, operasi pun tidak bisa menolong,” ucapnya.

Ia menjelaskan, pemberian obat kaki gajah disesuaikan dengan usia penerima dan karakteristik wilayah.

Kabupaten Belitung yang sebelumnya telah eliminasi kasus kaki gajah, namun ternyata kasusnya masih ditemukan, maka kebijakan dari WHO yakni pemberian obat tiga regimen IDA atau ivermectin, DEC, dan albendazole.

Regimen IDA ini diberikan pada usia antara 5-70 tahun.

Sementara untuk usia 2-5 tahun, pemberian obat regimen DA atau DEC dan albendazole.

“Ada kebijakan dari WHO diberikan tambahan ivermectin supaya lebih bagus. Jumlah obat itu diberikan
berdasarkan ukuran tinggi badan, masing-masing obat ada ketentuan,” katanya.

Pemberian obat juga dilakukan dengan menyasar seluruh masyarakat. Kabupaten Belitung juga menjadi
satu dari delapan daerah yang melaksanakan pemberian obat pencegah massal filariasi.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/
1231/2022 tentang Pelaksanaan Pemberian Obat Pencegah Massal Filariasis Regimen
IDA dilakukan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Bintan, Pangkajene Kepulauan,
Boven igoel, dan Asmat.

Selain itu juga di Mimika, Sarmi dan Kabupaten Belitung. (del)

Sumber: Pos Belitung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved