Traveling
Wisata Alam, Asyiknya Mentor Kepiting Bakau di Pulau Bangka, Ngait Ketam di Pulau Belitung
Di Pulau Bangka, masyarakat lokal sudah terbiasa berburu kepiting bakau menggunakan jaring bulat (mentor) atau bubu.
POSBELITUNG.CO -- Sepanjang mata memandang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dikelilingi lautan. Dua pulau besar ini, Bangka dan Belitung terbelah oleh sejumlah sungai dan rawa-rawa.
Hutan mangrove mendominasi pesisir pantai dan sungai yang ada. Mangrove itu di antaranya ditumbuhi tanaman bakau.
Hutan bakau itu pula yang menjadi habitat kepiting (ketam) remangok atau kepingin bakau, sumber protein masyarakat setempat.
Masyarakat Bangka pada umumnya menyebut kepiting menggunakan istilah ketam atau ketem.
Tak heran jika ada dua sebutan, ketam remangok yang berarti kepiting bakau dan ketam rajungan atau kepiting yang bisa hidup di laut.
Khusus kepiting bakau, nama latinnya Scylla. Kepiting ini adalah sejenis kepiting yang hidup di ekosistem hutan bakau dan estuaria, anggota Suku Portunidae.
Kepiting yang mempunyai nilai ekonomis penting ini didapati di pantai-pantai pesisir Afrika, Asia dan Australia. Dalam Bahasa Inggris ia dikenal sebagai mangrove crab, mud crab, dan juga Indo-Pacific swamp crab.
Sebelumnya dianggap hanya memiliki satu spesies, yakni Scylla serrata, kini kepiting bakau diyakini setidaknya terdiri atas empat spesies.
Keempatnya memiliki habitat yang hampir serupa, seperti dikutip pada Laman Wikipedia.
Di Pulau Bangka, masyarakat lokal sudah terbiasa berburu kepiting bakau menggunakan jaring bulat yang dipasang umpan daging ikan. Sebagian orang menyebut jaring perangkap itu mentor. Ada juga alat tangkap lain yang dinamakan bubu.
Dahulu kala, di sepanjang Sungai Baturusa dan Sungai Selindung, sangat gampang ditemui nelayan lokal berburu kepiting jenis ini.
Jumlahnya tergolong masih cukup banyak, sebelum sungai dan laut dirambah tambang timah inkonvensional.
Bagi masyarakat lokal, mengkonsumsi kepiting bakau sudah biasa, karena gampang didapatkan dan harganya pun relatif sangat murah, di kala itu.
Apalagi cara mendapatkannya pun sangat mudah.
Kisah seorang nelayan lokal, memasang jaring mentor menggunakan umpan daging ikan pari di tepi sungai.
Setelah menebar mentor terikat tali dan pelampung, beberapa jam kemudian mentor diangkat, kepiting bakau pun sudah melekat. Gampang sekali bukan ?
Di sepanjang Sungai Baturusa dan Sungai Selindung pun, sangat mudah didapatkan kepiting bakau. Kepiting ini kadang secara tak sengaja kerkait mata kail pancing ikan atau terperangkap jaring pukat dan jala nelayan.
Pasalnya populasi kepiting bakau tergolong cukup melimpah, berbeda pada kondisi saat ini. Harganya pun per Kg, hanya berkisar puluhan ribu rupiah saja.
Bandingkan pada konsisi saat ini, harga kepiting bakau, begitu fantastis.
Lapak Penjual Ketam
Di sepanjang Jalan Selindung, perbatasan Kabupaten Bangka dan Kotamadya Pangkalpinang, banyak pedagang menjual kepiting remangok atau kepiting bakau. Namun harganya, bukan kaleng-kaleng rata-rata Rp150 Ribu per Kg, bahkan kadang tembus Rp200 RIbu per Kg.
Keberadaan lapak-lapak para pedagang di sepanjang jalan ini, menjadi ciri khas tersendiri sejak dulu hingga kini.
Otomatis kawasan itu kemudian menjadi destinasi wisata tersendiri bagi masyarakat lokal maupun luar Bangka Belitung.
Tak heran jika kemudian Pemerintah Kota Pangkalpinang, mendirikan sebuah Tugu Ketam Remangok di Kelurahan Selindung atau kawasan Jalan raya Pangkalpinang-Sungailiat.
Pemkot menganggap kawasan tersebut sebagai destinasi wisata baru dan unggulan di kota ini.
Wali Kota Pangkalpinang, Maulan Aklil mengatakan, kawasan Tugu Ketam Remangok atau Tugu Kepiting Bakau ini selain menjadi ikon, juga untuk memperindah wajah kota.
Destinasi wisata ini diharapkan dan menjadi titik ekonomi baru di kemudian hari, di mana kawasan tersebut akan dijadikan tempat kuliner khas bakau yakni kepiting.
Kepiting merupakan satu di antara komoditi unggulan di daerah itu. Sumberdaya kepiting yang melimpah ditandai adanya lapak-lapak pedagang kepiting bakau di sekitar kawasan tugu tersebut yang hampir setiap hari dapat dijumpai.
"Iya betul ini nanti ada restoran bakau, jadi orang yang mau makan kepiting bakau seafood (makanan laut -red) segala macam segala macam ada di sini," kata Molen, sapaan akrab Wali kota Pangkalpinang, Maulan Aklil usai menghadiri Acara Remangok Maknyus di Kawasan Tugu Remangok, Kamis (15/9/2022) lalu.
Keberadaan tugu itu dan pembangunan sektor ekonomi menandai upaya pengembangan kota ke arah pinggiran, di mana sebelumnya pemerintah kota telah bekerja sama dengan perusahaan ritel.
Di dekat tugu kepiting itu akan dibangun pasar ikan dan buah. Pembangunan itu diharapkan dapat menggerakkan ekonomi masyarakat sekaligus mengangkat citra pariwisata Kota Pangkalpinang.
"Insya Allah bulan depan untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM-Red) sudah bisa berjualan di sana. Lampu-lampu kita pasang, pohon dipercantik, pelan-pelan kita bangun menjadi satu titik kawasan baru ekonomi," katanya.
Kata Molen, dalam pengembangan nantinya pemerintah kota akan menggandeng dan memberdayakan masyarakat sekitar kawasan Tugu Ketam Remangok, terutama nelayan penghasil seafood jenis kepiting dan kepah atau kerang untuk meningkatkan taraf perekonomiannya.
Sehingga nantinya wisatawan yang datang ke Pangkalpinang merasa belum afdol jika belum berkunjung ke kawasan itu.
Ngait Ketam di Pulau Belitung
Tak hanya di Pulau Bangka, di Pulau Belitung, Kepiting Bakau bukan hal yang baru. Mencari kepiting bakau termasuk satu di antara aktivitas masyarakat Desa Airsaga, Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung.
Apalagi daerah ini memiliki demografi garis pantai ditumbuhi hutan mangrove.
Kegiatan yang biasa disebut ngait ketam itu biasa dilakukan masyarakat menjelang sore ketika air laut surut.
Namun butuh perjuangan dan kepiawaian untuk mencari hewan bernama latin scylla itu.
Sebab, kepiting bakau bersarang di lubang di antara akar bakau (mangrove).
Tak ada jalanan yang rata, hanya akar mangrove menjulang ke atas tanah menjadi landasan.
Sesekali akar muda yang dipijak tiba-tiba patah atau dipaksa merunduk karena jalan tertutup akar.
Gigitan serangga agas yang menimbulkan rasa gatal, menambahkan tantangan tersendiri bagi pencari kepiting.
"Memang kalau sudah bulan-bulan segini agak kurang. Biasanya itu banyak pas musim angin barat saat air laut pasang tinggi," ujar Memet, Warga Desa Airwaga, Minggu (19/3/2023) lalu.
Berbekal tongkat kayu ditambah besi diameter kecil dengan ujung bengkok, menjadi alat utama yang digunakan.
Ketika lubang kepiting terlihat, Memet mulai beraksi mengorek menggunakan tongkat yang dibawanya.
Jika lubang berisi, kepiting bakau akan menjepit ujung besi hingga terbawa keluar.
Namun tidak semua lubang dihuni kepiting. Selain musim yang tidak mendukung, banyaknya jumlah pencari turut menjadi faktor berkurangnya jumlah kepiting bakau.
Terkadang, para pencari kepiting juga harus memberanikan diri mengorek lubang menggunakan tangan.
Risikonya, jari tangan bisa terjepit capit kepiting hingga luka cukup serius.
"Bahaya kalau pakai tangan, karena ujung capit kepiting tajam. Bisa saja ujung jari tembus kalau terjepit capitnya," kata Memet.
Namun banyak cara yang digunakan untuk mencari kepiting mulai dengan cara mengait hingga memasang bubu.
Teknik tersebut menyesuaikan dengan pola kebiasan hewan yang dicari.
"Kalau di sungai, tidak bisa mengait karena kepitingnya tidak di lubang, tapi ke aliran air. Jadi tergantung tempatnya juga," jelas Memet.
Kepiting bakau ternyata memiliki nilai ekonomis lumayan bagus. Menurutnya satu kilogram kepiting bakau biasanya dihargai pengepul Rp80 ribu.
Namun jika hasil sedikit, Memet lebih memilih menjual kepada tetangga sekitar rumahnya saja.
"Karena kalau ke pengepul kita yang antar. Jadi lebih baik jual sendiri karena harganya juga sama," katanya.
Sementara cita rasa kepiting bakau agak berbeda dengan kepiting laut seperti rajungan. Tekstur kepiting bakau sedikit berlemak dan dagingnya juga lebih padat.
Bahkan kepiting bakau laki-laki memiliki capit lebih besar dengan daging yang melimpah.
"Kalau ukuran besar, capit laki itu bisa sampai dua atau tiga ons," katanya.
Anggota DPRD Kabupaten Belitung, Mirza Dallyodi, mengakui potensi kepiting bakau besar di pasaran, baik lokal maupun internasional.
Dalam membudidayakan hewan yang hidup di hutan mangrove tersebut harus serius dan penuh ketekunan.
Di sisi lain kelestarian alam harus terjaga, terutama ekosistem sebagai habitat utama bagi kepiting bakau.
"Kalau berharap dari alam, kelestarian alam harus dijaga. Itulah pentingnya menanam mangrove sebagai lokasi budi daya kepiting bakau," katanya, Minggu (23/1/2022).
Anggota dewan berlatar belakang akademisi ini menambahkan, pelaku usaha kepiting bakau di Belitung memang masih sedikit dikarenakan beberapa faktor di antaranya tingkat kesulitan pembudidayaan dan permintaan pasar.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah belum begitu serius melirik potensi tersebut. "Mungkin karena hanya jangka pendek dan belum berkesinambungan, pemerintah masih sulit mendukung itu," tambahnya.
Jika terdapat kelompok masyarakat yang menjalin kerja sama dengan ahli, Mirza menyarankan kejelasan perjanjiannya.
Itu perlu dituangkan dalam kesepakatan seperti pembagian hak dan kewajiban, pekerjaan, dan lainnya.
Ketika kesepakatan berjalan, maka pemerintah bisa hadir memberikan dukungan atas kendala yang dihadapi pada pekerjaan tersebut.
Sebab, pemerintah juga harus menyinkronkan antara visi misi dengan rencana kegiatan.
"Pertanyaannya ketika ada MoU (Memorandum of Understanding), perjanjian kerja samanya ada tidak. Kebanyakan kota di Belitung hanya sekadar MoU, padahal semuanya jelas dan ada keseriusan," ucapnya.
Ia berharap ke depan, semakin banyak potensi yang digarap serius oleh masyarakat baik pribadi maupun kelompok, sehingga pemerintah bisa memberikan dukungan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Nah, bagi anda wisatawan yang ingin melancong ke hutan mangrove atau hutan bakau di Bangka Belitung, sambil berburu kepiting, ini saatnya untuk mencoba !
(Posbelitung.co/Fery Laskari/Dede Suhendar/Cepi marlianto)
Sebagian artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Kawasan Tugu Ketam Remangok Jadi Tempat Kuliner Khas Kepiting Bakau di Pangkalpinang,https://bangka.tribunnews.com/2022/09/15/kawasan-tugu-ketam-remangok-jadi-tempat-kuliner-khas-kepiting-bakau-di-pangkalpinang
Sebagian artikel ini telah tayang di PosBelitung.co dengan judul Ngait Ketam, Aktivitas Mencari Kepiting Bakau ala Masyarakat Pesisir Belitung, https://belitung.tribunnews.com/2023/03/20/ngait-ketam-aktivitas-mencari-kepiting-bakau-ala-masyarakat-pesisir-belitung?page=all
kepiting bakau
Tugu Ketam Remangok
hutan bakau
mangrove
Baturusa II
Kelurahan Selindung
kepiting
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
wisata alam
traveling
Travel
Posbelitung.co
Swiss-Belresort Belitung Hadirkan Paket Kamar Spesial ''Sweetember To Remember'' |
![]() |
---|
Wisata Gratis di Jepang, Datang ke Tempat ini Dijamin Hemat Biaya |
![]() |
---|
Wisata Kuliner di Nusantara, Rasanya Bikin Ketagihan, Datanglah ke Warung Pecel Ini |
![]() |
---|
Wisata Kuliner di Demark, Menunya Beragam Harganya Selangit |
![]() |
---|
Wisata Pantai di Pulau Belitung, Kunjungi Destinasi ini ! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.