Pos Belitung Hari Ini

LIPSUS - Babel Belum Mampu Ekspor Udang Vaname, Rp9 Triliun Tak Terserap Jadi APBD

Editor: Novita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

POS BELITUNG HARI INI - Pos Belitung Hari Ini edisi Senin, 18 Agustus 2025, memuat headline berjudul Liputan Khusus Rp9 Triliun Tak Terserap Jadi APBD.

“Dari hulu ke hilir prosesnya sudah jelas dan itulah nilainya yang tinggi. Kolaborasi ini merupakan model yang baik dan ini upaya kita untuk melakukan akselerasi ekspor untuk mengangkat produk unggulan di daerah, baik perikanan, pertanian, dan apa pun itu,” ujar Sahat.

Sementara itu, Gubernur Babel, Hidayat Arsani memberikan apresiasi tinggi atas dukungan dari Badan Karantina Indonesia. Menurut Hidayat, kegiatan Akselerasi Ekspor sebagai tonggak penting dalam mendorong ekspor yang terstruktur dan sesuai prosedur internasional.

“Terima kasih atas pendampingan dari Balai Karantina RI. Dulu, kita kirim barang tidak tahu prosesnya. Sekarang, semua komoditas ekspor telah terdaftar dan teregister secara resmi, lengkap dengan prosedur Karantina dan Bea Cukai. Ini langkah maju agar ekspor kita tidak lagi bermasalah di negara tujuan,” tuturnya. 

Punya Potensi Besar

Badan Mutu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Bangka Belitung menilai Babel punya potensi besar untuk menjadi daerah pengekspor udang vaname. 

Bukan hanya dari sisi produksi udang Vaname, tapi juga kesiapan BMKKP sebagai garda terdepan dalam menjamin kualitas udang vaname dalam kegiatan ekspor.

Kepala BMKKP Babel, Dedy Arief Hendriyanto mengatakan produksi udang vaname di Babel rata-rata mencapai 15.000–22.000 ton per tahun. Jumlah ini setara dengan 1 persen dari total target produksi udang nasional yang berada di kisaran 2 juta ton per tahun.

Meski kontribusi produksi cukup besar, Babel belum bisa melakukan ekspor langsung udang vaname ke luar negeri, termasuk ke Amerika Serikat yang merupakan pasar terbesar udang.

Pengiriman harus melalui Jakarta atau Lampung terlebih dahulu, sehingga harga yang diterima tetap mengacu pada harga domestik, bukan harga ekspor.

“Sekarang Babel untuk udang vaname kita kirim ke Jakarta atau Lampung dulu baru diekspor, harga yang berlaku tetap harga domestik. Misalnya udang ukuran 60 di Jawa harganya Rp68.000 per kilogram, ketika jual dari Babel jauh lebih rendah karena biaya logistik,” kata Dedy saat ditemui Bangka Pos Group di kantornya, Senin (12/8/2025).

Dedy menjelaskan sebetulnya ekspor langsung sangat memungkinkan jika fasilitas penyimpanan dan pembekuan di Babel sudah memenuhi standar internasional, terutama standar pasar Amerika yang merupakan pasar terbesar Indonesia untuk udang vaname.

“Babel belum memiliki fasilitas pembekuan (cold storage) udang bisa disimpan beku hingga setahun dan dikirim langsung sesuai jadwal pasar, logistik kita juga belum terpenuhi. Sebenarnya bisa saja udang dikemas dan dibekukan di sini, sehingga PAD Babel bertambah. Tambak udang banyak, tetapi proses hilirisasi belum ada, sarana kurang memadai, dan belum ada investor yang mau berinvestasi
di sini,” ungkapnya.

Ia mencontohkan, Babel sudah mampu melakukan ekspor langsung untuk komoditas lain, seperti cumi-cumi ke Malaysia dan Singapura, serta ikan dan udang kipas ke Australia. 

“Untuk komoditas itu semua pengemasan dan pembuatan dokumen ekspor dilakukan di Babel, sehingga pendapatan daerah meningkat signifikan,” tegasnya.

“Kalau udang tambak seperti vaname bisa diekspor dengan pola yang sama, kontribusinya terhadap PAD Babel pasti besar,” tambahnya.

Peluang pasar internasional untuk udang Indonesia disebut Dedy sangat terbuka. India, yang menjadi eksportir udang terbesar dunia, kini dikenai tarif perdagangan 50 persen oleh Amerika Serikat, sedangkan Indonesia hanya 19 persen. 

“Ini peluang besar bagi udang vaname kita tentu pembeli lebih memilih Indonesia yang memiliki tarif lebih murah sebelum tarif ini berubah tentu harus dimanfaatkan sebaik mungkin,” ujarnya.

Namun, pasar Amerika mensyaratkan standar mutu yang ketat, termasuk pemeriksaan Food and Drug Administration (FDA) yang melarang kandungan antibiotik tertentu. 

“Kalau tidak ada jaminan mutu, bisa langsung ditolak. Badan Mutu KKP adalah competent authority yang berwenang menjamin hal itu,” tegasnya.

Dedy juga menjelaskan bahwa udang yang dikirim ke Amerika umumnya tanpa kepala karena kepala dianggap limbah di sana. Padahal, jika diolah di Babel, kepala udang bisa dijual untuk pasar lokal atau industri lain, menambah nilai ekonomi. (x1)

Berita Terkini