Kasus Korupsi Timah

Pengacara Thamron Alias Aon Sebut PT Timah Bukan BUMN, Ungkit Kasus Korupsi Timah Rugikan Negara

Kerugian negara tersebut tidak tepat untuk status PT Timah TBK sebagai anak perusahaan BUMN.

Editor: Alza
Tribunnews.com/ashri
Penerima manfaat CV Venus Inti Perkasa, Thamron alias Aon, tersangka kasus dugaan korupsi timah. 

POSBELITUNG.CO - Thamron alias Aon, bos timah Bangka melalui pengacaranya Andy Ivoni Nababan protes kerugian negara dugaan korupsi timah mencapai Rp300 triliun.

Kerugian negara tersebut tidak tepat untuk status PT Timah TBK sebagai anak perusahaan BUMN.

Andy menyebutkan, status hukum PT Timah yang merupakan badan hukum terpisah dari kekayaan negara, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat secara langsung diterapkan pada kasus ini.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 merugikan negara Rp300 triliun.

Jumlah itu muncul setelah Kejaksaan Agung mendapat hasil penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Semula kita memperkirakan Rp271 triliun, ternyata setelah diaudit BPKP nilainya cukup fantastis sekitar Rp300,003 triliun," kata Burhanuddin dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

Andy Ivoni Nababan, Pengacara Aon bos timah Bangka.
Andy Ivoni Nababan, Pengacara Aon bos timah Bangka. (Istimewa)

Andy melanjutkan, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa tindak pidana korupsi terjadi jika ada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Namun, Pasal 1 ayat (2) dari Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 2 Tahun 2012 menjelaskan bahwa anak perusahaan BUMN bukanlah bagian dari kekayaan negara.

"Dalam kasus PT Timah, meskipun tindak pidana korupsi bisa dikenakan kepada individu-individu dalam PT Timah jika ada pelanggaran hukum, status PT Timah sebagai anak perusahaan BUMN bukanlah dasar untuk menerapkan Tipikor secara langsung," ujarnya.

Lebih lanjut, Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 menyatakan modal BUMN merupakan kekayaan negara yang telah dipisahkan.

Oleh karena itu, modal anak perusahaan BUMN juga merupakan kekayaan yang dipisahkan dari negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 mengatur bahwa kekayaan negara dalam BUMN dapat dijadikan penyertaan modal untuk mendirikan anak perusahaan, sehingga aktiva anak perusahaan menjadi kekayaan mandiri dari anak perusahaan tersebut.

"Dengan demikian, PT Timah, sebagai anak perusahaan BUMN, tidak dapat dikenai Tindak Pidana Korupsi secara langsung karena kerugian yang terjadi pada PT Timah bukanlah kerugian negara."

Terkait kerugian lingkungan, menurut Andi, tidak dapat langsung dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Kerugian lingkungan lebih tepat diatur dan dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Kasus kerugian lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan PT Timah tidak dapat dilihat hanya dalam konteks peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.

"Tindakan yang menyebabkan kerugian lingkungan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tetapi tidak dapat dijadikan satu-satunya alat hukum untuk mengukur kasus ini."

Sebab, sambungnya, tidak relevan jika melihat dari dasar hukum PT Timah sebagai Anak Perusahaan BUMN yang selama ini sudah digoreng dengan Publikasi yang sangat mengebohkan publik dengan besaran angka tuntutan oleh Kejagung terhadap PT Timah.

Namun, sambung Andy, di balik angka yang fantastis ini, ada pertanyaan besar yang perlu dijawab:

"Apakah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang cukup terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Timah dan perusahaan-perusahaan rekanannya?" katanya.

"Berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada, jelas bahwa Kementerian Lingkungan Hidup memiliki peran kunci dalam menangani isu ini."

Andy mengatakan, menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi lingkungan dari kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia, termasuk kegiatan pertambangan.

Ia menyebut sejumlah aturan:

Pasal 87 ayat (1) menyatakan bahwa penanggung jawab usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

Pasal 94 hingga Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur tentang penegakan hukum lingkungan, termasuk kewajiban pemerintah untuk melakukan pengawasan, pemberian sanksi administratif, hingga tindakan penegakan hukum pidana terhadap pelaku perusakan lingkungan, Memberikan mandat kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas yang berdampak pada lingkungan.

Pasal 95 menyatakan bahwa Menteri Lingkungan Hidup bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan nasional dan mengkoordinasikan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta memastikan bahwa segala aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Kementerian Lingkungan Hidup harus membuka hasil investigasi terhadap tindakan yang telah diambil oleh oleh para ahli dan Kejagung dengan pemaparan Perhitungan kerugian negara yang menjelaskan dasar hukum dan metodenya secara detail kepada publik," katanya.

"Transparansi ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa penegakan hukum berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku."

Menurutnya, dengan penuturan fakta terhadap kerangka hukum yang berlaku, sudah seharusnya publik diedukasi agar dapat melihat kasus ini dengan perspektif yang lebih komprehensif dan berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada, bukan hanya dengan publikasi angka fantastis yang membelalakkan mata.

Kerugian nyata

Sebelumnya, Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan, kerugian negara tersebut termasuk dalam lingkup kerugian real atau nyata akibat dampak ekologis ekonomis dan rehabilitasi lingkungan.

"Dan tentunya untuk teman-teman ketahui bahwa perkara timah telah memasuki tahap akhir pemberkasan. Diharapkan dalam seminggu ke depan sudah dilimpahkan ke pengadilan," ujar Burhanuddin.

Dalam melaporkan hasil penghitungan ini, Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh hadir langsung di Kejaksaan Agung.

Ia juga menyerahkan hasil audit itu kepada Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin.

Ateh menyebut, pihaknya melakukan perhitungan kerugian negara usai diminta oleh Kejagung berdasarkan Surat Kejaksaan Agung Nomor 2624/F2/FD2/11/2023 tanggal 14 November 2023.

Dia memastikan BPKP telah prosedur-prosedur audit untuk mengumpulkan bukti-bukti termasuk berdiskusi dengan para ahli.

"Kami serahkan hasil audit perhitungan kerugian negara perkara dugaan tidak pidana korupsi tata niaga komoditas timah, seperti disampaikan Jaksa Agung total kerugian sekitar Rp300,003 triliun," ungkap Ateh saat konferensi pers bersama Kajagung ST Burhanuddin.

Adapun rinciannya, ada kerugian yang timbul akibat kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp 2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.

Kerusakan ekologis juga berdasarkan perhitungan dari ahli IPB.

Penyitaan Aset

Pada kesempatan sama, Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah menjelaskan terkait kerugian negara yang tidak masuk dalam kerugian perekonomian.

Sehingga ke depan akan dilakukan proses pencarian aset sesuai tindak pidana pencucian uang (TTPU).

"Bahwa angka yang tadi disebut sebesar Rp300 sekian triliun ini masuk dalam kualifikasi kerugian negara. Jaksa akan maju dalam persidangan dalam dakwaannya tidak memasukkan kualifikasi," kata Burhanuddin.

Dibebankan ke tersangka

Febrie juga menjelaskan terkait siapa yang akan menanggung kerugian negara sebesar Rp300 triliun tersebut.

"Siapa yang harus bayar ini? Ini yang menjadi polemik, apakah ini masuk menjadi kualifikasi Undang-Undang Lingkungan atau Tipikor. Ternyata penyidik ketika melakukan ekspose di hadapan kami, itu kami lihat bahwa perbuatan ini dilakukan di dalam kawasan PT Timah.

Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah," kata Febrie dalam jumpa pers, Rabu (29/5/2024).

Namun begitu, Febrie mengatakan, PT Timah Tbk selama menjalankan bisnisnya tidak pernah berjalan mulus. Kerap merugi.

"Apakah kita ikhlas apakah PT Timah ini akan membayar sebesar ini? Sedangkan PT Timah yang kita ketahui juga nggak pernah untung, rugi terus," beber Febrie.

Atas dasar hal tersebut, penyidik sepakat untuk membebankan kerugian negara yang ditimbulkan kepada seluruh pihak yang menerima keuntungan dari hasil pertambangan ilegal itu.

"Jadi siapa yang makan uang timah ini? Akhirnya langkah penyidik, ini harus dibebani kepada mereka yang menikmati timah hasil mufakat jahat tadi (tersangka-red). Nah itu kira-kira bagaimana kita meyakini oh ini harus memang dipenuhi," jelasnya.

Diketahui, Kejagung telah menetapkan total 22 tersangka dalam kasus dugaan korupsi timah. Beberapa tersangka lainnya suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT; Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT); hingga crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim yang ditetapkan tersangka.

Para tersangka diduga mengakomodir kegiatan pertambangan liar atau ilegal di wilayah Bangka Belitung untuk mendapatkan keuntungan.

(tribunnews.com/kcm)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved