POSBELITUNG.CO - Kasus korupsi tata niaga timah yang ditaksir merugikan negara hingga Rp300 triliun masih terus bergulir di pengadilan.
Salah satu terdakwa dalam perkara ini, Fandy Lingga, mendapat tuntutan 5 tahun penjara dari jaksa penuntut umum.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin, 4 Agustus 2025.
Fandy Lingga merupakan mantan staf pemasaran PT Tinindo Inter Nusa (TIN), salah satu perusahaan smelter timah.
Ia juga diketahui sebagai adik dari pengusaha Hendry Lie, pemilik PT TIN, yang lebih dulu divonis 14 tahun penjara.
Jaksa menyatakan Fandy terlibat dalam praktik pembelian bijih timah ilegal yang berasal dari wilayah izin usaha PT Timah di Bangka Belitung.
Total ada 23 terdakwa dalam kasus ini, menjadikannya salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia.
Jaksa meyakini Fandy berperan dalam skema korupsi yang juga melibatkan jajaran direksi PT Timah, pengusaha Harvey Moeis, dan Helena Lim dari PT Quantum Skyline Exchange (QSE).
Selain hukuman penjara, Fandy juga dituntut membayar denda Rp500 juta, atau diganti dengan kurungan 3 bulan jika tidak dibayar.
Fandy disebut melanggar Pasal 3 UU Tipikor junto Pasal 18 dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan sebelumnya, Fandy disebut menyetujui pembentukan perusahaan boneka seperti CV Bukit Persada Raya dan CV Sekawan Makmur Sejati.
Perusahaan-perusahaan itu digunakan sebagai jalur dana untuk membeli bijih timah ilegal.
Fandy juga hadir dalam sejumlah pertemuan dengan pimpinan PT Timah untuk membahas kerja sama dan kuota bijih timah.
Jaksa menyatakan Fandy menyetujui pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar USD25.000 per bulan, yang disamarkan sebagai dana CSR.
Kakaknya, Hendry Lie, sebelumnya dinyatakan bersalah dalam kasus yang sama dan dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.