Perang di Palestina

Netanyahu Hancur Tanpa AS, Kini Ngemis Minta Gencatan Senjata, Ditolak Mentah-Mentah oleh Hamas

Netanyahu pusing proposal gencatan senjata sementaranya ditolak mentah-mentah, Hamas mau permanen atau perang berkepanjangan

Penulis: Hendra CC | Editor: Hendra
Tangkap Layar/JN
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu ngamuk, bubarkan rapat kabinet keamanan tingkat tinggi usai para menterinya terlibat cekcok dengan pimpinan tentara IDF. 

POSBELITUNG.CO, - Ribuan tentara Israel IDF, tewas dan perekonomin negeri zionis tersebut hancur lebur akibat perang melawan Hamas.

Israel dinilai sudah kalah perang melawan Hamas. Bahkan rakyat Israel sendiri saat ini ingin menggulingkan pemerintahan Benjamin Netanyahu karena sudah membuat mereka sengsara.

Kini Israel dikabarkan mendatangi sejumlah negara mengemis meminta bantuan untuk melakukan gencatan senjata sementara.

Israel meminta bantuan Mesir dan Qatar untuk membujuk pejuang Hamas, Palestina agar setuju untuk melakukan gencatan senjata sementara.

Sebelumnya gencatan senjata antara Israel dan Hamas sudah pernah dilakukan. Gencatan senjata tersebut dilakukan hanya untuk membebaskan tawanan perang.

Israel yang dikenal kaum pembohong dan penghianat itu melanggar gencatan senjata. Bahkan disaat jeda perang tersebut, Israel masih saja menahan dan membunuh warga Palestina.

Kini pejuang Hamas menolak mentah-mentah keinginan Israel untuk melakukan gencatan senjata.

Meskipun Jalur Gaza hancur, pejuang Hamas, siap meladeni Israel perang berkepanjangan hingga berbulan-bulan lamanya.

Penolakan gencatatan senjata sementara ini disampaikan langsung oleh Pemimpin Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di Lebanon, Osama Hamdan.

Ia menegaskan menolak mentah-mentah tawaran dari Israel tersebut. Tapi kalau mau gencatan senjata kata Osama Hamdan harus permanen.

Dengan demikian Israel harus mengakhiri seluruh agresinya ke wilayah Palestina, termasuk di Jalur Gaza.

"Sejumlah proposal telah diajukan untuk gencatan senjata," kata Osama Hamdan dalam wawancara dengan Al-Mayadeen, Rabu (24/1/2024).

"Ringkasan proposal Israel adalah gencatan senjata sementara, kemudian kembali berperang," lanjutnya.

Osama Hamdan menegaskan, faksi perlawanan Palestina telah menyajikan syarat untuk kesepakatan gencatan senjata sementara dengan Israel.

“Kami menyajikan visi yang mencakup berakhirnya agresi terhadap Jalur Gaza, adanya jaminan agresi tidak akan terulang kembali, dan kemudian proses pertukaran (sandera dan tahanan)” kata Osama Hamdan.

Ia menekankan faksi-faksi perlawanan Palestina tidak dapat meninggalkan Tanah Airnya, mengindikasikan Hamas akan tetap berada di Jalur Gaza dan menolak gagasan Israel yang ingin Hamas dimusnahkan dari Jalur Gaza.

Osama Hamdan menyerukan dunia untuk berpikir tentang era pasca-Israel di Jalur Gaza sebagai akibat dari agresi Israel di sana.

Pemimpin Hamas di Lebanon itu tidak ingin Israel mengambil kendali keamanan di Jalur Gaza dan sekutunya mengambil keuntungan darinya.

Ia menegaskan Amerika Serikat (AS), yang merupakan sekutu Israel, ingin ikut campur dalam menentukan masa depan Jalur Gaza, termasuk mengubah Otoritas Palestina (PA) sebelum memerintah di Jalur Gaza dan mendemiliterisasi Jalur Gaza, yang secara otomatis menggulingkan Hamas.

“Amerika Serikat (AS) ingin mengatur wilayah tersebut sesuai dengan kepentingan mereka, dan mereka menyadari bahwa kelanjutan pertempuran tersebut akan berdampak buruk terhadap Israel menghancurkan semua front di kawasan yang mencakup Israel,” katanya.

Usulan Hamas dan Israel

Israel hanya menginginkan gencatan senjata sementara dan sebaliknya, Hamas menginginkan gencatan senjata permanen.

Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada Reuters, salah satu usulan Israel adalah mengakhiri perang dengan mendeportasi enam pejabat senior Hamas dari Jalur Gaza, namun usulan ini ditolak mentah-mentah oleh Hamas.

Daftar yang disampaikan Israel termasuk pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Al-Sinwar, dan komandan Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas), Muhammad Al-Deif.

Seorang pejabat Mesir mengkonfirmasi kepada Associated Press, Hamas menolak usulan Israel untuk melakukan gencatan senjata selama dua bulan dan kembali melanjutkan perang.

Para pemimpin Hamas juga menolak untuk meninggalkan Jalur Gaza, menuntut agar Israel sepenuhnya menarik diri dari Jalur Gaza, dan mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka, sebagai imbalan atas pembebasan para sandera.

Surat kabar AS, The Wall Street Journal, mengutip sumber mediator Mesir, mengatakan Hamas terbuka untuk membahas kesepakatan pembebasan semua perempuan dan anak-anak sipil yang disandera dengan imbalan gencatan senjata permanen.

Di antara para sandera, terdapat 19 wanita Israel dan dua anak-anak yang masih ditawan Hamas.

Meski Hamas bersedia untuk negosiasi, namun perundingan itu masih bisa gagal karena perbedaan tuntutan yang tajam antara Israel dan Hamas.

Perundingan Proposal yang Sulit

Mesir dan Qatar selaku mediator sedang mempertimbang proposal untuk perjanjian baru antara Israel dan Hamas.

Dalam proposal itu disebutkan ada tiga tahap pembebasan sandera dari Jalur Gaza dan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel.

Tahap pertama adalah pembebasan 10 wanita dan anak-anak sandera.

Tahap kedua, akan membebaskan sekitar 40 sandera, termasuk yang sakit, terluka, dan orang tua, serta pembebasan lainnya.

Pada tahap sisa, Hamas akan membebaskan sandera yang tersisa, termasuk tentara dan jenazah yang dimilikinya, dan untuk setiap orang Israel akan ada 3 tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara.

Namun, perundingan proposal itu mengalami kesulitan karena kedua pihak memiliki pendapat yang berbeda tentang syarat lainnya, lapor Reuters.

Mesir dan Qatar, yang memediasi perjanjian sebelumnya antara Israel dan Hamas, sedang berupaya mengembangkan proposal multi-tahap untuk mencoba menjembatani perjanjian baru

Israel Hancur Tanpa AS

Israel tidak ada apa-apanya bila tanpa bantuan Amerika Serikat yang merupakan sekutu sejatinya.

Karenanya kunci untuk mengakhiri perang antara Hamas, Palestina dengan Israel ada ditangan Amerika Serikat.

Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian mengatkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu tidak akan mampu bertahan selama 10 menit mengatasi situasi dan tekanan yang muncul karena peperangan melawan kelompok pembebasan Palestina, Hamas dan gerakan lainnya di Gaza tanpa dukungan AS.

"Jika AS hari ini menghentikan dukungannya -- dukungan logistik dan senjata, politik dan media -- terhadap perang genosida yang dilancarkan Israel, maka saya dapat meyakinkan Anda bahwa [Perdana Menteri Israel Benjamin] Netanyahu tidak akan bertahan selama 10 menit," ujar diplomat top Iran tersebut kepada Kepala Koresponden Urusan Global ABC News Martha Raddatz.

“Jadi kunci penyelesaian masalah ini ada di Washington sebelum di Tel Aviv,” katanya dari New York di sela pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai Asia Barat.

“Cakupan perang menjadi lebih luas. Ini berarti bahaya perang yang lebih luas di kawasan ini semakin meningkat,” tambah Amir-Abdollahian, seraya menyalahkan AS dan Israel atas meningkatnya ketegangan di kawasan.

“Tidak ada yang akan mendapatkan keuntungan dari perang apa pun. Kami percaya bahwa solusinya bukanlah perang,” tegas pejabat Iran.

(Tribunnews.com/Hasiolan Eko P Gultom/Yunita Rahmayanti)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved