Arto Bercucuran Air Mata saat Orasi di Kantor Bupati Belitung: Dulunya Kami Berkebun, Kini Dirampas
Suaranya sampai tercekat menceritakan penderitaan yang dialami. Sambil menunjuk kakinya yang bersandal jepit, Arto berseru bahwa masyarakat yang ...
Penulis: Asmadi Pandapotan Siregar CC | Editor: Asmadi Pandapotan Siregar
POSBELITUNG.CO -- Masyarakat dari tujuh desa yang berada di hak guna usaha (HGU) PT Foresta Lestari Dwikarya kembali berunjuk rasa di Kantor Bupati Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ( Babel ), pada Kamis (10/8/2023).
Adapun massa yang tergabung dalam aksi lanjutan terhadap tuntutan 20 persen dari HGU perusahaan perkebunan sawit tersebut telah melakukan tiga kali aksi serupa di lokasi yang sama di halaman Kantor Bupati Belitung.
Dalam orasinya, perwakilan masyarakat menyuarakan kembali tuntutan mereka.
Termasuk agar Bupati Belitung Sahani Saleh memberikan kepastian terhadap dukungan pemenuhan tuntutan masyarakat kepada PT Foresta Lestari Dwikarya.
Masyarakat dari lima desa di Kecamatan Membalong, serta masing-masing satu desa di Kecamatan Badau dan Tanjungpandan ini, juga menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran perusahaan.
Di antaranya perusahaan yang diduga telah beroperasi di luar HGU, kebun perusahaan di atas tanah masyarakat yang telah bersertifikat, serta perusahaan yang tidak memasang patok batas sesuai ketentuan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Selama ini kami terzolimi, hak kami direbut, mohon kebijakan, mohon bantuan, apabila punya hati nurani, bantu kami," kata Korlap Martoni saat orasinya.
Baca juga: Sanem Lepas Kontingen Atlet Belitung ke Porprov Babel, Pesannya: Kita Serang Lawan di Kandang Lawan
Baca juga: Biodata Rizal Ramli, Eks Menkeu yang Kritik Jokowi Habis-Habisan saat Demo Buruh
Baca juga: Jadwal Seleksi CPNS - PPPK 2023, Cek Tahapan Pendaftaran Mulai 17 September dan Link Unduh Lampiran
Dalam orasi yang sama, masyarakat lainnya mengungkapkan kekecewaan terhadap perusahaan tersebut.

Dari mulai perusahaan beroperasi, sekitar 28 tahun lalu, mereka mengatakan telah diintimidasi perusahaan.
Masyarakat yang semula berkebun dirampas hak tanahnya.
Lantas meskipun telah 28 tahun beroperasi, perusahaan tersebut tak memberikan hak-hak masyarakat sekitar.
Arto Bercucuran Air Mata
Salah seorang pendemo, Arto dari Dusun Aik Gede, Desa Kembiri tak kuasa menahan air mata saat menyampaikan orasinya di depan Kantor Bupati Belitung, Kamis (10/8/2023).
Arto yang baju kaos biru dengan celana pendek berwarna senada suaranya bergetar menceritakan penderitaan dan luapan kekecewaan atas perusahaan sawit PT Foresta.
"Dulu' e kamek bekebun, bekebun de tana aik kamek, de rampas PT Foresta dengan care de pakse (Dulunya kami berkebun, berkebun di tanah air kami, dirampas PT Foresta dengan cara dipaksa)," ujar Arto, di tengah-tengah massa pendemo.
Suaranya sampai tercekat menceritakan penderitaan yang dialami. Sambil menunjuk kakinya yang bersandal jepit, Arto berseru bahwa masyarakat yang sudah miskin semakin menderita karena telah dizalimi oleh perusahaan.
"Kami sudah miskin, hati kami tersakiti, terzalimi oleh PT Foresta yang terdampak di daerah kami," ucapnya.
"Kami miskin. Kami sungguh-sungguh Pak Sanem (Bupati Belitung). Pak Presiden, yang tertinggi negara, Pak Yusril, tolong kami masyarakat yang telah terzalimi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," jeritnya.
Baca juga: Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 7 Halaman 17-18 Tema Pamflet Wisata, Kurikulum Merdeka
Baca juga: HP OPPO Terbaru di Awal Agustus 2023, Harga dan Spek RAM-nya
Baca juga: Jangan Panik, Ini Cara Membuka HP OPPO yang Terkunci atau Lupa Kata Sandi dengan Panggilan Darurat
Menunjukkan penderitaan yang dialami masyarakat selama ini, Arto bahkan mengangkat sandal jepit yang menggambarkan kemiskinan dan penderitaan masyarakat ulah dari perusahaan tersebut.
Disaat yang bersamaan, air matanya tak terbendung. Suara Arto yang tercekat di tengah teriakan dukungan massa pun setelahnya tak terdengar jelas.

Sebelumnya, Korlap Aksi, Martoni juga mengatakan sebelum aksi, mereka menemui orang-orang tua di kampung. Saat bertemu, diceritakan lah betapa menderitanya masyarakat yang telah diintimidasi oleh pihak perusahaan. Masyarakat yang semula berkebun singkong lantas diusir, diancam, dan kebun-kebun mereka dirampas.
Sudah tiga kali unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat tujuh desa yang terdampak HGU PT Foresta Lestari Dwikarya berlangsung di Kantor Bupati Belitung. Massa yang semula menuntut 20 persen plasma dari HGU perusahaan tak kunjung mendapat jawaban.
Lantas terus bergulirnya permasalahan tersebut mencuat sejumlah dugaan pelanggaran atas perusahaan yang telah beroperasi sekitar 28 tahun ini di Belitung. Di antaranya dugaan operasional di luar HGU dan penyerobotan lahan di atas tanah sertifikat milik masyarakat.
Bahkan perusahaan telah melakukan perpanjangan HGU di luar sepengetahuan masyarakat maupun pemerintah daerah. Di antaranya HGU yang telah diperpanjang tersebut hingga tahun 2078 dan 2096.
Aksi demo masyarakat tepat dimulai sebulan lalu pada 10 Juli 2023 di Kantor Bupati Belitung dan Kantor DPRD Belitung. Belum kunjung mendapat jawaban, pada 20 Juli 2023 sempat berlangsung audiensi di Kantor PT Foresta yang berakhir kisruh hingga berlanjut demo di Kantor Bupati Belitung.
Saat aksi demo 20 Juli 2023 lalu, sekaligus dilakukan audiensi. Dalam audiensi tersebut, perwakilan PT Foresta Lestari Dwikarya Fitrizal Zakir tidak bisa memutuskan pemenuhan tuntutan 20 persen dari HGU.
"Bahwa untuk 20 persen dari HGU, tadi sudah kami sampaikan, tidak bisa. Tidak bisa karena perusahaan ini perusahaan Tbk, kemudian kalau mengacu pada aturan tidak ada, atau plasma bukan diambil dari HGU," ucap Fitrizal saat itu.
Sebagai perusahaan terbuka, lanjutnya, pemenuhan tuntutan masyarakat harus melalui rapat umum pemegang saham (RUPS). Sehingga ia tak bisa mengambil keputusan jika masyarakat tetap bersikukuh atas tuntutan semula.
Baca juga: Bunga Udumbara, Si Cantik Legendaris Mekar 3000 Tahun Sekali, Tumbuh di Kaca Mobil Ketua KONI Bateng
Baca juga: Cek Harga dan Spesifikasi Reno8 T dan Reno8 T 5G RAM RAM 8GB/256GB, Hanya Beda Rp1,5 Jutaan
Baca juga: Ridwan Djamaludin Jadi Tersangka Kasus Korupsi Nikel Antam, Diduga Permudah Izin Tambang
Aksi Demo Sempat Ricuh
Aksi unjuk rasa lanjutan dari polemik masyarakat dengan perusahaan sawit PT Foresta Lestari Dwikarya sempat ricuh.
Cuaca panas dan luapan kekecewaan menunggu audiensi yang berlangsung lama memancing emosi para demonstran hingga sempat coba merangsek ke Kantor Bupati Belitung.
Dalam pantauan Pos Belitung, kaca patri di depan juga tampak berlubang bekas dilempar batu.

Audiensi Bupati Belitung dengan perwakilan masyarakat yang mulai sekira pukul 12.30 WIB, dalam waktu sekitar 1,5 jam belum rampung sehingga membuat massa memanas.
Masyarakat pengunjuk rasa yang semula bertahan untuk menemui Bupati Belitung Sahani Saleh pun gagal menemui orang nomor satu di Belitung itu.
Sampai massa bubar, pria yang akrab disapa Sanem ini tak keluar menemui para demonstran.
Masyarakat tujuh desa yang melakukan aksi demo di Halaman Kantor Bupati Belitung akhirnya pulang sekira pukul 15.00 WIB.
Sekitar lima jam menggelar aksi unjuk rasa lanjutan polemik dengan PT Foresta Lestari Dwikarya, massa akhirnya bubar setelah dibujuk korlap masing-masing desa.
"Untuk hasil, setelah audiensi walaupun audiensi sangat memakan waktu karena bupati setelah kami surati untuk orasi hari ini agar mengundang dinas terkait, BPN, DPRD, dan forkopimda ternyata mereka belum dihadirkan. Makanya memakan waktu lama sehingga masyarakat tidak tahan menunggu terlalu lama sehingga sempat terjadi gesekan," ujar Perwakilan Korlap, Martoni.
Sebelumnya, dalam audiensi yang turut dihadiri oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Belitung Destika Efenly dan Kepala BPN Belitung Achmad Syaikhul ini ditemukan sejumlah fakta pasca uji petik yang sempat dilakukan Minggu (30/8/2023).
Martoni menjelaskan, Kepala BPN menyatakan di lahan-lahan yang uji petik kemarin benar-benar perusahaan melakukan kesalahan. Seperti kebun kelapa sawit yang berada di luar hak guna usaha (HGU) PT Foresta Lestari Dwikarya, termasuk adanya penyerobotan lahan di atas sertifikat masyarakat.
"Hasil hari ini yang kami dapat dari audiensi tadi bahwa BPN telah menyatakan bahwa perusahaan telah salah dalam hal ini," katanya.
Soal rencana penutupan perusahaan PT Foresta, ia mengatakan sementara waktu pihaknya tidak akan menutup perusahaan ataupun penyetopan pabrik. Meski begitu, pihaknya meminta agar Bupati Belitung dan tim yang telah dibentuk agar sesegera mungkin melakukan uji petik.
Hal tersebut lantaran masyarakat mencurigai beberapa lahan di jalan masuk perusahaan berada di luar HGU. Sehingga apabila terbukti bahwa lahan tersebut di luar HGU, Martoni menyebut akan memakai hukum adat atau cara adat untuk menutup jalan tersebut karena itu jalan tanah adat masyarakat.
"Kami tidak ada rencana aksi lanjutan apabila pemerintah segera mengurus permasalahan ini. Untuk sampai saat ini sampai nanti, harapan saya, bupati bisa bekerja sama dengan kami untuk melakukan uji petik. Karena apabila diulur-ulur bukan tidak mungkin masyarakat terpancing lagi," katanya.
"Mohon kerjasamanya kepada bapak bupati, dinas terkait lainnya yang salah satu tim dibentuk bupati berdasarkan SK Bupati, bahwasanya secepat mungkin agar segera menurunkan tim untuk melakukan uji petik kembali," ucapnya.
(*/Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari)
Pelindo Tanjungpandan Tanam Mangrove dan Penangkaran Kepiting di Desa Tanjung Rusa |
![]() |
---|
Penyewa KV Senang Tanjungpandan Ajukan 3 Masalah Utama, Cicil Piutang hingga Penurunan Biaya Sewa |
![]() |
---|
Wabup Belitung Cek Warga Antre Elpiji Subsidi, Syamsir Terima Laporan Pangkalan 'Nakal' |
![]() |
---|
Gas Melon Sulit Didapat, Ibu-ibu di Tanjungpandan Ngeluh, Terpaksa Merebus Pempek Pakai Penanak Nasi |
![]() |
---|
Antrean Gas Elpiji Subsidi di Tanjungpandan Belitung, Warga Keluhkan Ada Pangkalan Jual di Atas HET |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.